Langsung ke konten utama

Mengungkap Kembali Tanggal 2 September 1945: Jenderal Douglas Mac Arthur Menerima Penyerahan Jepang di Atas Geladak Kapal USS Missouri

Oleh : Djamal Marsudi.

Pada hari Minggu tanggal 8 Desember 1941 Jepang telah memaklumkan perang terhadap Amerika Serikat dengan Sekutunya yang terdiri dari Inggeris, Hindia Belanda (yang menjadi Indonesia), Australia, waktu itu Philipina masih menjadi negeri jajahan Amerika Serikat. 

Walaupun Amerika Serikat telah membanggakan bentengnya yang tangguh di Corridor dan Bataan yang terletak di kepulauan Philipina, tapi nyatanya hanya 3 bulan saja pertahanan A.S. dapat disapu bersih oleh pasukan-pasukan Jepang yang terdiri dari angkatan-angkatan Darat, Laut dan Udara. Demikian pula jajahan Hindia Belanda yang ada di Indonesia dan jajahan Kerajaan Inggeris di Hongkong, Malaysia, dan Burma setali tiga uang yang nasibnya sama dengan Philipina.

Setelah kepulauan Philipina tidak dapat dipertahankan lagi oleh pasukan-pasukan A.S. yang di bawah pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur, akhirnya Jenderal Mac Arthur dengan sebagian pasukan-pasukannya yang terdiri dari putra-putra Philipina telah mengundurkan diri menuju ke jurusan Selatan, yang berpangkalan di Australia. Tapi sebelum meninggalkan Philipina Mac Arthur telah berpesan kepada rakyat Philipina dengan kata singkat: "Saya akan kembali."

Perang Pasifik yang berlangsung selama 3½ tahun, akhirnya dengan loncatan katak melalui Jaya Pura, Irian Jaya, dan Pulau Biak, Jenderal Douglas Mac Arthur dengan pasukan-pasukannya dapat mendarat kembali di Bataan Philipina untuk menepati janjinya kepada rakyat Philipina.

Pada tanggal 6 Agustus 1945 pesawat pembom raksasa B.29 telah menjatuhkan Bom Atom di Hiroshima, disusul kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 di kota Nagasaki. Setelah kedua kota ini menjadi rata dengan tanah, akhirnya Kerajaan Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945.

Dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu (Baca: Amerika Serikat) maka pemerintah AS telah menunjuk Jenderal Douglas Mac Arthur menjadi Panglima Tertinggi Tentara Pendudukan Sekutu di Jepang, yang dalam bahasa asingnya: supreme Commander of Allied Powers for the Occupation of Japan, atau disingkat: (SCAP).

Ditunjuknya Douglas Mac Arthur menjadi SCAP, ia telah datang ke Jepang pada tanggal 28 Agustus 1945 langsung dari Bataan Philipina mendarat di lapangan terbang militer Atsugi Tokyo. Waktu ia turun di lapangan terbang Atsugi telah meninggalkan kesan yang mendalam kepada rakyat Jepang, yang mengetahui latar belakang pengetahuan Mac Arthur tentang Jepang. Dengan mengetahui latar belakang itulah yang kemudian ternyata telah memberikan pedoman kebijaksanaan kepada Jenderal Mac Arthur dalam meletakkan dasar-dasar politiknya untuk merehabilitasi Jepang sesudah kekalahannya dalam Perang Pasifik yang oleh fihak Jepang mengatakan "Perang Asia Timur Raya" dengan semboyannya "Asia untuk Bangsa Asia".

Siapakah Jenderal Douglas Mac Arthur yang merobah wajah fasisme Jepang menjadi negara Demokrasi?

Menurut catatan sejarah yang pernah didapat oleh penulis waktu bertugas ke Jepang seusai Perang Dunia II, Douglas Mac Arthur pada usia muda pernah mengikuti ayahnya berkunjung ke Tokyo, Jepang. Ayahnya waktu itu berpangkat Letnan Jenderal Arthur, Mac Arthur bertugas sebagai Pengamat Militer Amerika Serikat dalam perang Jepang-Uni Soviet (1904-1905) yang akhirnya kekalahan di fihak Uni Sovyet. Waktu itu romobongan ayahnya mengadakan perjalanan inspeksi di medan perang di kota Manchuria yang merupakan daratan Rusia/RRC. Douglas Mac Arthur telah berkesempatan untuk berjumpa dengan jenderal-jenderal Jepang yang tersohor, seperti Jenderal Ikuo Oyama, Jenderal Nogi, Jenderal Kodama dan lain-lainnya. Dengan adanya hubungan dengan jenderal-jenderal Jepang itulah kiranya meninggalkan kesan yang mendalam terhadap diri Douglas Mac Arthur.

Pemimpin-pemimpin militer bangsa Jepang harus mempunyai jiwa Bushido, demikian kata pimpinan militer Jepang kepada Mac Arthur di kala itu. Walaupun tentara Uni Sovyet merupakan musuh bagi orang Jepang, namun mereka harus diperlakukan dengan baik dan sopan dalam tawanan, karena mereka itu mengorbankan jiwa raganya untuk negaranya, seperti halnya tentara Jepang yang setia dan mau berkorban untuk negerinya.

Dengan adanya semangat Bushido yang merupakan tradisi bagi bangsa Jepang inilah yang menciptakan dan meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa Douglas Mac Arthur tatkala masih muda dalam kunjungannya ke negeri Matahari Terbit di waktu itu.

Suatu peristiwa yang mengesankan adalah, kalau perwira-perwira dan serdadu-serdadu Amerika Serikat yang mengawal semua bersenjata lengkap dan bermuka seram dan tegang waktu mendarat di lapangan terbang Atsugi. Tapi Jenderal Mac Arthur sendiri tidak bersenjata sama sekali. Padahal di Markas Besar Sekutu di Manila sebelumnya pernah dipertaruhkan apakah benar dan mungkin bahwa rakyat Jepang dapat berbalik 180 derajat dengan membuang sikap fanatiknya dan kebencian mereka dan menerima baik pemerintah Kaisarnya untuk menyerah kalah kepada Tentara Sekutu.

Walaupun memasuki daerah musuh di sekitar lapangan terbang Militer Atsugi dalam jarak jalan masih terdapat 10 Divisi tentara Jepang, Jenderal Mac Arthur tampak secara bebas dan tenang turun dari tangga pesawat terbang dengan pipa kesukaannya di tangan kanan. Sikap tersebut oleh rakyat Jepang ditafsirkan sebagai pantulan daripada kepercayaan Mac Arthur pada semangat Bushido Jepang itu dan bukannya suatu pertanda keberanian besar pada dirinya. Sikap Mac Arthur yang telah menempatkan kepercayaan pada dada seseorang seperti ungkapan peribahasa Jepang semenjak mendaratnya di Jepang.

Di dalam Sidang Mahkamah Militer Internasional di Tokyo, Jenderal Mac Arthur tampaknya juga tidak menunjukkan sebagai jenderal yang menang dalam perang, ia duduk secara tenang dan sopan seperti pengunjung-pengunjung yang lain dari kalangan sipil dan militer. Dalam suatu wawancara dengan pers, Mac Arthur mengatakan, bahwa pertanggung jawab di dalam suatu peperangan merupakan suatu masalah kontroversil yang sangat pelik. Orang-orang Jepang seperti halnya orang-orang Amerika mengorbankan jiwa raganya untuk membela negaranya. Kini orang Jepang harus mempertanggungjawabkan hal itu, hanya karena mereka kalah perang. Kalau kedudukan dibalikkan, maka orang-orang Amerikalah yang harus mempertanggungjawabkan kejahatan perang itu. Demikian kata Mac Arthur yang berkuasa di kota Jepang pada saat itu.

Menurut tinjauan penulis yang pernah bertugas ke negeri Jepang, untuk mengumpulkan data-data setelah Jepang menyerah, maka diangkatnya Jenderal Mac Arthur sebagai Panglima Tertinggi atau SCAP merupakan keuntungan besar bagi negara Jepang. Oleh masyarakat Jepang Mac Arthur dipandang sebagai Negarawan dan Prajurit Agung yang memahami tradisi negeri matahari terbit.

Sewaktu masyarakat Jepang dilanda putus asa dalam masa kebingungan sesudah kalah perang, Jenderal Mac Arthur telah memberikan dorongannya yang tidak kenal lelah, karena dia yakin bahwa bangsa Jepang yang mempunyai warisan kebudayaan tinggi tidak akan begitu saja menerima kekalahan perangnya itu, tetapi akan dapat bangkit kembali dan merehabilitir negaranya ke tingkat yang melebihi keadaan sebelum perang.

Di dalam pidato sesudah upacara penandatanganan dokumen penyerahan di atas geladak kapal perang USS: Missouri pada tanggal 2 September 1945 di Teluk Tokyo, jenderal Mac Arthur antara lain mengatakan: Tenaga bangsa Jepang bila dibimbing secara tepat, akan berkembang secara vertikal dan bukan horisontal. Bila bakat-bakat mereka itu diarahkan ke jurusan pembangunan produktif, maka negara ini akan dapat mengangkat dirinya sendiri dari keadaan hina ini ke suatu kedudukan yang terhormat. Jelaslah apa yang diucapkan oleh Mac Arthur itu sekarang menjadi kenyataan.

Mac Arthur pada waktu itu dapat meramalkan kemungkinan kerja sama Jepang-Amerika Serikat untuk memelihara perdamaian di Asia dan Dunia khususnya, tapi dengan syarat, Jepang harus direhabilitasi dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Meskipun dalam meletakkan politik bagi pemerintahan tentara pendudukan itu Mac Arthur tidak dapat luput dari kesalahan dan kekurangan-kekurangannya, namun dipandang oleh rakyat Jepang, kebaikan dan kebijaksanaannya itu melampaui kekurangannya.

Satu contoh lain lagi yang mengesankan adalah masalah persenjataan kembali negeri Jepang.

Almarhum John Foster Dulles dalam kedudukannya sebagai penasehat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah berkunjung ke Jepang pada tahun 1950. Dia dengan gigih menganjurkan persenjataan kembali Jepang sesuai dengan politik dan kondisi pada saat itu. Tapi usul ini tidak dapat diterima oleh Perdana Menteri Shigeru Yoshida atas dasar kesulitan-kesulitan keuangan pada waktu itu, tetapi lebih-lebih karena Yoshida khawatir akan reaksi rakyat Jepang yang baru saja mendapat pelajaran pahit dalam perang Pasifik di masa yang lalu.

Pada waktu tidak terdapat persepakatan mengenai masalah itu, mereka lalu membicarakannya dengan Mac Arthur. Meskipun Mac Arthur mengakui kepentingan usul Dulles itu namun sebaliknya dia menyampaikan saran agar Jepang sebaiknya mendayagunakan fasilitas-fasilitas industrinya yang menganggur pada waktu itu untuk memproduksi barang-barang yang diperlukan oleh negara-negara tetangganya yang ada di Asia. Karena dengan demikian itu, berarti Jepang dapat menyumbang lebih banyak bagi pemeliharaan perdamaian dunia daripada memiliki angkatan bersenjatanya sendiri. Dan sekarang telah menjadi kenyataan bahwa pendayagunaan fasilitas-fasilitas industri Jepang itu memang berhasil menciptakan suatu perekonomian dan perdagangan yang membuat negeri Matahari Terbit itu menjadi makmur, malahan melebihi sebelum pecahnya Perang Dunia II.

Memang ditinjau dari keadaan dewasa ini dapatlah difahami sebab apa rakyat Jepang merasa syukur bahwa SCAP dipegang oleh seorang Amerika Serikat dalam diri Jenderal Mac Arthur yang cukup memahami rakyat Jepang dan negaranya.

Contoh-contoh lain mengenai pengertian Mac Arthur tentang Jepang dapat dilihat lebih lanjut dengan beberapa keputusan-keputusan penting dan berani yang diambilnya demi kepentingan Jepang. Mac Arthur telah menolak usul Uni Sovyet untuk menuntut Kaisar Jepang ke hadapan Mahkamah Militer Internasional. Dan bertentangan dengan kehendak Uni Sovyet, Mac Arthur malahan mengijinkan pemeliharaan sistim pemerintahan kekaisaran yang dipandangnya penting sekali bagi usaha pembangunan kembali Jepang. Namun yang lebih penting lagi kiranya adalah penolakan Mac Arthur terhadap usul Uni Sovyet yang menghendaki pembagian wilayah penduduk Jepang oleh tentara Sekutu. Dapatkah kiranya diharapkan bahwa Jepang dapat dipersatukan dan dipulihkan kembali seperti keadaan sekarang ini bilamana usul Uni Sovyet itu diterima? Bukankah kiranya Jepang akan mengalami nasib yang serupa seperti Jerman, Vietnam, dan Korea bilamana usul itu diterima Mac Arthur? Adalah menjadi kenyataan, bahwa negara-negara yang dibagi menjadi dua hingga sekarang masih timbul kekacauan dan kekeruhan.

Mengenai Konstitusi Jepang yang baru (1946) memang ada berbagai tafsiran dan pandangan. Ada yang mengatakan Undang-Undang itu dibuat secara tergesa-gesa atas dasar instruksi Mac Arthur dan karena itu mengandung hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi Jepang. Memang banyak kaum cerdik pandai yang memiliki pandangan itu. Namun bilamana direnungkan kembali keadaan Jepang segera sesudah kalah perang, tanpa adanya petunjuk dan jaminan bagi usaha pendemokrasian yang direncanakan dan usaha pemeliharaan sistem pemerintahan kekaisaran ataupun usaha ke arah pembuatan suatu perjanjian perdamaian, akan jelaslah kiranya bagi umum kebenaran politik Mac Arthur untuk mempersembahkan suatu rancangan Konstitusi baru kepada rakyat Jepang dalam usaha pendemokrasian kembali negara itu.

Usaha pembaharuan negara dengan jalan penggantian konstitusi seperti itu yang laizmnya memerlukan puluhan tahun ternyata harus dijalankan dalam waktu singkat saja. Dari itu, sudah pasti mem- ... dengan keadaan yang sudah berobah. Meskipun demikian, gagasan-gagasan azasi maupun itikad baik Mac Arthur ternyata dapat dinikmati oleh rakyat Jepang hingga kini.

Untuk jasa-jasanya yang tidak dapat diperinci dan kiranya tidak dapat dilupakan oleh rakyat Jepang itu, almarhum PM Shigeru Yoshida pernah mengusulkan kepada PM Hayato Ikeda (almarhum) pada awal tahun 1964 untuk mengundang Mac Arthur ke Jepang. Namun sayang sekali karena kemunduran kesehatan dan kematiannya kemudian hal itu tidak dapat diwujudkan, meskipun Mac Arthur sendiri sangat ingin melihat kembali Jepang yang sudah maju dan pulih kembali seperti yang pernah diramalkan sebelumnya.

Di dalam sambutan untuk buku tentang Mac Arthur karangan wartawan perang kawakan Frazier Hunt, The Untold Story of Douglas Mac Arthur, PM Shigeru Yoshida dengan tepat mengungkapkan jasa-jasa Mac Arthur sebagai berikut: "Saya tidak dapat melupakan sukses-sukses besar sang Jenderal dalam membangun kembali negara kami dari puing-puing kehancuran akibat kekalahan perang. Dari suasana kekurangan bahan makanan, suasana kacau di bidang politik, ekonomi, dan sosial, dan dari suasana kekisruhan hati manusia, Mac Arthur telah meletakkan dasar-dasar bagi suatu Jepang baru yang menjadi sumber daripada kemakmuran negara kami dewasa ini."

Dan seorang tokoh politik Jepang yang pernah menjadi anggota parlemen, Menteri Negara, menteri Luar Negeri, dan Dutabesar untuk PBB pernah mengatakan bahwa dalam sejarah Jepang yang lk. 2000 tahun usianya itu, kiranya belum pernah ada seorang asing yang meninggalkan kesan yang mendalam seperti halnya Mac Arthur.



Sumber: KORPRI, Tanpa tanggal



Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api (1) Pihak Inggris dengan "Operation Sam" Hendak Menyatukan Kembali Kota Bandung

Oleh H. ATJE BASTAMAN SEBAGAI seorang yang ditakdirkan bersama ratus ribu rakyat Bandung yang mengalami peristiwa Bandung Lautan Api, berputarlah rekaman kenangan saya: Dentuman-dentuman dahsyat menggelegar menggetarkan rumah dan tanah. Kobaran api kebakaran meluas dan menyilaukan. Khalayak ramai mulai meninggalkan Bandung. Pilu melihat keikhlasan mereka turut melaksanakan siasat "Bumi Hangus". Almarhum Sutoko waktu itu adalah Kepala Pembelaan MP 3 (Majelis Persatuan Perdjoangan Priangan) dalam buku "Setahoen Peristiwa Bandoeng" menulis: "Soenggoeh soeatu tragedi jang hebat. Di setiap pelosok Kota Bandoeng api menyala, berombak-ombak beriak membadai angin di sekitar kebakaran, menioepkan api jang melambai-lambai, menegakkan boeloe roma. Menjedihkan!" Rakyat mengungsi Ratusan ribu jiwa meninggalkan rumah mereka di tengah malam buta, menjauhi kobaran api yang tinggi menjolak merah laksana fajar yang baru terbit. Di sepanjang jalan ke lua

Soetatmo-Tjipto: Nasionalisme Kultural dan Nasionalisme Hindia

Oleh Fachry Ali PADA tahun 1918 pemerintahan kolonial mendirikan Volksraad  (Dewan Rakyat). Pendirian dewan itu merupakan suatu gejala baru dalam sistem politik kolonial, dan karena itu menjadi suatu kejadian yang penting. Dalam kesempatan itulah timbul persoalan baru di kalangan kaum nasionalis untuk kembali menilai setting  politik pergerakan mereka, baik dari konteks kultural, maupun dalam konteks politik yang lebih luas. Mungkin, didorong oleh suasana inilah timbul perdebatan hangat antara Soetatmo Soerjokoesoemo, seorang pemimpin Comittee voor het Javaansche Nationalisme  (Komite Nasionalisme Jawa) dengan Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, seorang pemimpin nasionalis radikal, tentang lingkup nasionalisme anak negeri di masa depan. Perdebatan tentang pilihan antara nasionalisme kultural di satu pihak dengan nasionalisme Hindia di pihak lainnya ini, bukanlah yang pertama dan yang terakhir. Sebab sebelumnya, dalam Kongres Pertama Boedi Oetomo (1908) di Yogyakarta, nada perdebatan yang sama j

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang bes

Dr Tjipto Mangoenkoesoemo Tidak Sempat Rasakan "Kemerdekaan"

Bagi masyarakat Ambarawa, ada rasa bangga karena hadirnya Monumen Palagan dan Museum Isdiman. Monumen itu mengingatkan pada peristiwa 15 Desember 1945, saat di Ambarawa ini terjadi suatu palagan yang telah mencatat kemenangan gemilang melawan tentara kolonial Belanda. Dan rasa kebanggaan itu juga karena di Ambarawa inilah terdapat makam pahlawan dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Untuk mencapai makam ini, tidaklah sulit. Banyak orang mengetahui. Di samping itu di Jalan Sudirman terdapat papan petunjuk. Pagi itu, ketika penulis tiba di kompleks pemakaman di kampung Kupang, keadaan di sekitar sepi. Penulis juga agak ragu kalau makam dr Tjipto itu berada di antara makam orang kebanyakan. Tapi keragu-raguan itu segera hilang sebab kenyataannya memang demikian. Kompleks pemakaman itu terbagi menjadi dua, yakni untuk orang kebanyakan, dan khusus famili dr Tjipto yang dibatasi dengan pintu besi. Makam dr Tjipto pun mudah dikenali karena bentuknya paling menonjol di antara makam-makam lainnya. Sepasan