Langsung ke konten utama

Nasionalisme Sunda

Iip D Yahya
Penulis Lepas
Saat ini tinggal di Melbourne Australia

ISTILAH "nasionalisme Sunda" pertama kali saya dengar dari Robert Cribb. Penulis buku Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949 ini mengatakan, "Nasionalisme Sunda sempat meredup dan kini mulai terlihat tumbuh lagi, sekalipun tidak seperti periode '50-an". Ia menggunakan istilah nasionalisme Sunda untuk menyebut--dalam istilah Tjetje H Padmadinata--gerakan sayap politik Sunda. Robert memang indonesianis yang cukup disegani dan secara khusus mengenal peta-politik Sunda. Ia pernah mewawancarai tokoh utama dalam gerakan Sunda tahun 1950-an, Sukanda Bratamanggala.

Ketika ditanya bagaimana ia melihat orang Sunda, Robert memberi tamsil, "Orang Sunda seperti Scotland dan Jawa seperti England. Orang Scotland memiliki harga diri yang tinggi tapi tidak pernah bisa mengalahkan England," ujarnya. Dari ungkapan Robert itu saya menyimpulkan bahwa untuk memajukan Indonesia, orang Sunda tidak harus bercita-cita mengalahkan orang Jawa, tetapi bisa membangun cita-cita lain yang lebih bermanfaat untuk menyalurkan energi dan aspirasi yang menggelora dalam panggung politik Indonesia.

Istilah nasionalisme Sunda ternyata bukan sesuatu yang baru. Dalam media internal Paguyuban Pasundan (PP) yang terbit pada 1926-27, Somah Moerba (1/12/1926), penulis bernama Basarie memaparkan dengan jelas soal tersebut. "Nasionalisme anu jadi ageman Pasundan teh, lain pisan rek ngarendahkeun bangsa sejen, tapi kabangsaanana jeung lemah caina hayang diajenan ku sejen bangsa, sabab hirup kumbuh urang teh moal bisa tengtrem, lamun di alam dunya, masih aya keneh bangsa-bangsa anu nganggap rendah ka bangsa urang."

Saat menulis artikel tersebut, Basarie tentu membayangkan bangsa sejen itu adalah Belanda. Tetapi tulisannya tetap terasa aktual, karena sampai saat ini suara yang menyatakan bahwa orang Sunda seperti tamu di rumahnya sendiri, tetap nyaring terdengar. Tulisan senada dengan tulisan Basarie, cukup mudah ditemukan dalam media yang terkait dengan PP, baik berupa orgaan (media internal organisasi) atau dagblad (harian) seperti Sipatahoenan. Dengan dasar nasionalisme itulah PP tumbuh dan berkembang sebagai organisasi besar dan mampu bertahan sampai hari ini.

Melihat perjalanan Sunda di abad ke-21 ini tentu tidak bisa dilepaskan dengan PP yang pada 20 Juli 2012 ini berusia 99 tahun. Lahir sebagai respons terhadap Budi Utomo pada 1913, PP ternyata tetap bertahan hingga saat ini. Salah satu fundamen yang membuat PP bertahan adalah asas nasionalisme yang dipakai oleh PP dan praktik demokrasi yang selalu dipertahankan dalam pengelolaan organisasinya. 

Jatuh-bangun

PP adalah potret awal persentuhan masyarakat Sunda dengan demokrasi. Sejak didirikan, organisasi ini telah menerapkan asas demokrasi dalam pemilihan pengurusnya. Basarie bahkan menerjemahkan demokrasi sebagai somah moerba, persis seperti nama media internal PP saat itu. Perjalanan panjang PP menunjukkan bahwa melalui pendidikan dan organisasi, orang Sunda bisa naek darajat. Melalui sekolah-sekolah yang dibangunnya, PP melahirkan kader-kader pemimpin. Lalu melalui organisasi PP dan onderbouw-nya, kader-kader itu ditempa. Dari alur ini dapat dilihat bahwa masyarakat Sunda menerima modernitas secara terbuka, berpikir rasional sekalipun tetap menjaga pusaka-pusaka lokal.

Sekalipun didirikan oleh para siswa STOVIA, PP tidak lantas menjadi organisasi profesi. PP tumbuh lintas sektoral mewadahi semua aspirasi orang Sunda.. Di dalam PP selalu terjadi dinamika internal yang kuat karena beragamnya latar belakang pengurus dan anggota. Jika seorang pengurus tidak bisa lagi membagi waktu untuk organisasi, dengan terus terang ia akan mengundurkan diri. PP berhasil menerapkan sistem organisasi yang demokratis dan terbuka. Tentu ada masanya organisasi ini jatuh-bangun karena dinamika internal.

Namun, pada masa Oto Iskandar di Nata, semua potensi itu berhasil diberdayakan. Pada kongres Tasikmalaya, misalnya, sebagaimana diwartakan oleh harian Het Vaderland Staat (5/5/1934) peserta kongres menyimpulkan bahwa Pasundan layak dan membutuhkan sebuah bank sentral.

Sebelumnya beberapa cabang sudah membangun Bank Pasundan daerah. Bank Pasundan Bogor, sebagai yang terbesar, ditetapkan sebagai bank sentral dan bank-bank daerah bergabung di dalamnya. Selain soal perbankan, kongres itu juga mulai menjajaki pengiriman siswa sekolah-sekolah Pasundan untuk kuliah di beberapa negara Asia, yaitu Jepang, Filipina, dan India. Tujuan program ini adalah agar kader-kader Pasundan tidak hanya mendapat didikan Barat (Belanda) tetapi juga dapat mempelajari budaya Timur. Dalam dua keputusan inilah posisi Djuanda Kartawidjaja mulai diperhitungkan.

Kini, dengan komitmen kuat Prof Didi Turmudzi untuk tidak "bermain politik", harapan besar memang pantas dialamatkan kepada PP. Kita akan lihat, apakah kepemimpinannya berjalan efektif ke dalam dan ke luar PP. Bahwa potensi PP sangat besar untuk mendorong kemajuan Sunda, tidak diragukan lagi. Empat (4) perguruan tinggi, 104 sekolah menengah, unit-unit usaha, cabang-cabang di dalam dan luar negeri, adalah angka-angka yang nyata.

Walhasil, sebagaimana ditulis Basarie, nasionalisme yang jadi tujuan Pasundan adalah "Hiji jalan ihtiar pikeun ngajungjungkeun harkat martabat bangsa jeung lemah caina." Pertanyaannya sekarang, apakah PP mampu menjadi arus besar untuk mencapai tujuan itu? Hal ini akan menjadi tantangan bagi para pengurus PP di berbagai tingkatan. Dirgahayu ke-99 Paguyuban Pasundan! ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 14 Juli 2012



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...