Langsung ke konten utama

Akulturasi Budaya pada Arsitektur Islam di Jawa

PADA AWAL MASUKNYA ISLAM MENCERMINKAN TERJADINYA PROSES AKULTURASI ANTARA BUDAYA JAWA KUNA, HINDU, ISLAM, KEMUDIAN MENYUSUL PENGARUH ASING LAINNYA. MENARA/MINARET DAN GAPURA MASJID MENARA KUDUS MENGGAMBARKAN STYLE JAWA KUNA; GERBANG MASJID SUMENEP MENCERMINKAN AKULTURASI ARSITEKTUR MADURA DENGAN CINA; BENTUK MINARET MASJID AGUNG BANTENG MENGEKSPRESIKAN AKULTURASI DENGAN BELANDA; SEDANG RUANG UTAMA DAN BENTUK MASJID AGUNG TUBAN MENCERMINKAN GAYA TIMUR TENGAH DAN PENGARUH INDISCH.

Yogyakarta, (Buana Minggu).-

PERKEMBANGAN arsitektur Islam di Jawa pada masa awal masuknya agama itu mencerminkan terjadinya proses akulturasi antara budaya Jawa Kuna, Hindu, Islam, dan kemudian menyusul pengaruh asing lainnya. Hal ini dapat dilihat pada menara/minaret dan gapura Masjid Menara Kudus yang menggambarkan style Jawa Kuna.

Gerbang masjid Sumenep mencerminkan akulturasi arsitektur Madura dengan Cina. Bentuk minaret masjid Agung Banten mengekspresikan akulturasi dengan Belanda, juga terjadi pada ruang utama dan bentuk masjid Agung Tuban (Jawa Timur) yang mencerminkan gaya Timur Tengah dan pengaruh Indisch.

Demikian dikemukakan arsitek Ir. Ismudiyanto dari Jurusan Arsitektur Fakultas Tehnik Universitas Gadjah Mada, ketika berbicara dalam Diskusi Panel mengenai "Kaligrafi Islam", bersamaan dengan dilangsungkannya Musabaqah Tilawatil Quran tingkat Nasional ke-XVI di Yogyakarta.

Menurut arsitek itu, ternyata ekspresi dari elemen arsitektur Islami yang berakar dari budaya kita pada masa itu sangat dominan. Untuk mengetahui lebih jelas perkembangan arsitektur Islam di Jawa, kita dapat melihat bangunan-bangunan: masjid, makam, kraton, dan lainnya.

Ciri arsitektur Islami pada bentuk rumah dan bangunan ibadah yang masih asli atau indigenous architecture dapat dilihat pada rumah-rumah tradisional atau disebut arsitektur vernakular. Masjid-masjid kuna terutama di Jawa dapat dilihat pada pusat kota-kota kuna bekas kerajaan Islam, antara lain di Demak, Banten, Cirebon, dll.

Beberapa contoh transformasi dari proses akulturasi budaya pada elemen arsitektur masjid/masjid kuna dan makam terdapat di Cirebon, Demak, Kudus, dan Yogyakarta.

 

Masjid Agung Kasepuhan Cirebon

Pintu gerbang masjid ini menyerupai bentuk gapura paduraksa, dan daun pintu terbuat dari kayu berukir gaya Jawa Kuna. Bentuk lengkung dan kaligrafi gaya Kufah di atas pintu tersebut, semuanya mencerminkan arsitektur Islam dan Jawa.

Bentuk atap masjid adalah limasan bersusun tiga ditumpu oleh saka rolas (tiang dua belas). Hal ini berbeda dengan masjid kuna lainnya seperti masjid Agung Demak beratap tajuk susun tiga. Ada kemungkinan pengaruh dari bentuk style arsitektur bangunan Kraton Kasepuhan Cirebon.

Saka-saka, lantai dan langit-langit pada ruang serambi tidak didominasi oleh ornamen/ragam hias. Warna alami dan skala bangunan dalam serambi masjid ini mencerminkan kesederhanaan yang anggun.

Ruang utama masjid dikelilingi dinding dengan pintu utama berbentuk gapura dengan ornamen gaya Jawa kuna. Ornamen Arabesque pada pilar di sebelah kanan dan kiri dari pintu adalah ciri Islam pada ornamen Jawa Kuna. Kaligrafi untuk tetenger/prasasti tahun didirikannya masjid ini terdapat pada salah satu bagian dari konstruksi bangunan kayu serambi masjid.

Mihrab berciri ornamen Jawa Kuna dan Arabesque. Mimbar terbuat dari kayu berukir gaya Jawa Kuna dan maksura (tempat shalat untuk raja) terbuat dari kayu berbentuk sangat sederhana.


Masjid Agung Demak

Bentuk bangunan masjid ini merupakan hasil perpaduan konsep arsitektur Jawa dan Islam pertama. Perpaduan ini merupakan ekspresi akulturasi atau sinkretisme arsitektur Islam dan Jawa. Saka-saka dari kayu dan umpak (pondasi) tiang dari batu pada serambi masjid terdapat ornamen Jawa Kuna.

Bentuk atap tumpang/tajuk susun tiga ditumpu oleh saka guru merupakan ciri arsitektur Jawa. Ciri Islam adalah bentuk lengkung/arch dan kaligrafi kaca berwarna di atasnya pada dinding samping ruang utama masjid. Candrasangkala pada dinding dalam mihrab bermakna angka tahun 1401 didirikannya masjid Agung Demak. Elemen arsitektur Islami yang lebih rinci dapat dilihat pada ornamen kaligrafi gaya Kufah dengan teknik dan bahan kaca, berwarna biru, putih, kuning, hijau, dan ungu terdapat pada dinding atas ruang utama.

Ornamen Arabesque dan kaligrafi terbuat dari ukiran kayu, berwarna emas, merah, dan hijau yang terdapat pada dinding luar di atas mihrab dengan komposisi simetris. Ornamen Arabesque dan motif Cina terbuat dari porselin pada tiga sisi bagian atas maksura. Warna emas dan merah menampilkan keindahan kaligrafi. Atap maksura berbentuk kubah, dan berdinding segi empat terbuat dari kaca berwarna dan ukiran motif kayu bermotif geometrik dan Jawa. Mimbar bermotif Jawa kuna dengan warna prada emas.


Masjid, menara dan makam di Kudus

Perbedaan fungsi dan tingkatan/hirarki ruang pada masjid dan makam berdasarkan konsep Islam dan Jawa Kuna.

Ruang profan/umum: pada halaman masjid terdapat minaret/menara dan gapura style arsitektur Jawa Kuna. Ruang peralihan/transisi: tempat air wudhu bercorak arsitektur Jawa Kuna. Di halaman makam terdapat bangunan paseban, tempat air untuk bersuci dan gapura dengan pintu kayu berukir motif Jawa Kuna. Kaligrafi yang dikombinasi dengan motif Jawa Kuna terbuat dari kayu/kriya pada pintu gapura berciri Islami.

Ruang semi sakral: pada serambi masjid yang beratap kubah/dome, terdapat ornamen kaligrafi terbuat dari kaca berwarna. Di bawah atap kubah tersebut terdapat gapura paduraksa bercorak arsitektur Jawa Kuna. Ornamen Arabesque dan kaligrafi, dua buah minaret kecil dan bentuk atap kubah mencerminkan arsitektur Islam. Ruang sakral/suci: ruang utama masjid beratap tumpang susun tiga ini mencerminkan arsitektur Jawa. Mihrab berbentuk tapal kuda dengan ornamen geometrik dan prasasti berhuruf Arab. Di dalam ruang ini terdapat gapura paduraksa style arsitektur Jawa Kuna. Di tengah ruang terdapat saka guru (bukan konstruksi asli bangunan tradisional Jawa, berbentuk persegi enam dengan variasi pada bagian atas, warna hijau cerah menunjukkan cara penyelesaian modern dan pengaruh style arsitektur Indisch.)

Pintu makam Sunan Kudus terbuat dari kayu berukir kaligrafi dan ragam hias Jawa Kuna. Beberapa makam di sekitarnya beragam hias kaligrafi dan motif Jawa Kuna. Semuanya itu mengekspresikan akulturasi elemen Jawa Islami.


Masjid Agung Yogyakarta

Bentuk bangunan mencerminkan pengembangan dari bentuk pertama arsitektur masjid Agung Demak. Di serambi masjid pada saka-saka bermotif praba dan mirong, langit-langit dengan dada peksi, terdapat ornamen Jawa bercorak "high culture" (ciri keagungan kraton) dengan warna kuning dan prada emas. Hal ini memberi kesan semi sakral.

Saka guru ruang utama masjid terbuat dari kayu jati berbentuk bulat dan saka besar. Warna alami gelap, polos/sederhana. Di atas kayu berukir bingkai cermin motif Jawa. Semuanya memberi kesan tingkat kesakralan ruang utama masjid.

Perbedaan bentuk atap skala bangunan mengekspresikan perbedaan fungsi dan tingkatan/hirarki ruang. Bentuk atap kampung pada pintu masuk dan tratag rambat/selasar adalah profan, bentuk atap limasan serambi masjid berkesan semi sakral dan atap tajuk/tumpang susun tiga adalah sakral. Semuanya ini mencerminkan secara utuh makna dari konsep arsitektur Jawa pada bangunan masjid.

Demikian antara lain arsitek Ismudiyanto. (Kor-04).-


Sumber: Buana Minggu, 3 Maret 1991



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Arek-arek Soerobojo Hadang Sekutu

Mengungkap pertempuran bersejarah 10 Nopember 1945 sebagai mata rantai sejarah kemerdekaan Indonesia, pada hakekatnya peristiwa itu tidaklah berdiri sendiri. Ia merupakan titik klimaks dari rentetan insiden, peristiwa dan proses sejarah kebangkitan rakyat Jawa Timur untuk tetap melawan penjajah yang ingin mencoba mencengkeramkan kembali kukunya di wilayah Indonesia merdeka. Pertempuran 10 Nopember 1945--tidak saja merupakan sikap spontan rakyat Indonesia, khususnya Jawa Timur tetapi juga merupakan sikap tak mengenal menyerah untuk mempertahankan Ibu Pertiwi dari nafsu kolonialis, betapapun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih sempurna. Rentetan sejarah yang sudah mulai membakar suasana, sejak Proklamasi dikumandangkan oleh Proklamator Indonesia: Soekarno dan Hatta tgl 17 Agustus 1945. Rakyat Jawa Timur yang militan berusaha membangun daerahnya di bawah Gubernur I-nya: RMTA Soeryo. Pemboman Kota Hiroshima dan Nagasaki menjadikan bala tentara Jepang harus bertekuk lutut pada ...

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo. Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN). Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional. Peranan Museum Kebangkitan Nasiona...

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...