Langsung ke konten utama

Mengenang Peristiwa 8 Desember 1941 (II - Habis): Pengantar Surat Membawa Petaka

Oleh HARYADI SUADI

KETIKA langit di ufuk timur mulai terang yang menandakan matahari akan segera muncul, destroyer "Ward" masih terus melakukan tugasnya. Tiba-tiba di suatu tempat awak kapal patroli ini melihat sebuah tiang kapal selam muncul ke permukaan air. Pada saat itu mereka yakin bahwa mereka tidak "salah lihat" lagi. Di hadapan mereka benar-benar ada sebuah kapal selam tidak dikenal. Tanpa berpikir panjang lagi, awak kapal "Ward" langsung mengejar kapal itu sambil terus memberondongnya dengan tembakan meriam. Sebuah kapal terbang Amerika yang diberi tahu tentang munculnya kapal misterius ini, juga telah turut menyerangnya.

Peristiwa penuh ketegangan yang berlangsung hanya beberapa menit itu, kemudian dilaporkan kepada atasannya yang berada di Pearl Harbor. Para pejabat tinggi militer yang memperoleh laporan ini, bukan saja terkejut, tetapi juga merasa heran. Seperti halnya peristiwa "munculnya periskop", hadirnya kapal selam misterius ini juga tidak bisa mereka pecahkan. Mungkinkah sebuah kapal selam musuh telah begitu berani memasuki perairan yang terlarang? Atau benda itu cuma sebuah pelampung yang mirip kapal selam. Atau mungkin juga, kapal selam yang mereka tembaki itu sesungguhnya milik Amerika? Begitulah beberapa pertanyaan telah muncul yang oleh mereka sendiri tidak bisa dijawab. Oleh karena itu kasus ini pun terpaksa ditangguhkan penyelidikannya.

Sementara peristiwa "kapal selam misterius" ini masih terkatung-katung, beberapa menit kemudian terjadi lagi peristiwa yang lebih membingungkan. Pada saat itu jam menunjukkan pukul 7.00 tepat waktu setempat. Para pengawas yang bertugas di stasiun radar di Kota Opana telah melihat "bayangan yang sangat besar" pada layar radarnya. Mereka tertegun sejenak, karena selama ini mereka tidak pernah menyaksikan pemandangan seperti itu. Bahkan mereka menyangka pesawat mengalami kerusakan.

Setelah diselidiki, akhirnya mereka memperkirakan bahwa "bayangan besar" itu adalah segerombolan pesawat terbang yang sedang menuju Pearl Harbor. Dalam keadaan panik, mereka segera melaporkannya ke bagian penerangan. Tetapi semua petugas penerangan pada saat itu sedang melakukan sarapan pagi. Yang ada cuma seorang letnan muda yang tidak tahu menahu tentang pesawat radar.

"Kalian harap tetap tenang. Pesawat terbang itu, kan milik Amerika," begitulah si letnan muda menjawab dengan santai.

Pada saat para petugas radar melihat "bayangan ajaib" itu, memang Jepang sedang mengirim 353 pesawat terbangnya yang ditugaskan untuk menghancurkan benteng musuh. Pada waktu yang sama, armadanya sudah berada di sebuah tempat yang berjarak 92 mil ke arah sasaran. Kemudian pada pukul 07.55 ke-353 pesawat pembom Jepang yang sempat tertangkap radar Amerika itu, sudah berada di atas Pearl Harbor. Dan detik-detik selanjutnya terjadilah pemboman yang amat dahsyat. Barangkali paling dahsyat dalam sejarah "Perang Dunia ke-2" yang terjadi di belahan dunia sebelah timur.

Karena persiapan yang saksama, Jepang hanya memerlukan waktu dua jam untuk melumpuhkan benteng pertahanan Amerika ini. Dan tentu saja pihak Amerika benar-benar tidak berkutik. Sebab sebelum mereka sempat mempertahankan diri, Jepang terlebih dahulu menjatuhkan ribuan bom secara terus menerus selama dua jam. Dan sesuai dengan rencana, kapal-kapal Amerika yang tidak kena sasaran peluru Jepang, telah dihantam langsung oleh pasukan Jibakutai dan "torpedo berjiwa".

Sekitar pukul 10.00 serangan pun dihentikan. Pesawat terbang Jepang yang selamat segera memutar haluan menuju pangkalannya. Dalam pada itu langit di atas Pearl Harbor yang pada Minggu pagi itu semula dalam keadaan cerah, tiba-tiba berubah menjadi gelap. Asap hitam bergumpal-gumpal memenuhi udara. Pada saat itu seluruh kompleks pelabuhan Pearl Harbor tampak laksana lautan api.

Tidak bisa disangkal lagi, bahwa dalam serangan yang bersandi "Niitake Yama Noboru" itu, pihak Amerika menderita kerugian jiwa maupun materi yang amat besar. Dalam waktu sesingkat itu, angkatan perangnya telah kehilangan personelnya sebanyak 3.300 orang dan sekitar 1.300 orang menderita luka berat dan ringan.

Boleh dikata semua peralatan perangnya mengalami kerusakan yang sangat parah. Dari delapan buah kapal yang mereka miliki, lima buah telah dikirim ke dasar laut. Sisanya mengalami rusak berat. Juga tiga kapal pemburu torpedo serta sebuah galangan kapal telah ditenggelamkan.

Kemudian pesawat terbangnya yang berjumlah 475 buah, hanya tinggal 50 buah yang masih berfungsi. Sedang enam buah lapang terbang yang berada di Kota Oahu telah diobrak-abrik pula. Namun, di pihak Jepang pun ternyata tidak luput dari kerugian jiwa dan peralatan perangnya. Mereka telah kehilangan 55 orang prajuritnya dan 24 pesawat terbangnya tidak kembali ke pangkalan alias hilang.

Amerika ceroboh dan teledor

Kemenangan yang telak ini, tentu saja Jepang menjadi pusat perhatian dunia. Operasi "memukul dari belakang" yang berhasil memuaskan itu, telah mengangkat kembali nama Jepang menjadi negara terkuat di Asia. Namun sebaliknya, kemenangannya itu tidak membuat bangga bangsa-bangsa Asia. Bahkan mereka mulai membencinya dan merasa terancam. Karena lambat atau cepat mereka pasti kena giliran menjadi korban kezaliman tentara Jepang. Tetapi terlepas dari hal itu, keberanian tentara Dai Nippon pada masa itu, telah memperoleh acungan jempol baik dari pihak lawan maupun kawan. Hal ini telah diakui pula oleh para pengamat serta penulis sejarah perang dari dahulu sampai sekarang.

Namun pada tahun 1950, tiba-tiba pihak Amerika mempertanyakan, apakah Jepang dalam peristiwa Pearl Harbor ini, memang benar-benar hebat. Boleh jadi terdorong oleh rasa penasaran, Amerika pada waktu itu mencoba untuk mengusut dan mengungkit kembali peristiwa tersebut.

Pendapat Negeri Paman Sam yang kemudian ditulis dalam majalah "Reader's Digest" Desember 1955 itu, lebih cenderung, bahwa kemenangan Jepang atas Pearl Harbor hanya karena "bernasib baik". Dalam peristiwa itu, pihak Amerika memang mengakui tentang kelalaiannya dalam menjaga benteng pertahanannya di kepulauan Hawaii tersebut. Dengan kata lain Amerika pada saat itu terlalu santai dan lengah. Kelengahannya itu, menurut majalah tersebut, adalah disebabkan tidak pekanya terhadap "peristiwa-peristiwa yang tidak terpecahkan" yang terjadi beberapa saat sebelum pemboman terhadap Pearl Harbor.

Seperti telah diceritakan di muka, bahwa sebelum malapetaka menimpa Pearl Harbor, telah terjadi empat peristiwa yang "penuh teka teki". Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam waktu berdekatan itu, dimulai dengan laporan FBI yang telah menyadap percakapan misterius lewat telepon. Kemudian dilanjutkan dengan berita tentang munculnya periskop dan tiang kapal selam di perairan Pearl Harbor. Dan akhirnya beberapa menit sebelum bom-bom Jepang menghantam Pearl Harbor, 353 pesawat terbang musuh "lolos" dari penglihatan para petugas stasiun radar. Peristiwa yang disebut terakhir inilah, merupakan kesalahan yang amat memalukan. Pasalnya pesawat terbang Jepang yang sudah berada di muka hidung Amerika, dan sudah tertangkap oleh radar, tidak mereka laporkan kepada atasannya. Bahkan oleh seorang petugas bagian penerangan yang seharusnya meneruskan berita itu ke kantor pusat, telah di-cut dengan menjawab: "Pesawat terbang itu milik Amerika ...."

Gara-gara tukang pengantar surat yang teledor

Lebih lanjut "Reader's Digest" menambahkan, bahwa sebenarnya ada satu lagi keteledoran Amerika yang telah mengakibatkan Pearl Harbor menjadi lautan api. Peristiwa ini tampaknya sepele, yakni gara-gara seorang tukang pengantar surat terlambat menyampaikan sepucuk surat kepada Komandan Jenderal di Pearl Harbor. Bagaimana kisah keteledoran yang "tidak bisa dimaafkan" itu, telah dikisahkan oleh majalah "Reader's Digest" sebagai berikut.

Pagi itu pukul 07.30 (25 menit sebelum malapetaka menimpa Pearl Harbor), seorang tukang pengantar surat bernama Tadao Fushimaki meninggalkan kantor RCA di Honolulu. Saat itu dia ditugasi mengantar sepucuk surat kepada Komandan Jenderal yang bermarkas di Pearl Harbor. Karena surat itu tampaknya tidak penting, maka Pak Tadao pergi menuju Pearl Harbor menaiki sepeda motornya dengan santai. Di tengah perjalanan dia sempat berhenti dan berbincang-bincang dengan kawannya. Setelah itu dia baru memasuki kantor sang Jenderal Komandan.

Tidak diceritakan, apakah surat itu sampai ke alamat. Yang jelas surat itu merupakan surat yang amat penting dan top secret. Sebab pengirimnya adalah pucuk pimpinan tertinggi Angkatan Perang Amerika Serikat Jenderal George Marshall yang berkedudukan di Washington.

Isi surat itu antara lain menginformasikan, bahwa kemungkinan besar dalam waktu dekat, Jepang akan "berbuat sesuatu" terhadap pangkalan militer Amerika di kawasan Pasifik. Perkiraan ini merupakan firasat Jenderal Marshall yang timbul setelah pemerintah Jepang berniat memutuskan hubungan diplomatiknya dengan pihak Amerika, beberapa waktu sebelumnya. Oleh karena itu pada saat itu juga, yakni pada pukul 22.30 waktu Amerika atau pukul 06.00 pagi waktu Honolulu, Jenderal ini secepatnya mengirim kawat ke Pearl Harbor. Karena khawatir disadap Jepang, maka dia sengaja tidak menggunakan pesawat telepon. Kawat itu baru sampai ke kantor RCA Honolulu satu setengah jam kemudian. Dan seperti telah diungkapkan di atas, bahwa lantaran ulah Pak Tadao, surat yang sangat penting itu baru sampai ke alamat pada pukul 07.55. Dan konon demikian si tukang pengantar surat ini keluar meninggalkan markas Komandan Jenderal, tiba-tiba terdengarlah suara dentuman yang menggelegar amat dahsyat yang diiringi raungan 353 pesawat pembom Jepang.

Begitulah beberapa tindakan Amerika yang ceroboh dan teledor, tatkala menghadapi serangan mendadak Jepang, itulah sebabnya pihak Amerika berani menyimpulkan, bahwa kemenangan Jepang hanyalah karena faktor kebetulan dan bernasib baik saja.

Namun apa pun yang terjadi, yang pasti tentara Dai Nippon telah berhasil melumpuhkan pangkalan militer Amerika di kawasan Pasifik. Ini artinya Jepang telah berhasil mendobrak pintu menuju Asia Selatan. Dan akhirnya Laksamana Isoraku Yamamoto yang berpendapat bahwa sebelum menyerang Asia Selatan dan Pasifik, lumpuhkan dahulu Pearl Harbor, memang telah terbukti. Sebab tiga bulan kemudian, sesuai dengan rencana, balatentara Dai Nippon telah berhasil merebut Semenanjung Malaysia, Singapura, Filipina, dan Indonesia.

Dengan terjadinya peristiwa Pearl Harbor ini pula, Jepang telah turut menyulut api "Perang Dunia" ke-2 yang meletus di belahan dunia sebelah Timur.***



Sumber: Pikiran Rakyat, 7(?) Desember 1994



Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api (1) Pihak Inggris dengan "Operation Sam" Hendak Menyatukan Kembali Kota Bandung

Oleh H. ATJE BASTAMAN SEBAGAI seorang yang ditakdirkan bersama ratus ribu rakyat Bandung yang mengalami peristiwa Bandung Lautan Api, berputarlah rekaman kenangan saya: Dentuman-dentuman dahsyat menggelegar menggetarkan rumah dan tanah. Kobaran api kebakaran meluas dan menyilaukan. Khalayak ramai mulai meninggalkan Bandung. Pilu melihat keikhlasan mereka turut melaksanakan siasat "Bumi Hangus". Almarhum Sutoko waktu itu adalah Kepala Pembelaan MP 3 (Majelis Persatuan Perdjoangan Priangan) dalam buku "Setahoen Peristiwa Bandoeng" menulis: "Soenggoeh soeatu tragedi jang hebat. Di setiap pelosok Kota Bandoeng api menyala, berombak-ombak beriak membadai angin di sekitar kebakaran, menioepkan api jang melambai-lambai, menegakkan boeloe roma. Menjedihkan!" Rakyat mengungsi Ratusan ribu jiwa meninggalkan rumah mereka di tengah malam buta, menjauhi kobaran api yang tinggi menjolak merah laksana fajar yang baru terbit. Di sepanjang jalan ke lua

Soetatmo-Tjipto: Nasionalisme Kultural dan Nasionalisme Hindia

Oleh Fachry Ali PADA tahun 1918 pemerintahan kolonial mendirikan Volksraad  (Dewan Rakyat). Pendirian dewan itu merupakan suatu gejala baru dalam sistem politik kolonial, dan karena itu menjadi suatu kejadian yang penting. Dalam kesempatan itulah timbul persoalan baru di kalangan kaum nasionalis untuk kembali menilai setting  politik pergerakan mereka, baik dari konteks kultural, maupun dalam konteks politik yang lebih luas. Mungkin, didorong oleh suasana inilah timbul perdebatan hangat antara Soetatmo Soerjokoesoemo, seorang pemimpin Comittee voor het Javaansche Nationalisme  (Komite Nasionalisme Jawa) dengan Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, seorang pemimpin nasionalis radikal, tentang lingkup nasionalisme anak negeri di masa depan. Perdebatan tentang pilihan antara nasionalisme kultural di satu pihak dengan nasionalisme Hindia di pihak lainnya ini, bukanlah yang pertama dan yang terakhir. Sebab sebelumnya, dalam Kongres Pertama Boedi Oetomo (1908) di Yogyakarta, nada perdebatan yang sama j

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang bes

Dr Tjipto Mangoenkoesoemo Tidak Sempat Rasakan "Kemerdekaan"

Bagi masyarakat Ambarawa, ada rasa bangga karena hadirnya Monumen Palagan dan Museum Isdiman. Monumen itu mengingatkan pada peristiwa 15 Desember 1945, saat di Ambarawa ini terjadi suatu palagan yang telah mencatat kemenangan gemilang melawan tentara kolonial Belanda. Dan rasa kebanggaan itu juga karena di Ambarawa inilah terdapat makam pahlawan dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Untuk mencapai makam ini, tidaklah sulit. Banyak orang mengetahui. Di samping itu di Jalan Sudirman terdapat papan petunjuk. Pagi itu, ketika penulis tiba di kompleks pemakaman di kampung Kupang, keadaan di sekitar sepi. Penulis juga agak ragu kalau makam dr Tjipto itu berada di antara makam orang kebanyakan. Tapi keragu-raguan itu segera hilang sebab kenyataannya memang demikian. Kompleks pemakaman itu terbagi menjadi dua, yakni untuk orang kebanyakan, dan khusus famili dr Tjipto yang dibatasi dengan pintu besi. Makam dr Tjipto pun mudah dikenali karena bentuknya paling menonjol di antara makam-makam lainnya. Sepasan