Langsung ke konten utama

Tantangan Berat Nasionalisme: Kemiskinan, Korupsi, dan Kepentingan Golongan Ancaman bagi Nasionalisme

JAKARTA, KOMPAS -- Fenomena positif pasca-tumbangnya Orde Baru adalah pergulatan untuk membentuk nasionalisme kerakyatan yang lebih unik, yang lebih mencerminkan kondisi bangsa ini.

Namun, pada saat bersamaan, ancaman terhadap keberagaman terlihat dari semakin menguatnya politik aliran dan dominasi kaum mayoritas.

Demikian topik yang mengemuka dalam perbincangan dengan sejarawan dari Universitas Negeri Padang Mestika Zed, Ketua Program Magister Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta St Sunardi, penggerak pendidikan kebinekaan dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Sutan Iskandar Muda Sofyan Tan di Medan, pemimpin Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta Kiai Haji Abdul Muhaimin, dan seniman teater Butet Kartaredjasa tentang refleksi 80 Tahun Sumpah Pemuda dan 100 Tahun Kebangkitan Nasional.

St. Sunardi menilai, saat ini dimensi nasionalisme menjadi lebih rumit daripada sekadar kesamaan sejarah, suku, bangsa, atau budaya.

"Namun, globalisasi dan nasionalisme tidak harus saling mematikan. Buktinya, negara-negara yang terdepan dalam menyemarakkan globalisasi justru punya nasionalisme tinggi. Sebut saja Amerika Serikat atau Jepang."

Rakyat membutuhkan nasionalisme yang lebih konkret daripada itu, yaitu jaminan keamanan, kesejahteraan, dan masa depan. Namun, sejumlah kebijakan pemerintah justru bertolak belakang dengan nasionalisme: investasi asing yang berlebihan, dan tidak diseimbangkan dengan kebijakan yang memihak perekonomian rakyat.

Praktik otonomi daerah juga mencerminkan kemunduran nasionalisme karena dilakukan dengan semangat kesukuan "hanya putra daerah yang boleh jadi pemimpin".

Sejarawan Mestika Zed mengemukakan, nasionalisme yang kedodoran terlihat dari semangat para politisi yang individualistis dan terjebak dalam kepentingan ekonomi, seperti urusan balik modal, pencitraan saat kampanye, dan pengabaian kepentingan publik.

Rumah besar nasionalisme

Ketua Dewan Pembina Yayasan Sutan Iskandar Muda Sofyan Tan mengemukakan, kesenjangan yang tajam antara si kaya dan si miskin menjadi ancaman rumah besar kita: nasionalisme. Karena itu, membahas nasionalisme tanpa berbicara tentang kesejahteraan adalah omong-kosong.

Perjuangan nasionalisme Indonesia kini adalah memperkecil kesenjangan kesejahteraan agar tak muncul perpecahan. Salah satu akar persoalan kemiskinan adalah merajalelanya korupsi. 

Kiai Haji Abdul Muhaimin menilai nasionalisme yang dibangun para pendiri bangsa--dalam konteks pengakuan dan penghargaan atas keberagaman--tetap relevan hingga saat ini.

"Konflik yang sepertinya ditunggangi agama, menurut saya, sering kali sebenarnya ditunggangi kepentingan politik, ekonomi, dan subyektivitas individu," katanya.

Pemimpin Pondok Pesantren Nurul Ummahat Kota Gede Yogyakarta itu menyatakan, setiap komponen bangsa seharusnya memberikan ruang yang memadai kepada setiap kelompok tanpa memperhitungkan besar kecilnya massa. Perbedaan teologi harus didialogkan supaya tetap memberikan kontribusi kepada negara.

Butet Kartaredjasa mengemukakan kekhawatirannya tentang krisis dan kondisi berbangsa kita. Ia menyebut sejumlah kasus yang mencederai semangat kebinekaan, seperti sidang kasus Monas yang diwarnai insiden dan rencana penetapan Undang-Undang Pornografi yang terkesan memaksakan kehendak.

Semangat kebinekaan dan keberagaman seharusnya dihayati kembali dan masyarakat harus bisa bersikap kritis dalam menyikapi segala sesuatu. Jangan mudah terjebak dalam semangat golongan atau kelompok apa pun. "Intinya, masyarakat harus yakin dengan landasan founding father dalam mendirikan negara ini," ujar Butet.

(ANG/ENY/IRE/ENG/PRA/WKM/ART/NDY/JON)



Sumber: Kompas, 27 Oktober 2008



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...