Langsung ke konten utama

Mengenang Peristiwa 8 Desember 1941 (I): Pearl Harbor Digempur Saat Tentara Amerika Pesta Pora

Oleh HARYADI SUADI

Djepang itu naga pembawa bencana dengan keserakahan untuk mentjaplok dalam waktu jang tidak lama lagi akan terdjun ke dalam peperangan buas jang membahajakan dan keselamatan bangsa Asia dalam perlombaan melawan barat .... "Saudara-saudara, waktunja sudah dekat, di saat mana air biru samudra Pasifik akan menjadi korban berdarah jang tidak tandingnja di dalam sedjarah."

("Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia" oleh Cindy Adams)

DI awal tahun 1941, telah tersebar berita di tanah air kita, bahwa sebentar lagi tentara Dai Nippon akan datang ke Indonesia. Dikatakan lewat radio propagandanya yang disiarkan dari Tokio, bahwa datangnya Tentara Nippon ini bertujuan hendak mengusir penjajah Belanda dan sekaligus memerdekakan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, menurut radio tersebut, Jepang datang bukan sebagai musuh, tetapi sebagai "saudara tua" yang akan menolong "saudara mudanya". Dan untuk meyakinkan bangsa kita, maka dari radio itu sering didengungkan lagu Indonesia Raya dan kata-kata: "Hidup Asia", "Nippon-Indonesia sama-sama" dsb.

Berita itu ternyata bukan sekadar desas-desus belaka. Namun memang pada saat itu Jepang sedang menyusun kekuatan angkatan perangnya untuk menyerbu wilayah Asia Selatan dan Pasifik. Bahkan menurut Laksamana Isoraku Yamamoto, yang pada masa itu menjabat sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Nippon, tentaranya sudah siap untuk menyerang Asia. Lebih lanjut dikatakan, bahwa menyerang wilayah Asia Pasifik ini, sesungguhnya tidak begitu sulit. Namun menghadapi kubu pertahanan Amerika Serikat yang ditempatkan di Pearl Harbor di Kepulauan Hawaii, agaknya Jepang harus memperhitungkannya dengan saksama. Sebab di situ Amerika telah menempatkan benteng yang kekuatannya tidak boleh dianggap enteng. Sejumlah kapal induk, kapal perusak, pesawat terbang, beserta tentaranya telah disiagakan di benteng itu. Jadi Jepang bergerak niscaya semua persenjataan Amerika akan diarahkan kepada mereka. Dengan kata lain Pearl Harbor merupakan ancaman besar bagi terlaksananya cita-cita Dai Nippon itu.

Oleh karena itu, tiada jalan lain, Jepang mesti terlebih dahulu melumpuhkan benteng pertahanan tersebut. "Memukul dari belakang dengan mendadak" adalah cara yang paling tepat untuk menggempur Pearl Harbor, demikian pendapat Laksamana Yamamoto. Itulah sebabnya kendati angkatan perangnya sudah siap tempur, mereka tidak tergesa-gesa untuk melakukan penyerangan.

Gagasan Yamamoto ini, kemudian dibicarakan bersama stafnya, seperti Laksamana Muda Tayiro Onishi dan Komandan Gendo seorang penerbang muda tetapi sudah banyak pengalamannya. Dari pembicaraan itu telah diputuskan antara lain, bahwa serangan mendadak ini mereka telah menetapkan sandinya, yakni: "Niitake Yama No Boru" atau "Dakilah Gunung Niitake".

Dalam pembicaraan selanjutnya telah dirumuskan pula, bahwa seandainya operasi ini berhasil, mereka akan melanjutkan serangannya ke wilayah Semenanjung Malaysia, Singapur, Filipina, Indonesia sampai ke benua Australia.

Setelah rencana tersebut disetujui berbagai pihak, maka pada tanggal 15 September 1941, latihan-latihan pun segera dimulai. Untuk menjaga agar tetap rahasia, maka segala kegiatannya dipusatkan di Teluk Tankan di Kepulauan Kurillen. Kepulauan ini memang cocok untuk melakukan latihan yang bersifat rahasia, karena letaknya terpencil di sebelah utara Kepulauan Jepang. Jaraknya pun cukup jauh dari Honolulu, yakni 7.000 mil. Selain itu, Teluk Tankan juga digunakan untuk menyembunyikan kapal induk "Akagi" yang konon merupakan kapal induk yang paling besar di dunia. Begitu pula kapal penempur sebanyak 33 buah sudah disiapsiagakan di tempat yang sama.

Di tempat itulah selama beberapa tahun, sejumlah tentara, para penerbang dan awak kapal telah dilatih dengan sangat ketat. Yang menarik dalam latihan itu, adalah munculnya pasukan berani mati yang terkenal dengan sebutan Jibakutai. Pasukan ini terdiri dari para pilot pesawat terbang dan pengemudi torpedo atau "torpedo berjiwa".

Tugas para Jibakutai ini adalah menabrakkan pesawat terbangnya (yang sudah diisi bahan peledak) ke arah kapal-kapal Amerika yang terhindar dari ancaman bom Jepang. Demikian pula halnya dengan 'torpedo berjiwa' yang dikemudikan oleh dua orang pilot itu. Dengan cara demikian, maka sudah bisa dipastikan, bahwa serangan yang dilakukan pasukan istimewa ini, tidak mungkin meleset.

"Taiyo Maru" memata-matai Honolulu

Sementara latihan terus dilakukan secara intensif, pada bulan Oktober Yamamoto memerintahkan kepada Letnan Komandan Suguru Suzuki untuk berlayar ke Honolulu dengan menggunakan kapal "Taiyo Maru". Maksud dari pelayaran ini adalah untuk menyelidiki route antara Jepang dan Honolulu, sambil memata-matai kota tersebut. Karena hubungan Jepang-Amerika pada masa itu masih berjalan dengan normal, maka kedatangan kapal Jepang itu tidak dicurigai. Bahkan "Taiyo Maru" yang berlabuh di pelabuhan Honolulu, telah dikunjungi oleh penduduk setempat.

Misi Komandan Suzuki ini, ternyata telah berjalan dengan mulus serta berhasil memperoleh berbagai informasi yang diperlukan. Komandan ini telah melaporkan hasil pelayarannya yang cukup lengkap, seperti arah angin, tekanan udara, kekuatan arus dan keadaan gelombang. Dilaporkan pula, bahwa rute yang dia lewati merupakan jalur yang sepi. Daerah itu hampir tidak dilewati oleh kapal, karena gelombangnya terlalu besar. Begitu juga pelabuhan tempat kapal-kapal perang Amerika diparkir, telah dilaporkan secara rinci.

Hasil pantauan Suzuki ini demikian lengkap, sehingga kebiasaan tentara Amerika di Honolulu yang suka berpesta dansa sampai larut malam pada malam Minggu, juga telah dia laporkan. Dan satu lagi informasi yang sangat penting, yakni foto Pearl Harbor yang diambil dari udara. Foto itu telah memberi petunjuk yang lebih jelas, bagaimana serangan mendadak ini seharusnya dilakukan.

Setelah menerima laporan-laporan dari Suzuki serta para agen rahasianya yang disebar di sekitar Honolulu dan Pearl Harbor, Yamamoto kemudian memutuskan bahwa operasi "Niitake Yama Noboru" akan dilaksanakan pada tanggal 7 Desember (di Indonesia tanggal 8) hari Minggu pagi. Mereka telah memilih hari Minggu pagi, karena pada saat itu tentara Amerika masih tertidur setelah pesta dansa semalam suntuk.

Sebelum kapal-kapal beserta awaknya diberangkatkan ke Honolulu, Laksamana Yamamoto terlebih dahulu mengucapkan pidato singkatnya yang maksudnya untuk menggelorakan semangat juang balatentaranya. Pagi itu tanggal 28 November, dengan suara yang menggema, Yamamoto mengucapkan pidatonya yang antara lain berbunyi sebagai berikut: ".... Kini telah tiba saatnya ... timbul tenggelamnya negeri kita, kini sedang dipertaruhkan ...."

Kemudian bendera "Z" dikibarkan di udara. Bendera "Z" adalah lambang kemenangan Dai Nippon terhadap supremasi bangsa Barat. Pada waktu itu, tahun 1905, Jenderal Togo telah berhasil mengalahkan armada Rusia yang dipimpin oleh Laksamana Rojesvenski di Port Arthur. Sebagai tanda kemenangannya itu, Jenderal Togo dengan bangga mengibarkan bendera tersebut.

Dengan dikibarkannya bendera "Z" itu oleh Yamamoto seolah-olah Laksamana ini telah meyakinkan kepada temannya, bahwa kemenangan melawan kekuatan Amerika, sudah berada di tangan Dai Nippon.

Pada hari itu juga, secara rahasia kapal induk "Akagi" yang dipimpin Laksamana Muda Nagumo, mulai bergerak ke arah Kepulauan Hawaii. "Akagi" yang berada di posisi paling depan, diikuti oleh 6 buah kapal induk, 2 kapal penempur, 9 kapal perusak dan 3 kapal penjelajah. Sementara itu 28 kapal selam termasuk sejumlah 'torpedo berjiwa', telah diberangkatkan lebih awal.

Tanggal 6 Desember malam, armada ini sudah berada 300 mil sebelah utara Pearl Harbor. Keesokan harinya tanggal 7 jam 6.00 pagi waktu setempat, 353 buah kapal terbang mulai diluncurkan dari kapal induk. Kapal terbang yang masing-masing sudah dibekali bom dan torpedo itu melayang dengan tenang menuju sasarannya.

Pembicaraan telepon yang mencurigakan

Bagaimana keadaan kota yang sebentar lagi akan mengalami malapetaka itu, ternyata dalam keadaan aman dan damai. Kota Honolulu beserta kota-kota lainnya di pagi Minggu itu tampak cerah dan tenang. Di mana-mana kelihatan tidak ada kegiatan. Di stasiun radar di Kota Opana, cuma ada dua orang yang bertugas. Yang lainnya boleh jadi masih bermalas-malas di rumahnya.

Dalam pada itu radio Honolulu asyik menyiarkan acara hiburan di pagi hari yang memperdendangkan lagu-lagu gembira. Siaran ini sempat ditangkap oleh pesawat radio yang berada di kapal induk "Akagi". Dari siaran tersebut, pihak Jepang memperkirakan, bahwa keadaan Kota Honolulu memang dalam keadaan tenang. Seandainya pihak Amerika mengetahui rencana penyerangan Jepang ini, tentunya radio tidak akan menyiarkan acara yang mengalunkan lagu-lagu gembira.

Tetapi di balik ketenangan itu, ada seorang perwira berpangkat kolonel yang merasa gelisah. Pasalnya George Bicknell, demikian nama sang Kolonel, pada tanggal 6 Desember pukul 18.30, yang pada saat itu armada Jepang sudah tinggal 500 mil lagi menuju sasaran, menerima berita rahasia yang sangat mencurigakan. Berita itu mengatakan, bahwa pihak FBI beberapa hari sebelumnya, telah berhasil menguping sebuah percakapan lewat telepon antara Tokio-Honolulu. Percakapan yang menggunakan bahasa Jepang itu, kurang lebih berbunyi sebagai berkut:

"Bagaimana keadaan kota ini mengenai kapal terbang, cuaca dan lampu sorotnya? Dan bagaimana tentang bunga-bunganya?" demikian tanya seseorang dari Tokio. Kemudian dijawab dari Honolulu: "Soal bunga tidak begitu banyak. Yang mekar cuma bunga biscus dan poinsetia."

Pembicaraan yang aneh itu tentu saja telah menimbulkan kecurigaan pihak FBI maupun Kolonel Bicknell. Sebagai Kepala Bagian Intelijen di Honolulu, Bicknell segera mengontak Letjen Walter Scot, Komandan tertinggi di Pearl Harbor. Selama beberapa jam mereka bersama stafnya telah menganalisis pembicaraannya yang misterius itu. Namun hasil analisisnya tidak memuaskan. Mereka cuma bisa menduga, bahwa percakapan tersebut dilakukan oleh pemerintah Tokio bersama agen rahasianya yang berada di Honolulu. Sedangkan kata "bunga" menurut mereka bisa saja merupakan sebuah sandi. Karena kesimpulan akhir belum juga ditemukan, maka penyelidikan mereka akan dilanjutkan keesokan harinya.

Pada pukul 03.42 tengah malam tanggal 6 Desember, muncul lagi berita yang cukup mengejutkan. Katanya beberapa awak kapal penyapu ranjau "Condor" telah melihat sebuah periskop dari kapal selam yang muncul di perairan Pearl Harbor. Berita itu kemudian dengan cepat disampaikan kepada destroyer "Ward", lewat lampu sinyal. "Ward" berkeliling sekitar pelabuhan sambil mengadakan pengecekan dengan saksama. Namun sejauh itu mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.

Hasil penyelidikan itu, oleh "Ward" disampaikan lagi kepada "Condor", sambil menambahkan bahwa boleh jadi awak kapal destroyer itu telah 'salah lihat'. 'Condor' percaya terhadap pendapat 'Ward', karena awaknya memang menyaksikan pemandangan itu cuma sekilas dan dalam keadaan gelap. Akhirnya peristiwa itu tidak dilaporkan kepada atasannya. Selama 'Condor' dan 'Ward' sedang meributkan soal periskop, armada Jepang kian mendekat, yakni tinggal 230 mil lagi. (Bersambung)



Sumber: Pikiran Rakyat, 6 Desember 1994



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...