Langsung ke konten utama

Fosil Sangiran: Menggali atau Membeli Fosil?

Prof. Tyler belum memenuhi panggilan polisi. Ada indikasi kuat ia cuma membeli fosil, bukan menggali. Akankah ia terjerat UU Cagar Budaya?

NIAT Prof. Donald E. Tyler, 39 tahun, sejak mula memang tak cuma datang untuk seminar. Maka, ia sengaja datang jauh-jauh hari sebelum seminar prasejarah di Gedung Pusat LIPI Jakarta (13-15 Oktober) itu dibuka. Ahli antropologi dari Amerika itu ingin mengunjungi situs purbakala di Sangiran, Jawa Tengah. Beruntung di sana ia menemukan fosil tengkorak manusia purba. Tapi, buntutnya, Tyler kini berurusan dengan polisi. 

Direktur Jenderal Kebudayaan Dr. Edi Sedyawati menuding Tyler dan Bambang Prihanto (asistennya) terang-terangan menabrak UU tentang Benda Cagar Budaya 1992. Mereka dituduh telah mengambil benda cagar budaya dan memindahkannya secara ilegal. Atas tindakan itu, mereka bisa diancam dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda sampai Rp. 50 juta.

Edi telah pula mengirim tim ke Sangiran. Tim ini bekerja sama dengan polisi mengusut kasus itu. Reaksi keras itu mengundang kabar angin bahwa Edi telah minta imigrasi mengambil tindakan cekal atas Donald E. Tyler, agar ia tidak kabur. Tapi itu dibantah Dirjen. "Ini menyangkut tindakan kriminal, tentu ada instansi lain yang lebih berwenang melakukannya," ujarnya.

Yang jelas, Polres Sragen yang membawahkan Sangiran telah turun tangan. Mereka memanggil Tyler dan Bambang untuk ditanyai, namun sampai pekan lalu keduanya belum datang. Kapolres Sragen Letkol Polisi Heru Cahyono bertekad mencari mereka sampai ketemu. "Kalau memang memenuhi syarat, kasus ini akan kami ajukan ke pengadilan," ujar Heru.

Kalau soal ini belum beres, tak mudah bagi Tyler untuk pulang ke Idaho. Karena perkara ini sudah masuk catatan imigrasi. "Kami bukan robot," ujar Hario Subayu, juru bicara Ditjen Imigrasi. Maksudnya, kendati belum ada order dari kepolisian, pihaknya bakal mencegah Tyler pulang. Andai Tyler tersandung UU Cagar Budaya maka ini kasus pertama setelah UU itu diberlakukan tahun lalu.

Uniknya, heboh fosil Sangiran itu muncul setelah Tylee dan Bambang menggelar konferensi pers di Hotel Ambarukmo, 8 Oktober lalu. Di situ Tyler mengumumkan penemuan tengkorak manusia purba, yang diidentifikasikan sebagai Phitecantropus erectus dari zaman 1 juta tahun silam.

Tyler mengaku tak sengaja menemukannya. Saat berada di Sangiran, ia mengaku mendengar ada penduduk menemukan fosil tulang manusia ketika menggali tanah. Tyler segera datang, meminta orang-orang desa itu menggali lebih lebar lagi, kendati tak ditemukan tulang lainnya. Yang terjadi kemudian, hari itu pula, 7 Oktober, Tyler dan Bambang membawa fosil itu ke Yogya setelah membayar Rp 425 ribu sebagai ongkos gali.

Temuan Tyler itu dimuat di koran-koran. Banyak pihak dimintai komentar. Maka terungkap bahwa Tyler ke Sangiran tanpa surat izin sebagai peneliti. Maka datang tudingan bahwa peneliti dari Universitas Idaho itu melakukan ekskavasi ilegal, dan tak mau tahu tata krama di dunia ilmiah. "Ini pelecehan," tutur Prof. T. Yacob, ahli antropologi ragawi, yang juga bekas Rektor UGM Yogya. Ahli lain menuduh Tyler mencari popularitas dengan cara sensasional.

Tyler membela diri. Ia membuat konferensi pers, karena menganggap temuan itu harus diberitahukan kepada publik. Dengan cara itu ia ingin memberi jaminan pula bahwa fosil itu tak akan dibawanya kabur secara diam-diam. Bahwa ia tergoda mengambil fosil itu, Tyler bilang karena hasrat ingin tahunya sebagai ilmuwan. "Namun, saya melakukannya untuk kepentingan ilmu pengetahuan," ujarnya kepada Sri Pudyastuti dari TEMPO.

Tyler maupun Bambang mungkin tak tahu soal "pagar" yang disebut UU Cagar Budaya itu. Mestinya temuan itu segera diserahkan ke Pemerintah, bisa lewat kepala desa, Balai Arkeologi, instansi lainnya, atau langsung ke Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas). Walhasil, Tyler dianggap melanggar UU.

Kini tidak cuma Tyler dan Bambang yang berurusan dengan polisi. Sugimin dan empat orang yang menggali tanah itu, dan Subur, informan Tyler di Sangiran, telah diperiksa Polres Sragen. Dari keterangan mereka ada versi lain bahwa Tyler dan Bambang sama sekali tak terlibat penggalian. Peneliti dari Universitas Idaho itu benar-benar cuma bertindak selaku pembeli.

Tengkorak itu ditemukan Sugimin 25 September lalu, ketika ia sedang mengikis tebing untuk memperluas rumah Marto Semito, warga Dusun Grogolan, Desa Manyarejo, Sragen. Oleh Sugimin, fosil itu ditawarkan ke Subur, yang dikenal sebagai pedagang barang kerajinan, dua hari kemudian. Subur menebusnya Rp 425 ribu. Dari Subur tengkorak tua itu pindah ke tangan Tyler, yang menurut polisi, dengan transaksi Rp 3,8 juta. "Tapi baru dibayar Rp 2 juta," tutur Letkol Polisi Heru Cahyono, Kapolres Sragen.

Subur tak bisa menggugat Tyler maupun Bambang, karena tak ada perjanjian tertulis. Bahkan Tyler mungkin tak perlu diajukan ke pengadilan. Sebab fosil itu telah diserahkannya ke Museum Geologi Bandung, 20 Oktober, 13 hari setelah ditemukan--menurut hitungan Tyler. "Kami menerimanya sebagai barang titipan," ujar Direktur Pusat Penelitian Geologi Bandung Dr. Irwan Bahar kepada Ida Farida dari TEMPO. Menurut UU Benda Cagar Budaya, Tyler dan Bambang baru bisa dianggap melakukan kesalahan bila dalam waktu 14 hari tak menyerahkan fosil itu kepada Pemerintah.

Namun, pihak Ditjen Kebudayaan agaknya meragukan hitungan hari versi Tyler. Polisi pun tetap diminta menyidiknya, dan memperlakukan fosil itu dalam status barang bukti. Namun, tak ada jaminan bahwa kasus semacam tidak terulang. Ada kecenderungan bahwa warga Sangiran lebih suka menyerahkan fosil yang ditemukan kepada orang asing, karena mengharap imbalan lebih besar.

Putut Trihusodo, Gabriel Sugrahetty (Jakarta), dan Kastoyo Ramelan (Solo)



Sumber: Tempo Nomor 35 Tahun XXIII - 30 Oktober 1993

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa ( nation ) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa ( nation ) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetu...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...