Langsung ke konten utama

Mencari Makna Kebangkitan Nasional II

Oleh Ki Supriyoko

Hari ini delapan tahun yang lalu atau tepatnya pada 20 Mei 1989, Presiden Soeharto memberikan amanat mengenai tujuan kebangkitan nasional. Dinyatakan oleh beliau bahwa apabila kebangkitan nasional pertama tahun 1908 bertujuan mendirikan negara kebangsaan yang didasarkan atas persatuan dan kesatuan maka tujuan kebangkitan nasional kedua nantinya (saat itu) adalah menempatkan negara dan bangsa Indonesia sejajar dengan negara dan bangsa lain yang sudah maju.

Apa yang diamanatkan Pak Harto tersebut sangatlah jelas bahwa tujuan kebangkitan nasional kedua mempunyai formulasi politis yang berbeda dengan tujuan kebangkitan nasional pertama. Hal ini memang bisa saja terjadi karena dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia telah mengalami pergeseran kontekstual atas medan perjuangannya. Di awal abad ke-20 atau pada era kebangkitan nasional pertama maka tantangan kultural bangsa Indonesia lebih terpusat pada masalah-masalah politis; sedang di akhir abad ke-20 ini atau pada era kebangkitan nasional kedua maka tantangan kultural bangsa Indonesia di samping tertumpu pada masalah politis juga terlengkapi pada masalah-masalah teknologi, budaya, dan ekonomi global.

Apakah artinya semua itu? Artinya bahwa kalau bangsa kita ingin maju sebagaimana yang diamanatkan oleh Presiden Soeharto maka di samping mempunyai kemampuan bersaing di bidang politik kita pun harus mempunyai kemampuan bersaing di bidang teknologi, budaya, dan ekonomi global. Tanpa memiliki agenda kemampuan ini maka jangan berharap bangsa kita akan sanggup berprestasi di forum internasional. Bahkan lebih daripada itu untuk sekadar "survive" pun rasanya perlu dihitung lagi dengan cermat.

Memang begitulah adanya; era kebangkitan nasional kedua yang tengah kita lalui sekarang ini memang mengandung berbagai tantangan yang spesifik dan penuh kompleksitas.

Tiga Makna

Secara politik sebenarnya pencandraan mengenai era kebangkitan nasional kedua telah tertuang dalam GBHN 1993 yang formulasinya sbb: "Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua merupakan masa kebangkitan nasional kedua bagi bangsa Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan semakin mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta semakin mengeloranya semangat kebangsaan untuk membangun bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju."

Dari formulasi politis tersebut ada tiga makna yang terkandung di dalamnya; yaitu (1) bangsa kita senantiasa tumbuh dan berkembang secara mandiri dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri, (2) semangat kebangsaan makin digelorakan untuk menyongsong kemajuan, dan (3) upaya terus menerus untuk menyejajarkan kehidupan dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju.

Bagi kita kemandirian merupakan sikap melepas segala ketergantungan dari pihak lain dalam berbagai bidang. Dalam arti yang lebih dinamis kemandirian berarti sikap untuk maju menurut kemampuan dan kekuatan sendiri. Bila kemajuan itu dapat diukur secara ekonomi, salah satunya, maka kemandirian itu berarti mengatur sistem perekonomian kita yang bertumpu pada kemampuan dan kekuatan kita sendiri (zelfbedruipings systeem). Tentunya dalam hal ini bukan berarti kita tidak boleh mengadakan kerja sama dengan bangsa lain.

Dalam era globalisasi sekarang ini tidak mungkin terhindari terjadinya perpaduan ekonomi (economical contact) antarbangsa atau antarkelompok pelaku ekonomi. Selanjutnya terjadilah kemudian apa yang disebut dengan borderless economy, yaitu sistem perekonomian yang tak bisa lagi mengenal batas-batas negara, bangsa, dan para pelaku ekonomi itu sendiri. Di dalam keadaan yang seperti ini maka keputusan ekonomi suatu kelompok sangat tergantung pada keputusan ekonomi kelompok yang lainnya. Di dalam keadaan seperti ini pula kemandirian itu lebih diperlukan karena tanpa kemandirian maka keputusan ekonomi suatu bangsa akan sangat mudah "dilarutkan" oleh bangsa yang lain.

Secara politik-kultural kemandirian itu bermaknakan keberanian suatu bangsa untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dicita-citakan (zelfbeschikkingsrecht). Bagi bangsa Indonesia kemerdekaan bukanlah sekadar cita-cita akan tetapi merupakan media untuk mencapai cita-cita, sedangkan pembangunan bukanlah tujuan tetapi merupakan metode untuk merealisasi tujuan. Bagi kita bangsa Indonesia maka perilaku kemandirian ini senantiasa dilandasi dengan semangat kebangsaan untuk mempersatupadukan bangsa dan tanah air kita. Semangat kebangsaan ini merupakan kehendak yang memberi dorongan kuat untuk berkarya demi kepentingan bangsa.

Sudah barang tentu semangat kebangsaan tersebut tidaklah dapat dilepaskan dengan faham dan rasa kebangsaan. Kalau faham kebangsaan merupakan ajaran hidup tentang sikap dan perilaku bangsa yang mendasarkan diri pada pandangan hidup, ideologi, dan falsafah dasar bangsa maka rasa kebangsaan lebih merupakan nilai moral yang telah menjadi bagian hidup dari setiap insan anggota bangsa. Faham dan rasa kebangsaan ini bila berpadu akan menjadi norma kultural bangsa yang pada saatnya akan menjadi jati diri bangsa. Semangat kebangsaan merupakan kehendak berkarya yang didasarkan pada normal kultural dan/atau jati diri bangsa.

Masalah Kualitas

Berupaya terus untuk mensejajarkan diri dengan bangsa lain merupakan makna ketiga atas kebangkitan nasional kedua. Kiranya kita sependapat bahwa kita bisa menjadi bangsa yang besar dan berwibawa hanya kalau kita sudah bisa mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Sebenarnya makna ketiga tersebut bersarikan peningkatan kualitas bangsa. Kita harus senantiasa melakukan peningkatan kualitas di segala bidang agar kita "diperhitungkan" oleh bangsa lain. Kita harus jujur mengakui banyaknya kemajuan yang telah dicapai selama meniti masa Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama; tetapi di balik itu kita pun juga harus jujur mengakui bahwa sampai sekarang ini kita masih tertinggal oleh bangsa lain dalam banyak hal.

Di bidang pendidikan misalnya. Sampai saat ini angka pelayanan pendidikan bagi siswa SLTP kita, istilahnya angka partisipasi, baru mencapai sekitar angka 55%, artinya baru 55 dari setiap 100 anak usia SLTP (13-15 tahun) yang sudah mendapat pelayanan pendidikan dan yang lain entah bagaimana nasibnya, padahal angka sebesar itu sudah dicapai oleh negara tetangga kita Malaysia sekitar 15 tahun yang lalu. Sembilan atau sepuluh tahun yang lalu, tahun 1986/1987, angka serupa yang dicapai Hongkong sudah berkisar 85%, Korea Selatan sebesar 88%, dan Singapura sebesar 95%. 

Masih di bidang pendidikan sampai sekarang ini kita masih lebih banyak mengirim anak-anak belajar ke luar negeri untuk mempelajari ilmu di "seberang" daripada menerima anak-anak mancanegara yang belajar pada kita. Sekadar ilustrasi kuantitatif anak-anak Indonesia yang belajar di Australia lebih dari 10.000 orang, sedangkan anak-anak Australia yang belajar di negara kita tak lebih dari 1.000 orang. Keadaan ini menandakan bahwa perkembangan pendidikan kita masih berada di belakang negara tetangga kita tersebut. 

Bagaimana dengan kesehatan? Meski angka mortalitas (mortality rate) kita lebih baik dibandingkan beberapa negara berkembang pada umumnya akan tetapi masih tergolong "perlu dipacu" bila dibandingkan dengan angka di negara-negara maju. Begitu pula halnya dengan angka harapan hidup yang meskipun mengalami kemajuan akan tetapi masih jauh dari optimal. Apabila rata-rata angka harapan hidup kita (tahun 1994) baru mencapai 66,4 tahun maka negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunai sudah di atas 70 tahun. Inilah realitas sosial yang terjadi. Menurut data tahun 1992 rata-rata angka harapan hidup di Singapura bahkan sudah mencapai 74,2 tahun dan di Brunai sudah mencapai 74,0 tahun.

Pembangunan pada bidang keluarga berencana (KB) di Indonesia secara objektif memang memadai, tetapi juga belum optimal. USAID pernah mengklasifikasi kemajuan bidang KB menjadi lima fase mulai dari fase yang belum maju sampai fase yang sudah maju; yaitu fase pemunculan (emergent stage), fase penyemarakan (launch stage), fase pertumbuhan (growth stage), fase penguatan (consolidation stage), dan fase pematangan (mature stage). Ternyata pencapaian fase pematangan di Indonesia berjalan lebih lamban dibandingkan Brasil, Mexico, dan Thailand.

Di bidang ekonomi kita termasuk negara yang "cerah" di Kawasan Asia Timur tetapi masih berada jauh di bawah Jepang. Bank Dunia memposisikan Jepang di urutan teratas pada kelompok High Performing Asian Economies; menyusul kemudian empat negara "Macan Asia" yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Indonesia bersama Malaysia dan Thailand berada pada peringkat di bawahnya dalam kelompok The Newly Industrializing Economies. Memang baik, tetapi masih belum optimal.

Dari ilustrasi tersebut jelaslah kita masih tertinggal di berbagai bidang oleh negara-negara lain; maka sangat tepat adanya bila GBHN mengamanatkan kepada kita semua untuk mengarungi era kebangkitan nasional kedua ini dengan mengejar kemajuan agar bisa mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju! 

(Dr Ki Supriyoko, M. Pd
Ketua Pendidikan dan Kebudayaan Majelis Luhur Tamansiswa dan peneliti masalah-masalah sosial dan pendidikan).



Sumber: Tidak diketahui, Tanpa tanggal



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa ( nation ) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa ( nation ) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetu...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...