Langsung ke konten utama

Jendela Lain Sejarah Indonesia

Judul: Saling Silang Indonesia-Eropa: Dari Diktator, Musik, hingga Bahasa
Penulis: Joss Wibisono
Penerbit: Margin Kiri, 2012
Tebal: xiv+228 halaman
ISBN: 978-979-1260-16-9

Masa penjajahan Belanda di Indonesia selama 350 tahun dianggap mengandung banyak ketidakbenaran dan kesalahan persepsi, sebab tidak bisa dipukul-rata seluruh wilayah Indonesia dijajah selama itu. Aceh misalnya, baru ditaklukkan pada 1904, dan Bali pada 1906. Dengan berasumsi pada akhir pendudukan kolonial, saat Jepang masuk pada 1942, maka Aceh paling lama dijajah selama 38 tahun dan Bali 36 tahun. Wilayah terlama dijajah adalah Maluku, Banten, dan Jakarta, mencapai 340 tahun.

Dalam kumpulan esai tentang interaksi antara Nusantara dengan Eropa ini, penulis mencoba mengurai fakta dari setiap tema yang dibahas. Soal penjajahan Belanda, jika kita tetap menganggap selama 350 tahun, maka kita menafikan perjuangan rakyat Aceh dan Bali yang mati-matian mempertahankan wilayahnya. Seperti Tjut Nyak Dhien dianggap memberontak terhadap Belanda, padahal ia mempertahankan kedaulatan Aceh. Faktanya, sampai akhir abad ke-19, Aceh adalah negara berdaulat dan menempatkan duta besarnya sampai ke Turki.

Kesalahan persepsi seperti ini terjadi pula pada sejarah bahasa Indonesia. Mengapa kita tidak berbahasa Belanda, seperti negara jajahan lain yang menggunakan bahasa koloni mereka. Jawabnya karena Belanda menerapkan politik berbahasa. Selain itu, mentalitas VOC yang hanya mementingkan laba, membuat mereka memilih belajar bahasa Melayu ketimbang menyebarkan bahasa Belanda.

Warga Indonesia yang sudah 25 tahun menetap di Belanda ini juga menguraikan interaksi Nusantara dengan Eropa di bidang musik, terutama gamelan. Adalah Claude Debussy, komponis asal Perancis yang memasukkan unsur gamelan Sunda ke dalam komposisi piano pada 1903. Diikuti komponis Francis Poulenc yang memasukkan unsur gamelan Bali saat konser piano pada 1932. (TGH/LITBANG KOMPAS)



Sumber: Kompas, Tanpa tanggal



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

"Abangan"

Oleh AJIP ROSIDI I STILAH abangan berasal dari bahasa Jawa, artinya "orang-orang merah", yaitu untuk menyebut orang yang resminya memeluk agama Islam, tetapi tidak pernah melaksanakan syariah seperti salat dan puasa. Istilah itu biasanya digunakan oleh kaum santri  kepada mereka yang resminya orang Islam tetapi tidak taat menjalankan syariah dengan nada agak merendahkan. Sebagai lawan dari istilah abangan  ada istilah putihan , yaitu untuk menyebut orang-orang Islam yang taat melaksanakan syariat. Kalau menyebut orang-orang yang taat menjalankan syariat dengan putihan  dapat kita tebak mungkin karena umumnya mereka suka memakai baju atau jubah putih. Akan tetapi sebutan abangan-- apakah orang-orang itu selalu atau umumnya memakai baju berwarna merah? Rasanya tidak. Sebutan abangan  itu biasanya digunakan oleh orang-orang putihan , karena orang "abangan" sendiri menyebut dirinya "orang Islam". Istilah abangan  menjadi populer sejak digunakan oleh Clifford ...