Langsung ke konten utama

Hasan Ambary: Kubur-kubur yang Berkaligrafi

Sejumlah kubur tua, antara lain di Gresik, membuktikan bahwa di zaman Majapahit Islam telah hidup berdampingan dengan Hindu. 

Sebagai ilmuwan, Hasan Muarif Ambary cukup produktif. Selama sekitar 20 tahun malang-melintang di dunia arkeologi, ia telah menulis tak kurang dari 70 risalah ilmiah. Sebagian besar karyanya mengulas soal arkeologi Islam, bidang yang memang menjadi spesialisasinya. Pengalamannya selama bertahun-tahun di lapangan, Senin pekan lalu, diperasnya, dikemas dalam pidato ilmiah, mengenai kaligrafi Islam di Indonesia.

Pidato ilmiah Hasan M. Ambary, 52 tahun, menandai promosinya sebagai ahli peneliti utama di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, alias Puslit Arkenas. Hasan Ambary kini menempati jenjang karier tertinggi untuk dunia penelitian. Sebagai peneliti, ia rajin mendatangi masjid-masjid, kubur tua dan reruntuhan kerajaan.

Dari "pengembaraannya" itu dia memperoleh banyak data arkeologis. Di antaranya adalah makam Fatimah binti Maimun di Desa Leran, 12 km sebelah barat Gresik, Jawa Timur. Pada nisannya tertulis tahun 475 H (1082 M), dalam aksara Arab. "Inilah peninggalan arkeologi Islam tertua di Indonesia," kata Hasan M. Ambary, yang sejak 1987 memimpin Arkenas.

Tak banyak makam tua segenerasi Fatimah, yang ditemukan di kawasan Asia Tenggara. Satu-satunya bukti lain yang seumur dengan makam Fatimah, kata Hasan Ambary, baru ditemukan di Panrang, Vietnam. Kedua makam ini terbuat dari batu pualam, dengan kaligrafi berlanggam Kufi, asal Irak. Kaligrafi model Kufi ini, di zaman itu, telah diadopsi oleh masyarakat Islam dari Cambay (Gujarat), India.

Pusara Islam tertua kedua di Gresik, menurut Hasan Ambary, tercatat atas nama Maulana Malik Ibrahim, yang meninggal 1419. Pusara Maulana mirip kubur Fatimah, dari batu marmer yang dihiasi kaligrafi gaya Kufi--model makam yang tampaknya populer di zaman itu. Hasan menyimpulkan, batu marmer itu diimpor langsung dari Cambay.

Lewat bukti-bukti kubur itu, Hasan Ambary bisa pula menyimpulkan bahwa orang-orang Islam itu pernah hidup berdampingan dengan orang-orang Majapahit yang Hindu. Buktinya, di pemakaman Troloyo, Desa Sentonorejo, Kecamatan Trowulan, Ja-Tim, kawasan yang dikenal sebagai pusat Kerajaan Majapahit, ditemukan sepuluh pusara yang berprasastikan tulisan Arab.

Di antaranya ada kubur Zainuddin. Ia dimakamkan pada tahun 874 H. Arkeolog kawakan dari Arkenas ini menduga, permukiman Islam di jantung Majapahit itu berlangsung antara abad XIV dan abad XVII, mulai zaman Majapahit hingga pasca-Majapahit. Selain berdagang, "Mereka juga sering dipercaya menjadi syahbandar," kata Hasan Ambary, tentang kehadiran musafir Islam itu di Nusantara.

Di Sumatera, makam-makam Islam tua ditemukan di Pasai, di bekas lokasi Kerajaan Samudera Pasai. Di situ ada sebuah pusara atas nama Nahrisyah. Makam ini pernah ditelaah oleh Snouck Hurgronje, pada 1907. Namun, Snouck Hurgronje ketika itu menafsirkan Nahrisyah ini sebagai Bahiah, hal yang kemudian dikoreksi oleh Hasan Ambary dan koleganya, Uka Tjandrasasmita.

Pusara Nahrisyah ini bertahun 831 H (1428 M). Di situ ada inskripsi yang cukup lengkap, mengenai garis silsilah almarhum. Dia keturunan dari raja-raja Pasai: Zaenal Abidin, Ahmad, Muhammad, Malik Shaleh, pendiri Samudera Pasai, yang meninggal 1297.

Kubur Islam tua, menurut pidato ilmiah Hasan Ambary, juga ditemukan di Barus, Sumatera Utara. Pada kubur itu tertera nama Siti Tuhar Amisuri, bertarikh 620 Hijriah, atau 1206 M. Adanya sebutan sayyidah di situ, kata Hasan Ambary, menunjukkan bahwa almarhumah berasal dari tanah Arab, dan dia bukan kerabat bangsawan. "Tidak ada petunjuk bahwa di Barus ada dinasti raja Islam sebagaimana di Pasai," tuturnya.

Di Indonesia bagian Timur ada juga makam-makam Islam tua. Nisan dan jirat makam-makam tua di Gowa Tallo, Ujungpandang, misalnya, berhiaskan kaligrafi Arab, menuliskan kalimat-kalimat tauhid. Kaligrafi Arab itu kadang dikombinasi dengan tulisan dengan aksara setempat. Sayang, tak ada keterangan kapan almarhum meninggal dunia.

Model nisan yang serupa juga dijumpai di kompleks makam raja Watang Lamuru, Watang Soppeng, atau Jeneponto. Seperti halnya makam di Gowa Tallo, situs sejarah ini belum terlalu tua, berasal dari abad XVII-XIX. Pada kurun waktu itu pula, di Bima, Nusa Tenggara, muncul Kerajaan Islam yang kemudian mewariskan kubur-kubur berkaligrafi.

Di antara makam-makam bangsawan itu, Ternate punya sosok paling khas. Kaligrafinya dibuat dengan gaya naskhi, huruf-hurufnya miring. Ornamen itu diperkaya dengan hiasan berupa dedaunan--menggambarkan pohon dengan cabang-cabang dan tajuk yang rindang. Ornamen pohon itu, menurut Hasan Ambary, mengingatkan kepada pola hias masyarakat Polinesia.

Namun, jauh sebelum Samudera Pasai berdiri, atau Fatimah binti Maimun datang ke Gresik, musafir-musafir Islam telah melanglang di sepanjang Nusantara. Bahkan sejarawan Ali Abubakar Basalamah dari IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menyebut bahwa pada abad VII gelombang musafir Islam telah mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Nusantara.

Namun, menurut Hasan Ambary, bukti-bukti arkeologis tentang kedatangan musafir Islam abad VII-X ke Nusantara belum ditemukan. Kisah-kisah itu, "Baru terungkap dari berita-berita Cina," ujarnya.

Kendati peninggalan arkeologis menunjukkan hubungan yang erat antara Cambay (Gujarat) dan Nusantara, baik Hasan Ambary maupun Abubakar tidak yakin bahwa ajaran Islam itu dibawa oleh penduduk asli dari Semenanjung India itu. Di antara para musafir itu, menurut Aly Abubakar, ada yang berasal dari Hyderabad, Kerajaan Islam di Semenanjung India yang didirikan oleh orang-orang Arab pelarian. "Mereka itu campuran Arab-India," ujarnya.

Salah satu produk dari musafir Islam itu, menurut Aly Abubakar, ialah nama Maluku. Nama itu konon berasal dari kata Jaziratul Muluk, yang berarti kepulauan kerajaan. Untuk mudahnya, orang menyebutnya MALUKU.

PTH, Priyono B. Sumbogo, dan Aji Surya



Sumber: Tempo, 20 Maret 1991



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Misteri Jangkar Raksasa Laksamana Cheng Ho: Kabut Sejarah di Perairan Cirebon

TINGGINYA menjulang sekitar 4,5 sampai 5 meter. Bentuknya sebagaimana jangkar sebuah kapal, terbuat dari besi baja yang padat dan kokoh. Bagian tengahnya lurus serta di bawahnya berupa busur dengan kedua ujung yang lancip. J ANGKAR kapal berukuran besar itu sampai kini diletakkan di ruangan sebelah utara dari balairung utama Vihara Dewi Welas Asih. Dengan berat yang mencapai lebih dari tiga ton, benda bersejarah itu disimpan dalam posisi berdiri dan disandarkan di tembok pembatas serambi utara dengan balairung utama yang menjadi pusat pemujaan terhadap Dewi Kwan Im, dewi kasih sayang.  Tempat peribadatan warga keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha ini terletak di areal kota tua di pesisir utara Kota Cirebon. Bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2011 ini didirikan pada awal pertengahan abad ke-16, tepatnya tahun 1559 Masehi. Letaknya berada di pesisir pantai, persis bersebelahan dengan Pelabuhan Kota Cirebon. Kelenteng ini berada di antara gedung-gedung tua m...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...