Langsung ke konten utama

Sejarah Indonesia Tahun 2018

Asvi Warman Adam
Sejarawan LIPI

Sejarah adalah sesuatu yang terjadi di masa lalu. Namun, apa yang menimpa pada masa lampau bisa menjadi pelajaran untuk sekarang dan masa mendatang.

Sejarah merupakan persambungan antara kemarin, hari ini, dan esok. Bulan Januari baru dimulai, tetapi kita bisa menulis sejarah tahun 2018 dengan mencatat apa yang akan terjadi pada masa depan dengan bekal peristiwa terdahulu.

Dua peristiwa yang akan terjadi di tahun ini. Pertama adalah Asian Games XVIII yang akan berlangsung pada 18 Agustus-2 September. Kedua, peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober yang kini mencapai 90 tahun.

Untuk kedua kalinya Asian Games berlangsung di Indonesia. Tahun 1962, kita tampil sebagai juara kedua, mengapa tahun ini untuk menduduki peringkat ke-10 saja tidak yakin?

Dalam Sumpah Pemuda tahun 1928 diikrarkan untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, kenapa belakangan ini bahkan menjelang pemilihan kepala daerah serempak, tanggal 27 Juni 2018, bahasa Indonesia cenderung menjadi bahasa perpecahan?

Presiden Soekarno sangat peduli dengan kejuaraan olahraga tingkat Asia. Ia mempersiapkan Stadion Utama Senayan dengan pinjaman dana, yang kemudian dibayar lunas, kepada Uni Soviet. Sebanyak 50.000 warga Senayan direlokasikan, antara lain, ke daerah Tebet.

Bung Karno juga mempersiapkan segala fasilitas untuk olahragawan yang datang dari luar negeri. Dengan bantuan pampasan perang dari Jepang, dibangunlah Hotel Indonesia, Sarinah, hotel untuk atlet dan wartawan.

Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia merupakan patung yang disiapkan untuk menyambut para atlet yang tiba di Bandara Kemayoran. Bung Karno sempat mengecek proses pembuatan patung perunggu itu di studio Edhi Sunarso di Jalan Kaliurang, Yogyakarta.

Hasil dari kerja keras itu, Indonesia menjadi juara kedua dalam pesta olahraga Asia yang diikuti oleh 12 negara.

Ketika event ini tidak diakui oleh Komite Olimpiade karena Indonesia tak memberikan visa kepada atlet Israel dan Taiwan, Soekarno membuat semacam olimpiade tandingan, yaitu Ganefo (Games of the New Emerging Forces) tahun 1963, hanya dengan persiapan 200 hari. Dalam pesta olahraga internasional yang diikuti oleh 51 negara itu, kita jadi juara ketiga.

Dalam peringatan setahun Ganefo, tahun 1964, Bung Karno berpidato, "Hai rakyat Indonesia, tua-muda, terutama sekali yang muda-muda, latih kau punya diri sehebat-hebatnya agar di dalam waktu sepuluh tahun paling banyak, sepuluh tahun, Indonesia, rakyat Indonesia menduduki tempat yang paling tinggi di lapangan olahraga."

Apakah bangsa Indonesia mampu menunaikan pesan Bung Karno setengah abad silam? Rasanya masih jauh panggang dari api. Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan oleh korupsi sekian miliar rupiah dana sosialisasi Asian Games. Namun, waktu yang tinggal setengah tahun ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan melibatkan masyarakat seluas-luasnya (termasuk relawan dari mahasiswa-pelajar).

Para atlet harus terus berlatih di dalam dan luar negeri. Berita persiapan (dan penyelenggaraan) Asian Games seyogianya mendapat prioritas liputan oleh media-massa.

Bahasa pemecah-belah

Sumpah Pemuda 1928 merupakan salah satu tonggak terpenting dalam sejarah Indonesia ketika para pemuda/i dari berbagai etnis dan agama menyatakan tekad satu bangsa dan satu Tanah Air. Mereka juga menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Pada sidang Kongres Pemuda II itu, pada pagi/siang harinya dilangsungkan seminar yang mewajibkan pembicara berbahasa Indonesia. Kalangan terpelajar Indonesia yang fasih dan terbiasa berbahasa Belanda saat itu dengan susah payah menyampaikan pemikirannya dalam bahasa Indonesia.

Namun, mereka mencoba dan berusaha, dan akhirnya bisa. Mereka menyadari bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, bahasa yang mempersatukan kita meski berbeda suku bangsa dan agama.

Kita bersyukur punya bahasa pemersatu, bahasa Indonesia. India, negara berpenduduk lebih banyak dari kita, sesungguhnya tak punya satu bahasa yang mempersatukan mereka, kecuali secara pragmatis bahasa penjajah: bahasa Inggris.

Fungsi bahasa itu tentu terkait substansi dan gaya bahasa. Sejak pemilihan kepala daerah tahun lalu, terasa sekali bahwa bahasa Indonesia mulai digunakan untuk melontarkan isu SARA; mengenai etnis dan agama. Terasa sekali bahwa luka politik akibat terbelahnya masyarakat berdasarkan etnis dan agama, lama sembuhnya.

Tentu tidak kita inginkan hal yang sama terulang lagi pada pemilihan kepala daerah 2018. Diharapkan terpilih pemimpin yang berkualitas dan berkinerja baik, bukan tokoh yang menang karena lawannya dipecundangi dengan isu SARA atau foto-foto masa lalu yang direkayasa. Kita menginginkan bahasa Indonesia tetap sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa yang memecah belah bangsa.

Kita semua yang akan melengkapi sejarah Indonesia tahun 2018 ini: apakah secara eksternal kita mampu menyelenggarakan pesta olahraga Asia dengan lancar dan semarak serta memperlihatkan prestasi olahraga yang tidak memalukan dalam berhadapan dengan negara lain?

Kita juga yang akan melaksanakan apakah secara internal, dalam pilkada bulan Juni 2018, kita akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau bahasa perpecahan? Praktik kebahasaan ini akan tercatat dalam Kongres Bahasa Indonesia pada Oktober 2018 mendatang, yang sekaligus merupakan peringatan 90 tahun Sumpah Pemuda.



Sumber: Kompas, 10 Januari 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...