Langsung ke konten utama

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL: Butuh Banyak Sumpah Pemuda

Oleh RIKARD BAGUN

Pengantar Redaksi:
Rangkaian tulisan tentang 100 Tahun Kebangkitan Nasional, 80 Tahun Sumpah Pemuda, 63 Tahun Kemerdekaan dan 10 Tahun Reformasi, yang dimuat sejak bulan Mei lalu, dengan ini berakhir.

Peristiwa Sumpah Pemuda dalam dialektika dengan Kebangkitan Nasional atau nasionalisme selalu mengacu pada proses kelahiran sebagaimana istilah nation (kebangsaan) dimaksudkan.

Makna nation dari riwayatnya memang berakar dan senantiasa mengacu pada pengertian natus, natal, kelahiran. Kelahiran tidak hanya bersifat substansial bagi pembentukan nation melalui kontrak politik, tetapi kiprahnya juga selalu dalam status kelahiran, semper in statu nascendi, sebagai "proses menjadi" yang tidak pernah sekali selesai.

Dalam bingkai pergulatan kebangsaan, banyak hal lahir atau dilahirkan. Jika Budi Utomo 20 Mei 1908 melahirkan semangat nasionalisme dan Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 melahirkan tiga prinsip dasar: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Luar biasa!

Ketiga nilai yang diusung Sumpah Pemuda bersifat eksistensial karena ikut menentukan keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara yang berjangkauan jauh ke depan.

Tantangannya bagaimana nilai-nilai itu memberikan inspirasi yang menggerakkan berbagai wacana dan kegiatan produktif agar "proses menjadi" tidak pernah berhenti.

Maka dibutuhkan banyak sumpah pemuda lagi tidak hanya untuk merawat dan memberi kawalan terhadap nilai-nilai yang sudah dilahirkan dalam Sumpah Pemuda 80 tahun lalu, tetapi juga untuk melahirkan komitmen baru dalam memajukan bangsa dan negara.

Beri kawalan

Prinsip satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 perlu dikawal dan diperkuat dalam menghadapi perubahan.

Namun, setelah 80 tahun berlalu, ketiga prinsip itu tampak kedodoran. 

Tantangan serupa dialami prinsip satu bangsa. Semangat satu nasib, satu perjuangan, tidak terlihat dalam bidang ekonomi karena kemiskinan dan kesenjangan sosial. Bahaya primordialisme dalam bidang sosial dan politik juga mengancam keutuhan bangsa dan integrasi wilayah.

Juga terasa kedodoran dalam bidang bahasa. Terjadi kesenjangan dalam komunikasi yang membuat berbagai elemen bangsa cenderung bergerak sendiri-sendiri.

Orientasi nilai

Prinsip satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yang dicetuskan Sumpah Pemuda, merupakan nilai-nilai dasar sebagai pusat orientasi dan pegangan.

Banyak bangsa dan negara ambruk karena tidak mampu menjaga nilai-nilai dasar kebangsaan. Sekadar ilustrasi, Kekaisaran Roma, Ottoman Turki, Kerajaan Aztec, dan Inca ambruk karena tidak mampu menjaga nilai-nilai dasar yang menjadi pengikat.

Prinsip satu nusa, satu bangsa, satu bahasa atau Pancasila harus mampu beradaptasi dengan proses perubahan yang berlangsung cepat di tengah dunia yang digambarkan sedang berlari tunggang langgang.

Bangsa Indonesia dipastikan akan tertinggal jauh jika tidak mampu melakukan adaptasi di tengah arus perubahan yang penuh kompetisi. Kecepatan sangat dibutuhkan karena prinsip paling kuat akan bertahan, the survival of fittest, sudah tergeser oleh prinsip paling cepat akan bertahan, the survival of fastest.

Namun, lagi-lagi dalam menerjang kecepatan, sangat dibutuhkan pegangan yang mengacu pada nilai-nilai dasar yang kuat agar tidak terjadi disorientasi. Tanpa memegang teguh nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan yang antara lain diikat dalam Pancasila, bangsa Indonesia akan menjadi gamang dan limbung menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dan terkadang mendadak.

Keadaan menjadi runyam jika dalam era pertarungan dan arus perubahan yang begitu cepat, nilai-nilai dasar yang menjadi jangkar kehidupan negara ingin diubah atau diganti.

Upaya mengubah atau mengganti dasar negara itu tidak hanya memecah konsentrasi terhadap agenda-agenda penting untuk mengatasi tantangan, tetapi bisa mengancam eksistensi negara dan bangsa.

Tarik-menarik kekuatan pada persoalan dasar negara tidak hanya mengancam eksistensi, tetapi secara langsung menyulitkan proses adaptasi terhadap perubahan. 

Lebih memprihatinkan lagi, cenderung terjadi polarisasi sosial politik yang menghambat proses sinergi, solidaritas, dan kekompakan dalam menghadapi tantangan bangsa dan negara yang begitu besar dan rumit.

Sinergi yang melibatkan seluruh komponen bangsa sangat dibutuhkan Indonesia dalam kompetisi global.

Tanpa program kerja nyata, segala keinginan perubahan dan perbaikan hanya akan menjadi retorika yang cepat dan lambat hanya akan menciptakan frustrasi.

Sudah muncul gugatan, mengapa Indonesia yang sudah merdeka 63 tahun tidak maju-maju juga, lebih-lebih jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang semakin bergegas menggapai kemajuan.



Sumber: Kompas, 27 Oktober 2008



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...