Dalam pledoi pembelaannya, dalam bahasa Porto, Jose Alexandre Xanana menyatakan, "Tidak mempunyai niat memisahkan Tim-Tim dari Indonesia karena sejak semula Timtim bukan wilayah Indonesia."
Kepada Fretilin termasuk Bung Xanana dan putra-putri Timor Timur, ketahuilah bahwasanya Pulau Timor itu bagian Nusantara. Dulu, Sultan Baab Ullah dari Kemaharajaan Ternate mengusir bangsa Portugis sebagai Conquistador (= perampas negeri) ke wilayah ujung Pulau Timor, lewat suatu revolusi perang selama lima tahun. Lalu Baab Ullah menempatkan lima sangaji untuk kawasan Nusa Tenggara-Timor yaitu: Sangaji Solor, Lamahera, Kore, Mena, dan Dili. Sangaji, itulah kepala pemerintahan di suatu wilayah kesultanan, sama dengan gubernur kini.
Pada zaman kekuasaan Ulii Lima (Ternate) dan Ulii Siwa (Tidore) di abad XVI, Pulau Timor masuk dalam hegemoni Ternate, sama halnya dengan Papua (Irian) masuk hegemoni Tidore.
Kemudian kolonialis Belanda datang. Pasukan jihad Ternate harus berhadapan dengan penjajah baru. Ketika itulah Ternate lepas kontrol atas Timor bagian timur.
Menurut G. J. Wolhoff, ada Tractat Netherland-Portugal yang menentukan batas wilayah di Pulau Timor tertanggal 20 April 1859, dan tertanggal 1 Oktober 1904 (perbatasan ini berlaku sampai RI merdeka, 1945).
Klaim historis ini mutlak diperlukan, karena menurut Fretilin Indonesia merekayasa integrasi Timtim. Kita perlu melihat pengalaman berharga Presiden Soekarno mengklaim Irian lewat Kesultanan Tidore di masa Sultan Nuku. Karena itu, gubernur pertama Irian adalah Sultan Tidore Zainal Abidin Syah.
Dengan demikian, secara historis dan menurut stadletterlijk, Timor Timur adalah bagian kedaulatan Republik Indonesia. Sudah saatnya Indonesia menyelesaikan masalah ini. Berlarut-larutnya masalah Timor Timur membuat ruang gerak dan keluwesan diplomasi Indonesia di dunia internasional terasa sempit.
HERRY NACHRAWY
Analis-Pengamat Internasional
Jl. Sultan Baab Ullah No. 5
TERNATE - 97724
Sumber: Tempo, Nomor 17 Tahun XXIII - 26 Juni 1993
Komentar
Posting Komentar