Langsung ke konten utama

TRAGEDI WESTERLING: Belanda Meminta Maaf atas Pembunuhan Massal

JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah Belanda secara resmi meminta maaf kepada keluarga korban pembunuhan massal yang dilakukan Kapten Raymond Pierre Paul Westerling dalam kurun wktu 1945-1949. Permintaan maaf tersebut disampaikan Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan di Jakarta, Kamis (12/9).

"Atas nama Pemerintah Belanda, saya ingin menyampaikan permintaan maaf atas kejadian itu. Saya juga meminta maaf kepada para janda dari Bulukumba, Pinrang, Polewali Mandar, dan Parepare," kata De Zwaan.

Permintaan maaf itu terungkap di depan sejumlah kalangan, terutama para janda korban dan sejumlah keluarga mereka yang mendampingi.

Menurut De Zwaan, waktu itu, tentara Belanda telah melakukan kekerasan di Sulawesi Selatan. Kekerasan tersebut menyebabkan banyak korban yang tidak berdosa dan penderitaan.

Beberapa tahun terakhir, ibu-ibu dari Rawagede, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan yang suaminya tewas dalam tragedi itu mendatangi pengadilan Belanda. Mereka menuntut ganti rugi.

"Pemerintah Belanda telah membuat kesepakatan dan memberikan ganti rugi kepada mereka," kata De Zwaan.

Ia menambahkan, Pemerintah Belanda telah memutuskan untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang kemungkinan akan muncul dengan cara yang sama tanpa bantuan pengadilan. Rincian upaya tersebut telah diterbitkan dalam lembaran negara.

"Saya berharap permintaan maaf ini dapat menutup lembaran hitam relasi Belanda-Indonesia, terutama dengan keluarga korban. Pemerintah Belanda ingin membuka lembaran baru dengan Indonesia dan bergerak menatap masa depan," katanya.

Pasukan Belanda melakukan pembunuhan massal di sejumlah desa di Sulawesi Selatan, antara tahun 1945 dan 1949. Indonesia mengklaim korban pembunuhan yang dilakukan Westerling itu sebanyak 40.000 orang.

Westerling melakukan pembunuhan massal itu untuk memberantas pemberontak yang mengancam pemerintahan Belanda pada waktu itu. Oleh Belanda, Westerling dianggap pahlawan dan dia tidak pernah diadili.

Pada awal bulan ini, Pemerintah Belanda telah menyetujui memberikan kompensasi kepada 10 janda koban Westerling. Kompensasi yang diberikan kepada mereka sebesar 20.000 euro atau Rp 296,727 juta.

Shafiah (81), salah seorang janda penerima kompensasi, mengatakan, ayah dan kakaknya dibunuh tentara Belanda di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Namun, waktu itu, Pemerintah Belanda hanya diam.

"Pemerintah Belanda seharusnya tidak hanya memberikan kompensasi bagi para janda, tetapi juga anak-anak karena mereka kehilangan ayahnya," ujarnya. (AFP/HEN)



Sumber: Kompas, 13 September 2013





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ajaran Tasawuf pada Masjid Agung Demak

Oleh Wiwin Nurwinaya Peminat Sejarah dan Arsitektur Islam D asar-dasar ajaran tasawuf sudah ada sejak zaman prasejarah yang ditandai dengan kepercayaan terhadap kekuatan alam dan kekuatan gaib, hal ini tercermin dari karya seni yang banyak berlatarkan religi, seperti halnya seni bangunan, bentuk menhir, punden berundak dan sebagainya. Dasar-dasar ajaran tersebut kemudian berkembang menjadi suatu konsepsi universal yang percaya terhadap kenyataan bahwa ruh manusia akan meninggalkan badan menuju ke alam makrokosmos. Dalam ajaran Islam, ajaran tasawuf merupakan suatu praktik sikap ketauhidan seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran tasawuf ini dianut oleh kaum sufi  yaitu sekelompok umat yang selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi dan hidupnya senantiasa diisi dengan ibadah semata. Sufi berasal dari kata safa  yang berarti kemurnian, hal ini mengandung pengertian bahwa seorang sufi adalah orang...

Janda Menteri "Gerilya" Soepeno Terus Berjuang

Meski usianya kini sudah 72 tahun, Nyonya Tien Soepeno, istri pahlawan nasional Soepeno, masih tetap beredar di lingkungan organisasi sosial politik, kemasyarakatan, dan dunia pendidikan di Jawa Tengah. Selain masih aktif sebagai dosen Universitas Semarang, isteri mantan Menteri Pembangunan dan Pemuda ini juga memegang Ketua Yayasan Gedung Wanita Semarang dan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga (LKBH UWK) di Semarang. Di kancah politik, dia pernah dipercaya DPD Golkar Jateng sebagai anggota komisi A (Polkam dan perundang-undangan) dan komisi B (Anggran dan Perusda) DPRD I Jawa Tengah 1982-1987. Selain itu, masih banyak kegiatannya di ormas, seperti di Perwari, Badan Koordinasi Organisasi Wanita (BKOW), Himpunan Wanita Karya, Pekerja Perempuan, Yayasan Mardi Waluyo, dan sebagai Kabid Kemasyarakatan Gerakan Pramuka Gudep IX Kwarda Jateng. Di organisasi yang terakhir ini, ia bersama 203 orang wakil dari Indonesia mengikuti jambore internasional yang diikuti ...

Menyelusuri Masjid-masjid Tua: Dari Imigran India hingga Cina

M enyelusuri kawasan kota lama di Jakarta, hingga kini banyak ditemui masjid tua yang keberadaannya hampir bersamaan dengan lahirnya kota ini. Salah satu masjid tertua itu terletak di kawasan Glodok yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari tempat penjarahan dan pembakaran bulan Mei lalu. Masjid Al-Anshor yang dibangun pada 1648 itu letaknya di belakang Pasar Pagi, salah satu pusat perdagangan dan pertokoan di Glodok. Agak sedikit terpencil dan terletak di Jalan Pengukiran II, tak jauh dari Jalan Pejagalan. Masjid yang dulunya sedikit berada di luar tembok kota Batavia, didirikan oleh para imigran India dari Malabar. Orang-orang Islam dari India ini dahulunya banyak bermukim di sini. Sebagaimana masjid-masjid tua di DKI, setelah diperbaharui, gaya lamanya telah agak hilang. Dan untungnya tiang-tiang penyangganya masih utuh. Umumnya masjid-masjid tua di Jakarta yang banyak dibangun sesudah masa itu memiliki empat tiang penyangga. Dan hebatnya, tiang penyangga itu sekalipun sudah ber...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

Akulturasi Islam dan Sunda

A DA cerita yang populer berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Tatar Sunda: Kian Santang adalah pemuda gagah perkasa anak Prabu Siliwangi, raja Pajajaran. Karena kesaktiannya, sepanjang hidupnya ia belum pernah tahu warna darahnya. Ia pun terus-menerus bertanding, menguji kesaktian, tapi tak pernah menemukan lawan yang sepadan. Semua lawannya dengan mudah selalu ia kalahkan. Pada suatu waktu Kian Santang mendapat petunjuk dari seorang ahli nujum bahwa lawan yang pantas baginya adalah Baginda Ali yang tinggal di tanah Makah. Dengan menggunakan kesaktiannya, ia pergi ke tanah Makah. Sesampainya di tanah Makah, Kian Santang berusaha mencari Baginda Ali. Menurut orang tua yang kebetulan ia temui di perjalanan, Baginda Ali sedang berada di Masjidil Haram bersama Kangjeng Nabi. Orang tua itu pun bersedia mengantarnya ke Masjidil Haram. Setelah berjalan beberapa ratus langkah, si orang tua berhenti. Rupanya tongkat yang dibawanya tertinggal di tempat ketika bertemu dengan Kian Santang. I...

Semangat Pembauran "Jong Kos"

Hakikat suatu bangsa ada dalam keinginan untuk hidup bersama. Bagi bangsa Indonesia, benih keinginan untuk bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa satu ikut disemai lewat hidup bersama para penggagas Sumpah Pemuda yang menghuni rumah pemondokan yang kini beralamat di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat. S enda gurau terdengar dari rumah indekos di Jalan Kramat 106, Weltevreden, Batavia, pada suatu hari menjelang tahun 1928. Mahasiswa penghuni pemondokan milik Sie Kong Liong itu tak sedang membicarakan revolusi di belahan dunia lain atau pemikiran Mahatma Gandhi dan John Stuart Mill. Mereka melepas penat, berseloroh tentang masakan khas daerah masing-masing. "Sementara ini, enaknya gini aje dulu , Sup!" kata Adnan Kapau Gani, yang lebih sering disingkat AK Gani, pemuda asal Sumatera, kepada Jusupadi Danuhadiningrat, pemuda asli Yogyakarta.  Dari semua "jong kos" alias pemuda penghuni kos Kramat Raya 106 atau Indonesisch Clubgebouw (IC), yang masing-masing di kemud...