Langsung ke konten utama

Maluku Tahun 1922 (3-Habis) Orang "Komunis" Mengutip Iuran dari Rakyat Pulau Obi

Oleh: H ROSIHAN ANWAR

SELAIN dari orang Tobelo yang dulu terkenal sebagai pembajak laut, perlahan-lahan datang pula menetap orang dari suku lain yaitu yang dinamakan Binongko. Sebenarnya Pulau Binongko hanya sebagian dari gugusan Buton, tetapi di Ambon dan Seram lazim disebut orang-orang yang berasal dari Buton di Sulawesi Selatan sebagai orang Binongko. Mereka itu kaum tani kecil, Muslim yang rajin dan hemat, yang dengan bekerja keras dan menabung mencapai kemajuan. Ada kesalahan yang selalu mereka buat yaitu tidak bermukim bersama di suatu tempat, tetapi tinggal menyebar di berbagai pemukiman. Mereka juga sering tidak meminta bagian tanah dari kepala distrik setibanya di Obi. Berkat kedatangan Binongko itu, maka penduduk distrik yang berjumlah 1723 jiwa tahun 1920 meningkat jadi 2228 jiwa tahun 1925. Tahun-tahun pertama setelah kedatangan mereka, maka orang Tobelo tidak mengganggu mereka. Tetapi begitu orang Tobelo mengira orang Binongko telah menyimpan sekadar uang, maka Binongko diserang, dirampok, dan dibunuh oleh orang Tobelo. Karena itu Obi kadang-kadang memperoleh patroli polisi bersenjata. Tapi bagaimana kalau patroli tidak tersedia? Sebetulnya jalan terbaik ialah mengumpulkan orang Binongko dalam satu kampung baru yang dibangun. Justru itulah yang belum tercapai, ketika Kontelir Coolhaas tiba di Pulau Obi.

Celana, Celana

UNTUK menegakkan ketertiban dan keamanan, perlulah Kontelir dan kepala distrik melakukan turne secara teratur. Kalau tidak ada kapal motor "Stella", maka hal itu terpaksa dilakukan dengan perahu. Itu berarti perjalanan selama kira-kira seminggu. Bertolak dari Laiwoei ke jurusan Timur pagi-pagi sekali, maka orang tiba di malam hari di kampung orang Alfur yaitu Sesepe. Malam hari orang menginap di tepi pantai. Orang itu beruntung sekali, jika tidak kena penyakit malaria. Kontelir Coolhaas biasanya berlayar dengan sebuah "eskader" terdiri dari tiga buah perahu. Dalam perahu pertama yang punya empat pendayung terdapat Kontelir dan juru masaknya. Di perahu kedua ada kepala distrik dengan seorang agen polisi. Di perahu ketiga juru tulis dan vaccinateur atau tukang suntik cacar.

Apabila di sebuah kampung orang Alfur sampai berita rombongan tuan Kontelir akan datang, maka terdengarlah teriakan "celana, celana". Itu lantas tanda bagi kepala kapung untuk memakai celana sebagai bukti martabat dan kebesarannya, sebab dalam hidup sehari-hari dia hanya pakai cawat.

Perjalanan paling sengsara yang dialami oleh Kontelir Coolhaas ialah ketika dia mau mengenakan pajak di kalangan rakyat. Ternyata sebelumnya sudah berkeliling di tempat-tempat yang dikunjunginya seorang "komunis". Rakyat Obi yang dengan tertib telah menyimpan uang untuk membayar pajak kepada pemerntah menyerahkan uang tersebut sebagai "iuran" atau kontribusi kepada orang "komunis" tadi. Kontelir tidak berhasil membekuk leher "komunis" yang datang dengan perahu layar besar dari Pulau Seram. Kontelir tetap memungut pajak dari orang-orang Alfur yang simpati mereka terhadap "komunis" lalu menjadi berkurang, demikian diharapkan oleh Kontelir. Akhirnya "komunis" tadi tertangkap juga. Beberapa bulan kemudian dia menumpang kapal KPM dan mendarat di Sanana. Gezaghebber Pulau Sula yang tinggal di Sanana mengenal orang "komunis" itu dan memang ada sesuatu urusan yang hendak dibereskannya. Ditangkapnya "komunis" tadi, kemudian pengadilan Landraad menghukum sang "komunis" masuk penjara beberapa tahun.

Tanpa Senjata

DALAM perjalanan turne di Pulau Obi, Kontelir Coolhaas tidak pernah membawa senjata. Hanya karena lebihan wibawa yang dimiliki oleh orang kulit putih dan oleh pejabat bestuur pada umumnya dapatlah dikendalikan orag-orang primitif di sana yang tidak segan-segan membunuh itu, dapat dipungut pajak, dikeluarkan perintah dan sebagainya. Tiada seorang pun di tempat pemukiman itu berpikir akan melawan pemerintah. Kepala distrik di sana yaitu Mas Judo Atmodjo juga memiliki lebihan wibawa, tetapi kemudian hilang wibawanya karena dia jadi gugup dan ketakutan di Obi. Karena itu Mas Judo minta berhenti dan digantikan oleh seorang Ambon yang muda dan energik yaitu Ch Limaheluw yang berhasil menguasai kembali keadaan.

Mas Judolah yang dalam bulan Maret 1923 mengirimkan berita kepada Kontelir Coolhaas dengan perantaraan sebuah perahu bahwa di Laiwoei tiga orang Binongko dibunuh oleh orang-orang Alfur. Hal ini menimbulkan kegelisahan di kalangan orang Binongko yang mulai berpikir akan meninggalkan Pulau Obi. Mas Judo juga mendeteksi adanya propaganda kaum komunis telah dilakukan di kalangan orang Alfur. Karena itu dia minta bantuan polisi bersenjata. Maklum, dengan hanya seorang agen polisi yang dipunyainya, dia tidak mampu menguasai situasi. Kontelir menyokong permintaan Mas Judo, dan Asisten Residen di Ternate segera mengirimkan sebuah detasemen kecil polisi ke Obi. Kemudian polisi diganti dengan sebuah regu militer. Kontelir Coolhaas berangkat ke Laiwoei untuk mengadakan pemeriksaan pedahuluan. Sementara itu orang-orang yang disangka jadi pembunuh telah ditangkap. Mereka kemudian dijatuhi hukuman penjara oleh Landraad di Ternate. Semua itu membantu memulihkan keamanan di Obi, dan orang-orang Binongko tidak jadi berangkat dari pulau tersebut.

Raden Hamid Turunan Palembang

PERKARA pembunuhan yang paling serius dialami oleh Kontelir Coolhaas tidak di Obi, tetapi di Bacan yang sesungguhnya jarang menyaksikan kasus tersebut. Dalam buku "Besturen Overzee" (1977) Coolhaas bercerita tentang dibunuhnya seorang petani Buton dan isteri beserta dua orang anak di sebuah tanah garapannya, tidak jauh dari onderneming milik Batjan - maatschappij. Kontelir dan Sultan bersama-sama pergi menyelidiki ke tempat pembunuhan itu. Mereka menemukan mayat seorang pria Binongko yang kepalanya telah dipenggal, isterinya yang penuh luka-luka kena senjata parang, dan kedua anak mereka yang mati karena dicekik. Sultan Bacan menangis keras melihat keadaan menyedihkan itu. Setelah mayat keempat orang itu dikuburkan dan pemeriksaan menunjukkan para pembunuh datang dari arah laut dan kemudian pergi melalui laut pula, Kontelir kembali ke Labuha. Di sana reserse Raden Hamid telah melakukan penyelidikan. Raden Hamid adalah turunan Sultan Palembang yang satu abad sebelumnya dibuang oleh Belanda ke daerah Ternate dan Bacan, dan sejak itu keluarga bekas Sultan Palembang itu bekerja di daerah tersebut. Reserse itu mendapatkan tiga hari sebelumnya ada tiga orang Alfur, di antaranya seorang remaja berusia 16 tahun, yang berdiam di Pulau Obi berada di Labuha, minum arak terlalu banyak sehingga menjadi mabuk, dan kemudian bertolak lagi ke Obi. Kedua pria tadi bernama Horuobi dan Wangafela, dan pernah mendekam lama di penjara di Jawa karena dihukum merampok dan membunuh orang. Kontelir Coolhaas bernama reserse Raden Hamid segera bertindak dan menangkap ketiga orang Alfur tadi. Melalui suatu pemeriksaan dapatlah dibuktikan memang Horuobi dan Wangefela yang merampok dan membunuh keluarga petani Binongko. Kedua orang itu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Demikianlah cerita Dr W Ph Coolhaas selaku pejabat pamong Hindia Belanda di Maluku tahun 1922 yang memberikan gambaran kepada kita tentang keterbelakangan daerah dan rakyat itu, kesukaran alat transport di lautan antara gugusan pulau yang satu dengan yang lain, takhyul dan keadaan primitif yang berlaku dalam masyarakat. Semua itu bahan informasi bagi kita zaman sekarang untuk dapat merenungkan dan membandingkan apakah yang telah berubah sejak Indonesia menjadi merdeka 40 tahun ini? Apakah masih ada keadaan di Maluku tahun 1920-an itu yang berbekas sisa-sisanya pada tahun 1985 ini? (Habis) ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 1 Mei 1985



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Polongbangkeng, Wilayah Republik Pertama di Sulawesi Selatan

P olongbangkeng di Kabupaten Takalar, kini nyaris tak dikenal lagi generasi muda di Sulawesi Selatan. Lagi pula, tak ada yang istimewa di kota yang terletak sekitar 40 kilometer dari Ujungpandang, kecuali jika harus melongok ke masa lalu--masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dulu, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Polongbangkeng jadi pusat perjuangan mendukung Proklamasi oleh pejuang-pejuang Sulsel. Ketika NICA mendarat diboncengi tentara Belanda, Polongbangkeng pula yang jadi basis pejuang mempertahankan kedaulatan RI  di tanah Makassar. Para pejuang yang bermarkas di Polongbangkeng berasal dari berbagai daerah seperti Robert Wolter Monginsidi (Minahasa), Muhammad Syah (Banjar), Raden Endang (Jawa), Bahang (Selayar), Ali Malaka (Pangkajene), Sofyan Sunari (Jawa), Emmy Saelan dan Maulwy Saelan (Madura), dan tentu saja pahlawan nasional pimpinan Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) Ranggong Daeng Romo. Pada akhir Agustus 1945, Fakhruddin D...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

G30S dalam Pelajaran Sekolah

Oleh: SUSANTO ZUHDI K urikulum 2004 yang diujicobakan di Jawa Timur menuai reaksi keras. Pasalnya, pada pelajaran sejarah tidak dicantumkan kata PKI pada "Gerakan 30 September 1965". Aspirasi guru dan sejumlah tokoh di Jawa Timur pun dibawa ke DPR. Masalah itu dibahas dalam rapat para menteri di bawah Menko Kesra pada Juni 2005. Akhirnya Depdiknas menyatakan, dalam masa transisi mata pelajaran sejarah di sekolah menggunakan Kurikulum 1994. Bukan soal fakta Kalau boleh berseloroh, mengapa tidak ditambah saja kata "PKI" sehingga tak perlu revisi selama enam bulan. Persoalannya tidak semudah itu, pun bukan soal fakta "G30S 1965" dengan "PKI" saja, tetapi ada dua hal lain yang diangkat. Pertama, siswa kelas II dan III SLTA jurusan IPA dan SMK tidak diberi lagi pelajaran sejarah. Kedua, soal tuntutan agar mata pelajaran sejarah diberikan secara mandiri (terpisah) baik untuk SD maupun SLTP. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2004 mata pelaja...

JEJAK KERAJAAN DENGAN 40 GAJAH

Prasasti Batutulis dibuat untuk menghormati Raja Pajajaran terkemuka. Isinya tak menyebut soal emas permata. K ETERTARIKAN Menteri Said Agil Husin Al Munawar pada Prasasti Batutulis terlambat 315 tahun dibanding orang Belanda. Prasasti ini telah menyedot perhatian Sersan Scipiok dari Serikat Dagang Kumpeni (VOC), yang menemukannya pada 1687 ketika sedang menjelajah ke "pedalaman Betawi". Tapi bukan demi memburu harta. Saat itu ia ingin mengetahui makna yang tertulis dalam prasasti itu. Karena belum juga terungkap, tiga tahun berselang Kumpeni mengirimkan ekspedisi kedua di bawah pimpinan Kapiten Adolf Winkler untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hasilnya juga kurang memuaskan. Barulah pada 1811, saat Inggris berkuasa di Indonesia, diadakan penelitian ilmiah yang lebih mendalam. Apalagi gubernur jenderalnya, Raffles, sedang getol menulis buku The History of Java . Meski demikian, isi prasasti berhuruf Jawa kuno dengan bahasa Sunda kuno itu sepenuhnya baru dipahami pada awa...

Makam Imam Al-Bukhori

Menarik membaca tulisan Arbain Rambey berjudul "Uzbekistan di Pusaran Sejarah" ( Kompas , 20 Oktober 2019).  Berdasarkan kisah dari pemandu wisata di Tashkent, diceritakan peran Presiden Soekarno memperkenalkan Makam Imam Al-Bukhori di Samarkand yang nyaris terlupakan dalam sejarah. Kisah Soekarno dimulai ketika dalam kunjungan ke Moskwa minta diantar ke makam Imam Al-Bukhori. Menurut buku The Uncensored of Bung Karno, Misteri Kehidupan Sang Presiden  tulisan Abraham Panumbangan (2016, halaman 190-193), "Pada tahun 1961 pemimpin tertinggi partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita Sergeyevich Khruschev mengundang Bung Karno ke Moskwa. Sebenarnya Kruschev ingin memperlihatkan pada Amerika bahwa Indonesia adalah negara di belakang Uni Soviet".  Karena sudah lama ingin berziarah ke makam Imam Al-Bukhori, Bung Karno mensyaratkan itu sebelum berangkat ke Soviet. Pontang-pantinglah pasukan elite Kruschev mencari makam Imam Al-Bukhori yang lah...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...