Langsung ke konten utama

Akulturasi Islam dengan Nilai Lokal Bukan Hanya Khas Masyarakat Jawa

Jakarta, Kompas

Perembesan Islam secara damai dalam kehidupan masyarakat Jawa, membuat Islam diwarnai nilai-nilai lokal yang ada di masyarakat. Salah satu bentuknya adalah sikap "kejawen" yang tampak pada orang-orang Islam Jawa. Demikian kesimpulan dari Silaturahmi Ilmiah bertopik "Islam dalam Refleksi Tradisi Kejawen" di Jakarta, Senin malam. Forum yang diselenggarakan Serambi Paramadina ini menampilkan pembicara Dr Bambang Pranowo dan Dr Nurcholish Madjid.

Menurut Nurcholis, akulturasi Islam dan nilai-nilai lokal terjadi di mana-mana, tidak hanya di Jawa. Di Iran, Islam berakulturasi dengan nilai-nilai yang ada pada masyarakat Iran. Misal, masyarakat Iran mengenal dua tahun baru Hijriyah, yang dihitung berdasar tahun Syamsiah (didasarkan peredaran matahari) dan tahun Komariyah (dihitung berdasar peredaran bulan).

Di Jawa, akulturasi itu tampak pada perayaan 1 Suro, yang sebenarnya dimaksudkan memperingati Asy Sura atau tanggal 10 Muharram, saat terjadi peristiwa Karbala yang menewaskan Husen, cucu Rasulullah. Pembuatan bubur merah dan putih, lambang Hasan dan Husen, cucu Nabi, menunjukkan adanya perasaan keagamaan yang kuat dalam masyarakat Jawa.

"Apakah ini kita sebut sinkretisme, peleburan budaya kejawen dalam Islam, atau Islam dalam kejawen?" tanya Cak Nur, panggilan akrab Nurcholish Madjid.

Dikemukakan, akulturasi antara Islam dengan nilai-nilai Jawa memang tak bisa dihindari. Apalagi Islam masuk Indonesia baru sekitar abad 15. Bandingkan Islam masuk India pada abad tujuh. "Karenanya kontribusi intelektual Islam Indonesia terhadap pemikiran keislaman sangat kurang. Padahal umat Islam terbesar di Indonesia."

Santri dan abangan

Sementara itu, Bambang Pranowo menilai ketidak-tepatan melihat kehidupan keagamaan orang Islam Jawa dengan pendekatan santri-abangan sebagaimana dilakukan Clifford Geertz dalam The Religion of Java. Apalagi indikator dalam pendekatan itu adalah pelaksanaan sholat lima waktu. Dari observasi partisipatif selama enam bulan melihat kehidupan beragama masyarakat Jawa, banyak di antara mereka tidak melaksanakan sholat tapi memiliki komitmen kuat terhadap nilai-nilai Islam.

"Mereka tidak sholat, tapi menunjukkan kesungguhannya sebagai orang Islam. Pembicaraan mereka sarat dengan soal akhirat, para nabi, para wali beserta karomah-karomahnya. Idiom-idiom tentang iman, sholeh, tawakal, berkah, haram dan halal, sangat lekat dengan kehidupan mereka," tutur staf Litbang Departemen Agama ini.

Dikatakannya, ajaran tentang sabar dan ikhlas yang biasa dianut oleh kaum priyayi, serta tradisi slametan yang akrab dengan kehidupan kaum abangan sesungguhnya adalah ajaran yang ada pada Islam. "Itu bukan nilai-nilai Hindu atau Buddha," alumnus Monash University Australia ini menegaskan.

Bambang berpendapat, pendekatan sampun nglampahi (sudah melaksanakan) dan dereng nglampahi (belum melaksanakan) akan lebih tepat digunakan untuk melihat kehidupan keagamaan masyarakat Jawa. Sebab, orang Jawa baik secara individu maupun sosial cenderung melihat kehidupan keagamaannya sebagai proses yang dinamis, tidak statis.

Dari perspektif keagamaan, tambah Bambang, setiap orang dipandang berada dalam "proses menjadi", bukan "sudah jadi". Ini terlihat dari kecenderungan semakin menguatnya pengaruh orthodoksi Islam yang dikembangkan tanpa membuang warisan kultural mereka. Mengembangkan Islam yang akomodatif terhadap budaya lokal menjadikan Islam menyatu dalam kehidupan masyarakat Jawa.

"Di Tegalrejo, Jawa Tengah, tempat penelitian saya, tidak soal bagaimana tingkat kesalehannya, mereka sama-sama pergi ke kiai, dan menjadikan para wali sebagai spiritual heroes mereka," ungkap Bambang Pranowo.

Dijelaskannya, pemilahan dalam masyarakat berdasar tingkat kesalehan dan orthodoksi muncul akhir 1940-an, seiring hadirnya partai-partai politik. Tingkat ketaatan beragama muncul sebagai tema sentral dalam kompetisi antarpartai politik.

Dalam masyarakat Jawa tumbuh persepsi yang kuat bahwa Islam terdiri dari aturan lahir dan batin. Mereka yang termasuk dalam kelompok dereng nglampahi mengakui kebaikan aspek ritual yang diajarkan Islam. Jika mereka belum menjalankannya, menurut Bambang, karena mereka tidak puas jika aspek itu hanya jadi rutinitas tanpa makna. Di samping, karena memang mereka tidak mendapat bimbingan keagamaan, serta sarana keagamaannya tidak ada.

"Dan di sana sebenarnya terlihat adanya kesadaran akan keberagaman diri manusia. Bahwa ada yang sudah menjadi, tapi ada yang masih dalam proses untuk menjadi."

Dalam tatanan masyarakat Islam Jawa, mereka yang termasuk sampun nglampahi ditempatkan pada tempat terhormat dalam masyarakat. Bambang menjelaskan, ada harapan yang dicanangkan masyarakat untuk mereka. Semakin tinggi kualitas keislamannya, masyarakat mengharap semakin tinggi pula kemampuan magis mistisnya.

Namun, ujar Bambang Pranowo, itu bukan karena adanya elemen kepercayaan pra Islam yang ada di masyarakat Islam Jawa. Tapi semata-mata karena nilai lebih yang diberikan masyarakat Jawa terhadap mereka yang telah memenuhi aturan lahir dan batin yang diajarkan Islam. "Elemen kepercayaan pra Islam berada di posisi inferior vis-a-vis dunia mistik Islam." (ely)

 

Sumber: Kompas, 21 Agustus 1991 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Misteri Jangkar Raksasa Laksamana Cheng Ho: Kabut Sejarah di Perairan Cirebon

TINGGINYA menjulang sekitar 4,5 sampai 5 meter. Bentuknya sebagaimana jangkar sebuah kapal, terbuat dari besi baja yang padat dan kokoh. Bagian tengahnya lurus serta di bawahnya berupa busur dengan kedua ujung yang lancip. J ANGKAR kapal berukuran besar itu sampai kini diletakkan di ruangan sebelah utara dari balairung utama Vihara Dewi Welas Asih. Dengan berat yang mencapai lebih dari tiga ton, benda bersejarah itu disimpan dalam posisi berdiri dan disandarkan di tembok pembatas serambi utara dengan balairung utama yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Kwan Im, dewi kasih sayang.  Tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha ini terletak di areal kota tua di pesisir utara Kota Cirebon. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2011 ini didirikan pada awal pertengahan abad ke-16, tepatnya tahun 1559 Masehi. Letaknya berada di pesisir pantai, persis bersebelahan dengan Pelabuhan Kota Cirebon. Kelenteng ini berada di antara gedung-gedung tua m...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...