Langsung ke konten utama

Kutai, Kerajaan Terbesar yang Pernah Berdiri di Kaltim

Di Kalimantan TImur (Kaltim) terdapat sebuah kabupaten yang bernama Kutai. Di antara empat kabupaten dan dua kotamadya (di samping sebuah Kota Administratif) yang sampai sekarang terdapat di Kaltim. Kutai-lah yang terbesar atau terluas wilayahnya.

Dari 211.440 KM persegi luas seluruh wilayah Kaltim, seluas hampir 90.000 km persegi di antaranya merupakan wilayah kabupaten Kutai. Di antara propinsi di Indonesia, banyak yang wilayahnya tidak seluas wilayah Kutai yang tingkatnya kabupaten itu.

Tiga kabupaten lainnya di Kaltim menurut urutan besarnya ialah Bulungan, Berau, dan Pasir. Luas wilayahnya masing-masing 64.000, 32.700, dan 20.040 km persegi. Dari perbandingan angka-angka itu dapat diketahui bahwa luas wilayah yang dimiliki empat kabupaten di Kaltim tidak merata. Kalau kabupaten Bulungan dan kabupaten Pasir digabungkan, luas wilayahnya keseluruhan (84.040 km persegi), masih belum seluas wilayah kabupaten Kutai.

Luas wilayah dua kotamadya di Kaltim yakni Samarinda dan Balikpapan, seluruhnya 5.287 km persegi. Masing-masing berwilayah seluas 2.727 dan 2.560 km persegi. Samarinda dan Balikpapan merupakan kotamadya-kotamadya "raksasa". Sama halnya dengan provinsi Kaltim sendiri yang merupakan provinsi "raksasa". (Dari 27 provinsi atau daerah, setingkat yang terdapat di Indonesia. Kaltim merupakan provinsi terbesar kedua sesudah Irian Jaya).

Sampai awal tahun 1960, Kutai, Bulungan, dan Berau merupakan daerah-daerah kerajaan, yang sesudah Indonesia Merdeka, masing-masing dibentuk menjadi Daerah Istimewa (tingkat kabupaten). Sebagai daerah yang berstatus istimewa, yang menjadi kepala daerahnya (sebutan formalnya: Kepala Daerah Istimewa) tetap Sultan yang menduduki takhta kerajaan pada saat dibentuknya menjadi Daerah Istimewa tersebut.

Semasih menjadi kerajaan sampai sesudah dibentuk menjadi Daerah Istimewa itu, wilayah Kutai lebih luas dibandingkan dengan luas wilayahnya sesudah dibentuk menjadi kabupaten. Pada waktu itu Kutai mempunyai wilayah seluas 94.700 km persegi. Sebab Samarinda dan Balikpapan dengan daerah-daerah sekitarnya masing-masing termasuk dalam wilayah kerajaan (Daerah Istimewa) Kutai.

Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Kalimantan, sepanjang yang mengenai Kaltim dibentuk kabupaten-kabupaten Kutai, Bulungan, Berau, Pasir, serta kotamadya-kotamadya Samarinda dan Balikpapan.

Penghapusan Kerajaan

Meskipun dalam undang-undang tersebut maupun penjelasannya tidak disinggung tentang penghapusan kerajaan-kerajaan di Kaltim, namun dengan dibentuknya Kutai, Bulungan, dan Berau masing-masing menjadi kabupaten itu, dengan sendirinya berarti dihapuskannya secara serentak kerajaan-kerajaan yang sejak sebelum kedatangan kolonialis Belanda sudah berdiri di Kaltim.

Selain itu, khusus mengenai Kutai, "reruntuhan"-nya sebagai kerajaan, dibentuk kotamadya-kotamadya Samarinda dan Balikpapan, di samping kabupaten dengan tetap memakai namanya semula. Tegasnya dalam wilayah bekas Kerajaan Kutai--yang nama lengkapnya Kutai Kertanegara--dibentuk tiga daerah tingkat II yang terdiri dari satu kabupaten dan dua kotamadya (semula sebutannya: Kotapraja).

Realisasi pembentukan Kabupaten Kutai, Kotamadya-Kotamadya Samarinda dan Balikpapan itu (yang berarti juga penghapusan Kerajaan Kutai) terjadi secara serentak pada 21 Januari 1960.

Sampai "tutup usia"-nya pada awal 1960 itu, Kerajaan Kutai yang menurut sejarahnya mulai berdiri pada permulaan abad XIV berusia lebih kurang enam setengah abad, dan secara berturut-turut diperintah 20 orang raja. Sejak rajanya ke-6 yang memerintah dari tahun 1545 sampai 1610 memeluk agama Islam.

Menurut silsilah raja-raja Kutai, rajanya pertama yang Islam ini bernama Aji Makota, yang sesudah wafatnya ditambah kata-kata "Mulai Islam" di belakang namanya.

Semasa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Salehuddin, Raja Kutai ke-17 yang memerintah dari tahun 1816 sampai dengan 1845, Kerajaan Kutai (yang semula baru merupakan semacam "daerah protektorat" dari Belanda) menjadi daerah jajahan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1844, yakni dekat akhir masa pemerintahan Sultan Aji Muhd. Salehuddin itu.

Sultan Kutai terakhir (ke-20) ialah Aji Muhammad Parikesit, yang mulai menduduki takhta kerajaan dalam bulan November 1920. Sebelum Aji Muhd. Parikesit dinobatkan sebagai sultan, hampir 10 tahun lamanya (sejak tahun 1910) pemerintahan kerajaan dijalankan oleh Dewan Perwakilan yang terdiri dari para menteri (dalam bahasa Belanda disebut "Landsgrooten"), sebab sewaktu ayahandanya (Sultan Aji Muhd. Alimuddin) mangkat, dia sebagai putera mahkota masih belum dewasa. Dan sesudah dewasa, AM Parikesit masih harus menyelesaikan studinya di Mosvia Serang, Jawa Barat, sampai selesai pada tahun 1920 itu. A.M. Parikesit adalah satu-satunya Raja Kutai yang mempunyai latar belakang pendidikan setinggi itu.

Tiga puluh sembilan tahun lebih lamanya Aji Muhd. Parikesit menjadi Sultan Kutai. Dengan mengalami periode-periode jaman penjajahan (Hindia Belanda), zaman pendudukan Jepang, jaman penjajahan "terselubung" (sampai pengakuan kedaulatan pada akhir tahun 1949), dan terakhir Jaman Kemerdekaan. (Dikatakan "penjajahan terselubung", sebab meskipun sesudah berakhirnya Perang Dunia II, Belanda--yang tidak lama kemudian kembali di Kaltim--membentuk daerah ini sebagai "satuan kenegaraan yang berdiri sendiri", dengan mengendalikan pemerintahan di belakang layar.)

Aji Muhd. Parikesit Sultan Kutai terakhir itu masih hampir 22 tahun lamanya hidup sebagai rakyat biasa, dengan tetap bersama keluarga tinggal di Tenggarong, ibukota bekas kerajaan yang dilanjutkan sebagai ibukota Kabupaten Kutai sampai sekarang.

Sebab dia baru berpulang ke Rahmatullah dalam bulan November 1981, dalam usia 86 tahun. Dan jenazahnya dikebumikan secara adat Kerajaan Kutai di kompleks pemakaman keluarga kerajaan, yang terletak di samping kanan gedung Museum Mulawarman.

Gedung museum ini--yang merupakan sebuah bangunan monumental--sampai awal tahun 1960 merupakan Keraton Kerajaan Kutai, yang dibangun pada 1936, 16 tahun sesudah A. M. Parikesit dinobatkan sebagai sultan ke-20 (dan ternyata juga terakhir).

Dengan demikian A. M. Parikesit adalah satu-satunya Sultan Kutai yang sempat bersemayam di keraton, yang sejak tahun 1971 dijadikan gedung museum itu. (Oemar Dahlan/Anspek).---



Sumber: Panji Masyarakat No. 447, 31 Mei 1987



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...