Langsung ke konten utama

Nasionalisme dan Nasion Indonesia

Oleh: A. Agoes Sriyono

Pembicaraan di sekitar masalah nasionalisme di berbagai media massa akhir-akhir ini menghangat lagi. Pengertian nasionalisme yang secara tradisional biasanya mewujud dalam bentuk gerakan atau perjuangan kemerdekaan suatu bangsa kini mulai ditinggalkan. Kini orang mulai mempertanyakan makna nasionalisme dalam kaitan dengan perkembangan dunia modern. Nasionalisme kini ditautkan dengan modernisasi yang ternyata punya sisi negatif dan oleh sebagian orang dikhawatirkan dapat melunturkan nasionalisme. Bertolak dari pemikiran ini kemudian muncullah gagasan perlunya nasionalisme baru, nasionalisme yang tanggap terhadap kemajuan dan perubahan zaman. Namun sampai saat ini ternyata belum ada satu konsep pun yang dapat diterima sebagai konsep nasionalisme baru, karena memang terasa sulit merumuskan.

Kesulitan merumuskan konsep nasionalisme baru menurut pendapat saya terutama disebabkan kurang dipahaminya secara mendalam pengertian nasion (bangsa) Indonesia sebagai akar nasionalisme. Nasionalisme ada, tumbuh, dan berkembang di dalam tubuh nasion Indonesia sendiri. Rasa cinta dan kerelaan berkorban bagi bangsa, solidaritas dan partisipasi dalam era pembangunan bangsa dan rasa bangga sebagai bangsa yang merupakan unsur esensial dari nasionalisme bisa menyata kalau didasari oleh pemahaman mengenai nasion Indonesia. Kalau seorang menyatakan cinta dan rela berkorban demi bangsa Indonesia atau mengungkapkan solidaritasnya kepada bangsa Indonesia, siapa sajakah yang dapat dianggap sebagai anggota nasion Indonesia? Berdasar pada pertanyaan yang mendasar ini, tulisan berikut mencoba memahami nasionalisme dengan titik tolak pada pemahaman tentang nasion Indonesia (catatan: pemakaian kata "bangsa" dan "nasion" di sini digunakan berganti-ganti dengan makna yang sama).

Pada tanggal 11 Maret 1882, seorang pujangga mashur Prancis Ernest Renan mengucapkan pidato dengan judul: "Ou' est ce qu'une nation?" (Apakah bangsa itu?). Dalam pidatonya ia mengemukakan keyakinannya, bahwa bangsa itu menyangkut soal perasaan, soal kehendak semata-mata untuk hidup bersama yang timbul antara segolongan besar manusia. Nasion-nasion baru, kata Renan, berlainan dengan nasion-nasion lama karena nasion-nasion baru merupakan perpaduan berbagai unsur penduduk. Dalam nasion-nasion baru ikatan-ikatan kecil seperti suku, ras atau ikatan keagamaan menyerahkan diri pada ikatan yang besar yakni nasion. Dengan pendapat ini berarti Renan menyangkal bahwa suatu nasion timbul karena persamaan suku, ras, agama, bahasa, atau geografi. Secara lebih jelas dalam pidatonya itu Renan memberikan contoh bangsa Prancis. Katanya, seorang bisa menjadi bangsa Prancis meski ia menganut agama Katolik, Protestan, atau Yahudi.

Untuk lebih memahami pengertian nasion, perlu kiranya terlebih dahulu kita mengadakan pembedaan secara tegas antara pengertian nasion dan negara. Hal ini mengingat dua pengertian tersebut sering dianggap sama, padahal sesungguhnya berbeda. Apabila kita berbicara masalah nasion berarti kita berbicara tentang jenis-jenis tindakan tertentu saja dari orang-orang yang bersangkutan; sedangkan apabila kita berbicara tentang negara, kita berbicara tentang jenis-jenis tindakan tertentu yang lain. Oleh sebab itu, ada kemungkinan bahwa orang-orang tertentu yang ikut berperan dan bertindak sebagai anggota nasion tertentu tidak ikut berperan dan bertindak sebagai anggota negara yang berkaitan dengan nasion yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya.

Negara, menurut ahli teori sosiologi politik Mac Weber (1864-1920), terdiri dari suatu masyarakat yang berhasil memperoleh dan mempertahankan monopoli atau penggunaan kekuatan fisik di suatu wilayah tertentu dalam mempertahankan tata ketertiban. Negara adalah satu-satunya sumber hak untuk menggunakan kekerasan yang diperlukan untuk menjamin ketertiban itu. Jadi negara diartikan sebagai keseluruhan tindakan-kegiatan yang diadakan sesuai dengan suatu kumpulan aturan-aturan hukum--tertulis maupun tidak--yang oleh karenanya dianggap harus ditaati oleh penduduk wilayah negara yang bersangkutan.

Sedangkan suatu nasion merupakan suatu kesatuan sosial yang tidak tergantung pada, atau tidak didasarkan atas, aturan-aturan hukum. Suatu nasion adalah suatu kesatuan solidaritas, suatu jaringan hubungan setia-kawan prioritas, tinggi yang besar. Hubungan-hubungan solidaritas ini bisa dijumpai tanpa pengaturan oleh aturan-aturan hukum yang diadakan dan dipertahankan oleh suatu pemerintah negara. Sebaliknya, aturan-aturan hukum yang diterapkan pada penduduk wilayah suatu negara tertentu tidak menjamin terwujudnya hubungan-hubungan solidaritas yang merupakan ciri pokok suatu nasion. Dari pengertian ini kemudian barulah kita bisa melangkah pada pertanyaan pokok: siapakah nasion Indonesia itu?

Dalam rangka memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar telah menyediakan perangkat analisas yang cukup memadai. Untuk menjawab siapakah nasion Indonesia ia membedakan 3 (tiga) tingkat analis yakni sistem budaya, sistem sosial, dan sistem kepribadian. Ketiga sistem ini saling berhubungan satu dengan yang lain, tetapi ketiga sistem ini tak dapat dianggap sama.

Sistem budaya nasion kita terdiri dari kepercayaan-kepercayaan yang kita anut bersama yakni kepercayaan kepada Tuhan YME; nilai-nilai yang kita gunakan sebagai pedoman-pedoman umum dalam tingkah laku menyata dalam Pancasila dan kejujuran; aturan-aturan yang kita gunakan sebagai pedoman bernegara seperti UUD 1945; pengertian dan ide-ide dinyatakan dalam bahasa nasional, bahasa Indonesia. Siapa saja dapat mempelajari dan kemudian menguasai unsur-unsur sistem budaya nasional kita. Penguasaan unsur-unsur kebudayaan ini memungkinkan orang yang bersangkutan dapat berperan sebagai orang Indonesia meskipun tidak ada jaminan ia memang akan dianggap merupakan bagian dari kesatuan solidaritas besar yang merupakan perwujudan nasion Indonesia. Pengakuan sebagai bagian dari kesatuan solidaritas bagi "orang baru" meskipun telah menguasai unsur-unsur kebudayaan biasanya merupakan proses yang memerlukan waktu. Masuknya orang keturunan asing ke dalam tubuh nasion Indonesia merupakan salah satu contoh kongkrit.

Pada tingkat kedua, yakni tingkat sistem sosial, sebagai sistem yang diatur dan diawali oleh sistem budaya nasion kita terdiri dari kelompok-kelompok solidaritas baik besar maupun kecil yang dikenal sebagai kelompok keindonesiaan. Kelompok-kelompok ini harus dibedakan dengan kelompok-kelompok solidaritas kedaerahan, atau kesukuan dan kelompok-kelompok solidaritas asing. Dalam bahasa sosiologi kelompok-kelompok demikian layak disebut kolektiva-kolektiva keindonesiaan. Dan sebagai anggota suatu kolektiva demikian, mereka mengadakan hubungan-hubungan kerja sama yang sedikit banyak mengandung rasa setia-kawan dengan anggota-anggota lain dari kolektiva ini. Dalam kolektiva-kolektiva demikianlah terwujud hubungan-hubungan solidaritas yang menyatukan berbagai unsur yang merupakan anggota nasion Indonesia.

Pada tingkat ketiga, tingkat sistem kepribadian, nasion Indonesia terwujud sebagai pola-pola penglihatan, perasaan dan penilaian yang dianggap merupakan pola-pola keindonesiaan dan bukan pola-pola kepribadian masyarakat daerah tertentu atau kerpibadian asing. Salah satu unsur penting dari sistem kepribadian keindonesiaan adalah identitas diri orang Indonesia. Bagi mereka yang menganggap dirinya orang Indonesia seharusnya selalu ada kecenderungan pada dirinya untuk mengutamakan unsur-unsur kepribadian keindonesiaan lebih daripada unsur-unsur kepribadian kedaerahan atau asing. 

Dari ketiga tingkat analisis di atas maka dapatlah kemudian disimpulkan bahwa nasion Indonesia merupakan kesatuan nasional yang terdiri dari orang-orang yang mau mengidentikkan diri sebagai orang Indonesia dalam mana kesetiaan pada kolektiva keindonesiaan mengatasi kesetiaan pada kolektiva-kolektiva yang lebih sempit seperti kedaerahan, asal-usul dan lain sebagainya. Mengingat bahwa nasion Indonesia mengatasi berbagai macam kolektiva sosial yang terdapat pada berbagai bidang kegiatan seperti agama, ekonomi, politik, kesenian, dan sebagainya, maka salah satu ciri dari nasion Indonesia adalah keragaman.

Oleh karenanya nasionalisme yang berakar pada nasion Indonesia haruslah mempunyai makna cinta, solider, dan rela berkorban demi bangsa yang bercirikan keragaman. Apabila hal ini diterjemahkan dalam praktek kehidupan sehari-hari, maka nasionalisme tampak pada kemauan seorang untuk solider terhadap orang lain tanpa harus memperhitungkan orang lain itu sebagai anggota kolektiva sosial yan berbeda. Kesetiaan picik pada daerah asal dengan segala manifestasinya, almamaterisme yang berwawasan sempit, sikap dan tindakan diskriminatif, ketergantungan yang berlebihan terhadap kolektiva asing, semuanya adalah contoh tindakan yang a-nasionalis. Kiranya pemahaman atas nasion Indonesia inilah yang bisa membuka cakrawala pandangan secara lebih luas akan konsepsi nasionalisme baru, nasionalisme yang tanggap terhadap kemajuan dan perubahan dengan tetap berpijak pada kesadaran akan keragaman. * * *

Jakarta, 20 April 1983.



Sumber: Suara Karya, 13 Mei 1983



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...