Langsung ke konten utama

Mengenang 60 Tahun Masa Penjajahan Dai Nippon (5): Testamen Tanaka: "Dai Nippon Harus Menguasai Dunia"

UNTUK menjelesaikan kesulitan-kesulitan di Asia Timur, Djepang harus mendjalankan politik darah dan badja. Untuk menguasai dunia, Djepang mesti menguasai Eropah dan Asia. Untuk menguasai Eropah dan Asia, Djepang lebih dulu mesti menguasai Tiongkok. Dan untuk menguasai Tiongkok, Djepang mesti mulai dengan menaklukkan Manchuria, dan Mongolia. Djepang ingin menjelesaikan program ini dalam 10 tahun.
("Testamen Tanaka" yang ditulis tahun 1927, dikutip dari "Nasionalisme" oleh Ruslan Abdulgani).

Oleh HARYADI SUADI

"INDONESIA merdeka di kemudian hari" telah disambut rakyat dengan gegap gempita dan kegembiraan yang meluap-luap. Dalam waktu cepat di seluruh rumah penduduk, gedung perkantoran, hotel, toko, sekolah, dan sebagainya, dari kota sampai ke pelosok di Pulau Jawa, dikibarkan sang Dwi Warna. Dan sesuai dengan bunyi maklumat Saiko Shikikan (Panglima Tertinggi), bendera kita harus selalu didampingi bendera Matahari Terbit sebagai lambang sehidup semati dengan Dai Nippon. Juga suara rakyat yang melagukan Indonesia Raya mulai berdengung di berbagai tempat. Dan sebagai tanda suka cita, hampir setiap hari diadakan keramaian, seperti arak-arakan keliling kota, pertunjukan kesenian atau malam hiburan yang tidak ketinggalan membawa bendera Merah Putih, menyanyikan Indonesia Raya dan berbagai spanduk.

Karena peristiwa penting ini melibatkan soal bendera dan lagu kebangsaan, maka dalam waktu cepat Bung Karno telah membentuk kepanitiaan yang mengurus kedua hal tersebut. Pada tanggal 15 September dalam rapat yang dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara, telah diputuskan bahwa Sang Merah Putih akan menjadi lambang kedaulatan bangsa Indonesia, baik di dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan maupun dalam pergaulan dunia. Juga dalam lagu Indonesia Raya ada beberapa bait syairnya yang diubah. Kata mulia diganti merdeka, merdeka. Kedua keputusan ini secara resmi diumumkan dalam acara khusus di Gedung Kemidi (sekarang Gedung Kesenian Pasar Baru) pada tanggal 17 September jam 21.00. Dalam acara itu selain halaman dan ruang pertunjukan penuh dengan bendera kita, juga Indonesia Raya dengan syairnya yang baru telah dinyanyikan oleh paduan suara secara lengkap. Sebagai tindak lanjut dari keputusan itu, noot serta lirik lagu Indonesia Raya telah dimuat di semua media massa dan diperdengarkan berkali-kali di "Hosho Kanri Kyoku" (Radio Jepang).

Peristiwa yang tidak kalah meriahnya dalam menyambut hari yang penuh riwayat ini adalah sebuah pertunjukan sandiwara yang diselenggarakan oleh "Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa". Para pemainnya terdiri dari bintang top yang diambil dari 5 grup sandiwara yakni Aki Yugo, Raden Ismail dari "Warnasari", Fifi Young dari "Bintang Soerabaya", Masud Panji Anoma dan Ratna Asmara dari "Tjahaja Timoer", Slamet dari "Dewi Mada", dan Sukaesih dari "Noesantara". "Fajar Telah Menyingsing" demikian judul ceritanya yang digubah oleh Hinatsu Eitaro ini isinya hanya melukiskan para pemuda kita yang mendaftarkan menjadi Tentara "Peta". Dan sebagai daya tariknya telah dibumbui pula oleh adegan perkelahian dan konflik percintaan yang happy end. Namun yang penting, dalam adegan terakhir yang menggambarkan tatkala rakyat akan pergi ke sawah untuk memotong padi, mereka membawa bendera merah putih sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ketika pertunjukan pertamanya digelar di Jakarta di akhir September, Ibu Fatmawati, bersama "Empat Serangkai" Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K. H. Moh. Mansur telah berkenan untuk menyaksikannya. Dan pada saat lagu kebangsaan kita tengah diperdengarkan, keempat pemimpin bangsa kita ini berdiri dengan sikap tegap.

Dua kali ditipu

Dr. Abu Hanifah dalam bukunya "Tjita Tjita Perdjoangan" telah menyebutkan bahwa di masa penjajahan Jepang ada dua sikap terhadap Jepang yang dianut oleh bangsa kita. Pertama yang percaya akan tipu muslihat Jepang dan kedua adalah mereka yang disebut oleh Abu Hanifah: pura-pura pertjaja dan mengambil kesempatan seluas-luasnja buat mempersiapkan bangsa di muka hidung-mata tjuriga polisi Djepang, Kenpei tai jang terkutuk itu. Golongan yang disebut pertama inilah yang amat gembira, lega, dan menyambut hangat kedatangan Balatentara Dai Nippon, karena tamu yang tidak diundang itu mengucapkan janji manisnya: "Nippon Indonesia sama-sama". Golongan pertama ini semakin yakin akan itikad baik Jepang, karena dalam kitab undang-undang Nippon "Osamu Seirei" pasal 1 tercantum kalimat: Karena Balatentara Dai Nippon berkehendak memperbaiki nasib rakjat Indonesia jang sebangsa dan setoeroenan dengan bangsa Nippon dan djoega hendak mendirikan ketentraman jang tegoeh oentoek hidoep dan makmoer bersama-sama rakjat Indonesia atas dasar mempertahankan Asia Timoer Raja bersama-sama, maka dari itu Balatentara Dai Nippon melangsungkan pemerintahan Militer boeat sementara waktoe di daerah-daerah jang telah didoedoekinja, agar soepaya ada keamanan jang sentosa dengan segera.

Tetapi kepercayaan mereka terhadap Jepang hanya berlangsung satu-dua minggu saja. Masalahnya isi pasal 1 di atas secara terang-terangan telah dilanggar oleh Jepang sendiri. Dan kenyataannya Jepang tidak berbeda dengan penjajah Belanda. Sekitar dua tahun kemudian Jepang telah menawarkan lagi janji-janji yang tidak kalah manisnya, yakni "Kemerdekaan Indonesia". Boleh jadi fihak penguasa sudah taki-taki, apabila janji yang satu ini pun akan tidak dipercayai lagi oleh rakyat. Oleh karena itu untuk mengantisipasinya mereka segera memberikan penjelasan bahwa selain Indonesia, juga beberapa wilayah Asia lainnya yang diduduki Jepang telah dimerdekakan. Pembangoenan Negara Manchuria, lahirnja pemerintahan Tiongkok Kebangsaan, mendjadi merdekanja Birma dan Filipina, penyerahan daerah jang diduduki Balatentara Dai Nippon kepada Muangthai, mengizinkan kekoeasaan kepoelauan Andaman dan Nicobar jang didoedoeki Balatentara Dai Nippon kepada Pemerintah India Kebangsaan Sementara jang sedang teroes berdjoeang berani dengan darahnja sendiri menoedjoe kemerdekaan India dan Indonesia jang akan terwoedjoed di kemoedian hari .... "Asia oentoek Bangsa Asia". Begitulah yang digembar-gemborkan mereka lewat majalah "Djawa Baroe" Nov. 1944. Dan agar supaya pernyataan kemerdekaan ini tidak disebut sebagai "janji palsu", maka fihak Jepang telah menyebarkan sebuah keputusan bersama di antara rakyat Asia yang sebut "Maklumat Bersama Dari Asia Timur Raya". Maklumat yang terdiri dari 5 pasal itu, pada intinya menyuruh seribu juta rakyat Asia untuk bersatu membangun "Asia keluarga besar", dan "Asia yang satu" serta Dai Nippon sebagai pusatnya.

Sebagaimana halnya janji manis "Nippon-Indonesia sama sama", janji kemerdekaan ini pun pada mulanya telah disambut hangat oleh rakyat. Tetapi sampai awal tahun 1945, tampaknya tidak ada tanda-tanda ke arah itu. Kata-kata "di kemudian hari" akhirnya telah mereka sadari merupakan hal yang masih tidak jelas. Dan ketidakjelasan itu makin hari semakin terkuak. Dengan janji-janji itu sebenarnya Jepang cuma berupaya membujuk dan membesarkan hati rakyat agar supaya lebih giat sehidup semati dengan Nippon. Masalahnya sudah menjadi rahasia umum, bahwa sejak pertengahan tahun 1944, Jepang banyak menderita kekalahan di berbagai peperangan di wilayah Pasifik. Dan untuk mengatasinya, mereka pasti sangat membutuhkan bantuan dari rakyat jajahannya. Memang benar seperti ucapan Dr. Abu Hanifah, bahwa kata "di kemudian hari" itu adalah hari kemudian alias hari kiamat. Dengan kebohongan ini, maka selama masa penjajahan Jepang, Dai Nippon telah melakukan dua kali "penipuan yang spektakuler" terhadap bangsa kita.

Jepang meranjah Asia Timur

Membicarakan Jepang, tentunya tidak bisa dipisahkan dengan lahirnya sebuah bangsa di kawasan Asia yang kekuatannya bisa disejajarkan dengan negeri-negeri Barat. Tercatat dalam sejarah dunia, bahwa sejak awal abad 20, Jepang merupakan satu-satunya bangsa di Asia yang mampu mengalahkan supremasi Barat. Hal itu bisa dibuktikan dengan hancurnya armada Baltik yang dipimpin Laksamana Rojestvenski di Port Arthur pada tanggal 27 Mei 1904 oleh armada Nippon yang dipimpin Jenderal Togo. Artinya Jepang telah berhasil mengalahkan Rusia. Kemenangannya itu tentu saja telah menggemparkan dunia, terutama bangsa-bangsa Asia. Dengan rasa bangga pula tanggal tersebut telah dijadikan hari "Kemenangan Angkatan Laut" atau "Kaigun Kinenbi". Sejak itu bukan saja gengsi Jepang menjadi naik, namun juga telah menimbulkan dampak positif bagi bangsa-bangsa Asia pada umumnya. Het ontwaken van het Oosten atau Het ontwaken van de eewige slaapster (Bangunnya bangsa Timur dari tidurnya yang berabad-abad), demikian komentar orang-orang Belanda di tanah air kita terhadap keunggulan Jepang. Bahkan menurut komentar penulis Adiputra dalam artikelnya "Djepang dan Kita" (Majalah "Mimbar Indonesia" September 1953), kemenangan ini bukan sekadar menyangkut soal gengsi, namun juga telah menimbulkan inspirasi bagi bangsa Asia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan Barat. Sekitar 30 tahun kemudian, di masa bergolaknya Peran Dunia ke-II, Jepang masih tercatat sebagai negara terkuat di Asia bahkan di dunia. Buktinya hanya dalam beberapa bulan balatentaranya telah berhasil mengusir Inggris, Amerika, dan Belanda dari kawasan Asia Timur yang mereka jajah selama berabad-abad. Sekalipun pada akhirnya bertekuk lutut kepada Sekutu, namun Jepang masih bisa berbangga, karena tanah airnya tidak pernah dijajah Bangsa Barat.

Apa pasal Jepang mampu mengimbangi kekuatan Barat dan menjadi negara terkuat di Asia, menurut Ruslan Abdulgani dalam tulisannya "Nasionalisme" ("Mimbar Penerangan" September 1953) disebabkan rasa nasionalismenya dan khususnya dalam cara menghadapi intervensi negara Barat. Dalam tulisan itu telah diungkap bahwa Jepang merupakan satu-satunya negara di Asia, di samping Cina yang tidak mengalami secara langsung keruntuhan kepribadiannya baik dalam organisasi negaranya maupun bangsanya, seperti di lain-lain daerah di Asia. Pintu gerbang negara Jepang memang sempat didobrak secara paksa oleh Laksamana Amerika, Perry pada tahun 1853. Tetapi masuknya Imperialisme Barat ini tidak berpengaruh sedikit pun. Dengan kata lain Imperialisme Barat sama sekali tidak sempat mengubah struktur masyarakat Jepang. Bahkan cara menghadapinya bukan memusuhinya seperti negara-negara di Asia lainnya, melainkan dengan cara meniru Barat, mengambil alih segala kepandaian dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern yang dipunyai bangsa Barat. Dengan demikian sekitar 20-30 tahun kemudian dalam segala bidang, Jepang telah bisa disejajarkan dengan negara Eropah-Amerika. Dan khususnya kemajuannya dalam bidang industri, Jepang tentunya memerlukan pasaran serta daerah-daerah yang memiliki sumber bahan mentah. Oleh karena itu, lambat atau cepat, Jepang bisa menjadi ancaman bagi bangsa-bangsa Asia di sekitarnya dan merupakan saingan berat bagi negara-negara Imperialis lainnya. Buktinya di tahun 1894 Jepang sudah mulai menyerang Daratan Cina untuk merebut Korea. Demikian pula Rusia pada tahun 1904.

Boleh jadi karena semakin kuat akan tuntutannya itu, maka Jepang bertekad untuk menguasai dunia. Hal itu bisa terbaca dalam "Testamen Tanaka" yang ditulis tahun 1927. Sesuai dengan rencana Tanaka yang akan menyelesaikan cita-citanya dalam 10 tahun, maka di tahun 1930-an Jepang mulai menduduki daratan Cina. Apalagi di masa itu negerinya sendiri sudah mulai dilanda krisis ekonomi. Dalam artikel "Peringatan Perang di Pasifik" (majalah "Star Weekly" 18 Agustus 1946), disebutkan bahwa ada beberapa alasan mengapa Jepang meranjah daerah-daerah di Asia Timur. Pertama, karena perang melawan Cina yang berlangsung bertahun-tahun, tidak memperoleh hasil. Kedua, rakyatnya menuntut janji pemerintah yang katanya akan memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang di Asia Timur Raya. Ketiga, kehidupan rakyatnya sudah mulai sulit disebabkan harga barang yang membubung tinggi. Dalam keadaan panik karena terancam bangkrut, pemerintahnya tidak punya pilihan lain kecuali harus angkat senjata untuk menjajaki kekuatan Sekutu di Asia Selatan. Kendati "Testamen Tanaka" ini tidak sepenuhnya terlaksana, namun setidaknya Jepang berhasil mengusir Inggris, Amerika, dan Belanda dari wilayah Asia Selatan. Kemudian daerah-daerah bekas jajahan kaum Sekutu itu, mereka kuasai. Karena "Testamen Tanaka" pula, bangsa kita disengsarakan Balatentara Dai Nippon selama tiga setengah tahun.*** (Selesai)



Sumber: Pikiran Rakyat, 5 Mei 2002



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...