Langsung ke konten utama

Makam Keramat Raja Lombok Peninggalan Kerajaan Islam

Dahulu pulau Lombok terkenal subur. Di samping itu, di pulau ini dahulu pernah terdapat beberapa kerajaan yang cukup terkenal dalam sejarah. Sebagai buktinya dapat kita lihat peninggalan-peninggalan bersejarah seperti istana, taman, dan kompleks makam kuno.

Salah satu peninggalan sejarah tersebut terletak di Desa Selaparang yaitu sebuah desa di kaki Gunung Rinjani yang termasuk dalam Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur. Peninggalan sejarah itu berupa kompleks makam kuno yang oleh penduduk setempat dan penduduk pulau Lombok pada umumnya dikenal dengan sebutan Kompleks Makam Keramat Raja. Merupakan satu-satunya peninggalan kerajaan Islam pertama di pulau Lombok, yaitu Kerajaan Selaparang.

Jarak kompleks makam ini dengan ibukota Kecamatan Pringgabaya ± 4 km, sedangkan dari kota Mataram, ibukota Propinsi NTB 70 km. Dari kota Mataram ke kompleks makam ini dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan berbagai jenis kendaraan.


Keadaan Kompleks Makam

Keadaan kompleks makam ini pada saat ditemukan oleh penduduk sekitarnya sangat menyedihkan. Di luar dan di dalam kompleks makam tumbuh semak belukar, sebagai pertanda bahwa makam ini sebelumnya tidak pernah dijamah oleh tangan-tangan manusia. Demikian pula dengan kondisi makam yang ada, maupun batu nisannya, hampir sebagian besar mengalami kerusakan parah. Akhirnya Pemerintah Daerah bersama tim purbakala Pusat mengadakan pemugaran, dan kemudian dijadikan Cagar Budaya Nasional.

Meskipun kompleks makam ini telah mengalami pemugaran namun bentuk serta wujud aslinya tetap tidak berubah. Hal ini selaras dengan tujuan pemugaran, yaitu agar bangunan dapat bertahan lama atau dengan kata lain proses dari kerusakan dapat diperlambat, namun dengan tidak mengubah bentuk aslinya.

Kompleks makam keramat raja ini mempunyai dua buah halaman, yaitu halaman dalam dan halaman luar. Sekelilingnya dikitari oleh tembok yang terbuat dari batu kali yang disusun dengan mempergunakan perekat dari tanah. Panjang keseluruhan tembok yang mengitari kompleks makam ini seluas 162,80 m dengan tebal 1 m dan tinggi 0,75 m.

Jumlah makam yang terdapat dalam kompleks makam ini 18 buah. Sebagian besar terletak di halaman dalam. Dua di antaranya dianggap sangat penting. Kedua makam ini terletak hampir di tengah-tengah halaman, yaitu pada suatu gundukan tanah yang lebih tinggi.

Jirat dari makam yang ada di sebelah timur terbuat dari batu bata merah dengan ukuran 36 x 17 x 7 cm.

Sebaliknya jirat makam yang ada di sebelah barat terbuat dari batu, dan hanya memiliki satu buah trap seperti halnya yang dimiliki oleh makam-makam lainnya. Jirat makam ini berukuran 3,50 x 0,60 m dengan nisannya terbuat dari batu padas berbentuk persegi berukuran 32 x 32 x 76 cm dan pada puncaknya terdapat hiasan segi tiga tumpul pada keempat sisinya.


Masih Merupakan Misteri

Penduduk Desa Selaparang dan sekitarnya merasa yakin kompleks Makam Keramat Raja ini merupakan tempat pemakaman raja-raja dari Kerajaan Selaparang dahulu. Berdasarkan keyakinan masyarakat itulah, maka oleh tim ahli kepurbakalaan memastikan kompleks makam ini merupakan kompleks pemakaman kerajaan.

Meskipun kompleks makam ini telah dipastikan sebagai kompleks pemakaman Kerajaan Selaparang, namun sangat disayangkan karena hingga sampai saat ini belum dapat diungkapkan nama-nama raja yang dimakamkan di tempat ini. Hal ini disebabkan karena belum diketemukannya sumber-sumber dan data-data tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sedangkan sumber-sumber yang ada hanyalah cerita-cerita penduduk setempat yang kebenarannya belum dapat dipertanggungjawabkan.

Kapan munculnya kerajaan Selaparang itu sendiri hingga kini belum ada data atau sumber yang pasti. Seorang ahli sejarah bangsa Belanda Nieuwenhuizen yang pernah menyelidiki sejarah pulau Lombok memperkirakan bahwa persekutuan masyarakat hukum yang tertinggi di pulau Lombok telah ada sejak tahun 1543.

Perkiraannya ini didasarkan pada beberapa sumber tertulis dari sejumlah lontar yang menyebutkan pulau Lombok dibagi menjadi beberapa daerah kecil yang masing-masing diperintah oleh seorang tuan tanah yang dikenal dengan sebutan Datu. Jika perkiraan dari Nieuwenhuizen ini benar, maka dapat dikatakan bahwa Kerajaan Selaparang tersebut telah ada dalam percaturan sejarah Lombok pada sekitar pertengahan abad ke XVI.

Sedangkan apabila didasarkan pada salah satu batu nisan bertuliskan huruf Arab dan huruf-huruf yang merupakan peralihan dari huruf Jawa kuno ke huruf Bali, merupakan inskripsi yang terdiri dari lima baris dan terpahat dalam bentuk relief serta mengandung Candra Sangkala tahun 1142 H atau 1729 M. Jika ditinjau dari segi arkeologi sudah tentu usia dari makam-makam yang ada di kompleks pemakaman ini belumlah dapat dikatakan terlalu tua melainkan baru berumur kira-kira dua abad.

Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa angka yang tertera pada batu nisan tersebut dapat dijadkan sebagai ukuran bagi usia kompleks makam tersebut secara keseluruhan. Sebaliknya jika dilihat dari segi tipologi, maka sebagian besar dari batu makam kuno yang ada di daerah Aceh dan Banten yang rata-rata bertuliskan abad ke 15 dan 17, maka kompleks Makam Keramat Raja ini dapat dianggap sebagai peninggalan yang sudah berusia tua bahkan mungkin merupakan peninggalan tertua dari berbagai peninggalan sejarah yang terdapat di pulau Lombok.

Berdasarkan pada sumber-sumber tersebut di atas, mungkin sekali dugaan dari Nieuwenhuizen tersebut benar.

Bagi para arkeolog maupun para sejarawan yang ingin mengonstruksi masa-masa silam pulau Lombok, Makam Keramat Raja ini merupakan salah satu obyek penelitian penting. Karena dengan terungkapnya nilai sejarah yang terkandung dalam peninggalan ini, maka para arkeolog maupun para sejarawan akan mendapatkan data-data yang lebih konkrit tentang saat dan asal mulanya kedatangan agama Islam di pulau Lombok dalam kaitannya dengan kapan munculnya Kerajaan Selaparang.

Makam Keramat Raja ini setelah mengalami pemugaran selalu ramai dikunjungi oleh orang dari berbagai pelosok pulau Lombok. Tempat ini pada bulan-bulan tertentu seperti pada bulan pemberangkatan haji dan bulan Maulid ramai dikunjungi oleh para penziarah dengan maksud-maksud tertentu, misalnya untuk membayar kaul (nazar), memohon petunjuk dengan cara bersemedi dan lain sebagainya. Sedangkan bagi penduduk Desa Selaparang dan desa-desa yang ada di sekitarnya menjadi tempat melaksanakan upacara tradisional meminta hujan yang disebut dengan Upacara Ngayu-ngayu. Upacara ini oleh penduduk Desa Selaparang biasanya dilakukan pada saat hujan sudah lama tidak pernah turun di desa mereka. (Rizal Perdana Putra) .---


Sumber: Tidak diketahui, 5 Mei 1985

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

PERISTIWA WESTERLING 23 JANUARI 1950 DI BANDUNG

Oleh : Djamal Marsudi Sejarah kekejaman Westerling sebetulnya sudah dimulai dari Sulawesi semenjak tahun 1945/1946, maka pada waktu Kahar Muzakar yang pada waktu itu menjadi orang Republiken, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta, telah memberikan laporan bahwa korban yang jatuh akibat kekejaman yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 (empat puluh ribu jiwa manusia). Laporan tersebut di atas lalu diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam rangka upacara peringatan korban "WESTERLING" yang pertama kali pada tanggal 11 Desember 1949 di Yogyakarta, justru sedang dimulainya Konperensi Meja Bundar di Negeri Belanda. Berita "Kejutan" yang sangat "Mengejutkan" ini lalu menjadi gempar dan menarik perhatian dunia internasional. Maka sebagai tradisi pada setiap tahun tanggal 11 Desember, masyarakat Indonesia dan Sulawesi khususnya mengadakan peringatan "KORBAN 40.000 JIWA PERISTIWA WESTERLING" di Sulawesi Selatan. T...