Langsung ke konten utama

Tujuh Nama Indonesia

NAMA Indonesia pertama kali dipakai pada tahun 1850. Tapi orang pertama yang mempergunakan nama Indonesia itu ialah James Richardson Logan (1869), dalam kumpulan karangannya yang berjudul "The Indian Archipelago and Eastern Asia", terbit dalam Journal of The Asiatic Society of Bengal (1847-1859). Indonesia berasal dari gabungan kata "Indo" dan "Neise", yang berasal dari bahasa Yunani: Nesos, berarti kepulauan Hindia. Adapun kata "Nesos" itu hampir berdekatan dengan kata "nusa" (diartikan dalam bahasa Indonesia, yang berarti pulau). Nama Indonesia semakin populer saja, seperti halnya Sir William Edward Maxwell (1897), seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Straits Settlements (yang kemudian menjadi Gubernur Pantai Mas), juga pernah memakai nama "Indonesia" di dalam kata mukadimah buku penuntun bahasa-bahasa Melayu (buah karyanya sendiri). Dalam bukunya itu, ia menulis "The Island of Indonesia".

Dan yang mempopulerkan nama Indonesia, tercatat nama Profesor Adolf Bastian (1826-1905) seorang pakar Ethnologi dan Anthropologi warga negara Jerman. Ia pernah menjadi guru besar pada Universitas di Berlin, dalam ilmu bahasa. Bukunya yang ditulis Bastian, diberi judul: "Indonesien oder die Inseln des Malayschen Archipelago" (1884-1889). Di dalam bukunya itu, ia menegaskan arti kepulauan ini (maksudnya: Indonesia). Ia berpendapat, bahwa kepulauan Indonesia meliputi suatu daerah yang sangat luas, juga termasuk wilayah Madagaskar di Barat sampai Pulau Formosa di Timur, dan Nusantara sebagai titik pusatnya, adalah merupakan satu totalitas. Jadi secara garis besarnya, bahwa nama Indonesia sudah dikenal sejak dulu. Tahun 1850 dan tahun 1884 nama Indonesia telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia, terdiri dari 10.000 pulau. Yang merupakan pulau berpenduduk/berpenghuni sebanyak 3.000 pulau, luasnya meliputi 1.491.564 km2.

Nama Indonesia sudah mulai dipergunakan oleh para mahasiswa kita di negeri Belanda pada tahun 1922, dengan mendirikan perkumpulan yang diberi nama "Perhimpunan Indonesia". Sesudah itu, dalam tahun 1927, Ir. Soekarno (Presiden RI Pertama) bersama rekan-rekan seperjuangannya mendirikan suatu partai politik dengan nama "Persyarikatan Nasional Indonesia" (yang kemudian diganti menjadi: "Partai Nasional Indonesia"). Begitu pun nama Indonesia sudah dipergunakan secara tidak langsung, yaitu sewaktu Dr. Tjipto Mangunkusumo, Dr. E. F. E. Dowes Dekker, dan Suwardi Surjaningrat mendirikan partai politik Indische Partij (tahun 1912). Sehingga dapat disimpulkan bahwa baru sejak lahirnya pergerakan Nasional, nama Indonesia dipergunakan untuk mengganti sebutan Nederlandsche Indie.

Segala usaha sebelum pecah Perang Dunia II untuk mengganti dalam perundang-undangan sebutan Nederlandsche Indie dengan Indonesia tetap mengalami kegagalan. Pihak kolonial Belanda selalu mendasarkan keberatan-keberatannya atas pertimbangan "Juridis". Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam soal surat-menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940). Dan sesudah UUD Belanda mengalami perubahan yang berlaku sejak 20 September 1948, barulah dalam undang-undang sebutan Nederlandsche Indie diganti menjadi Indonesie (dengan jelasnya, Indonesia).

Malahan sebelumnya nama Indonesia dipergunakan secara resmi, jauh dari sebelum merdeka. Ada tujuh (7) nama lain, yang telah diberikan oleh bangsa pendatang (asing) kepada kepulauan Indonesia. Yaitu dengan nama-nama: 

Hindia. Nama Hindia merupakan dari hasil rekaan Hirodotus, seorang pakar ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-425 Sebelum Masehi). Ia dikenal sebagai Bapak Ilmu Sejarah. Adapun Hindia baru dipergunakan untuk kepulauan Indonesia, oleh Ptolomeus (100-178), seorang pakar ilmu bumi yang terkenal. Juga nama Hindia menjadi semakin populer, sesudah bangsa Portugis di bawah pimpinan Vasco da Gama menemukan kepulauan ini (Indonesia) dengan melalui Sungai Indus (tahun 1498 M).

Nederlandsch Oost Indie. Nama Nederlandsch Oost-Indie diberikan oleh orang-orang Belanda setelah berkuasa dan menduduki tanah air Indonesia. Kemudian tempat baru yang didudukinya (Indonesia), digubah menjadi "Nederlandsch Indie". Untuk pertama kalinya, bangsa Belanda datang ke Indonesia dalam tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman.

Insulinde. Nama Insulinde pemberian Edward Douwes Dekker (Multatuli) di dalam bukunya Max Havelaar (1860). Kemudian nama itu (Insulinde) dipopulerkan oleh Profesor P. J. Veth. Multatuli dengan maksud mengubah nama dan digantikan dengan nama baru yaitu Insulinde, karena ia merasa benci dan jijiknya terhadap Belanda, apalagi dengan mendengar nama Nederlandsche Indie. Nama Insulinde diambil dari perkataan "Insulair", " Insula" dan "Indus". Insula yang diambil dari bahasa Latin, yang berarti pulau. Indus berarti Hindia, sedangkan Insulinde artinya ialah Pulau Hindia.

Nusantara. Nama Nusantara ditemukan dalam perpustakaan India kuno. Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa Nusantara ialah pulau-pulau di luar tanah Jawa. Sedangkan dalam sejarah Melayu dipakai nama: Nusa Tamara. Dan nama ini pun memang berasal dari perkataan yang diucapkan Nusantara. Adapun arti Nusantara atau Dwipanatara, yaitu pulau-pulau yang berada di antara benua-benua (di sela-sela benua). 

The Malay Archipelago. The Malay Archipelago merupakan hasil rekaan dari Alfred Russel (1869), setelah ia mengadakan perlawatan ke tanah air kita yang tercinta ini. Lawatannya dilakukan dari tahun 1854 sampai 1862. Adapun "Malay" yang mengandung arti "Melayu", sedangkan "Archipelago" (diambil dari bahasa Belanda atau Prancis: "Archipel" juga yang berasal dari bahasa Yunani "Archipelagus"), yang intinya diambil dari kata Archi = memerintah & kata palgus = laut. Jadi jelasnya, mengandung arti menguasai laut, atau berarti kumpulan pulau-pulau Melayu.

L'inde Insulair. Nama "L'Insulair" atau "L'Archipel", merupakan hasil cipta dari Jean Jacques Elisee Recles (1830-1905) yang didukung oleh saudaranya (Mesime Recles). Memang tidak begitu dikenal Indonesia dengan sebutan L'Inde Insular, karena pada umumnya hanya orang Prancis saja yang mempergunakannya.

Hindia Timur. Sebutan Hindia Timur, ciptaan khas organisasi Muhammadiyah. Sebutan itu digunakan masa penjajahan dulu, untuk mengganti nama "Oost Indie" atau "East Indies". Nama Hindia Timur digunakan dengan resmi oleh organisasi Muhammadiyah, yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan tahun 1921 di Kota Yogyakarta.

Tapi meskipun ada tujuh nama untuk Indonesia, tetap tanah air kita yang tercinta memiliki satu nama yang tidak akan pudar sepanjang zaman. Indonesia tetap Indonesia, tidak ada sebutan lain! Dunia pun mengenalnya, bahwa negara Indonesia telah berdiri dengan kokohnya. Indonesia tetap jaya, dan panutan rakyat serta disegani oleh negara-negara tetangga. (Gana Hendrik). ***


Sumber: Tidak diketahui, 12 Januari 1992


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...