Langsung ke konten utama

Etnisitas & Nasionalisme

Agus Mulyana
Dekan FPIPS UPI

Gagasan tentang nasionalisme merupakan pemikiran yang menjadi dasar terhadap lahirnya suatu bangsa. Nasionalisme, sebagaimana dikatakan oleh Ernest Renan, adalah kemauan untuk bersatu tanpa paksaan dalam semangat persamaan dan kewarganegaraan. Sementara itu, menurut Hans Kohn, nasionalisme adalah suatu bentuk state of mind and an act of consciousness. Dengan demikian, keinginan untuk bersatu atas dasar kesadaran dan tidak ada paksaan terbentuk dalam pola pikir masyarakatnya. Terbentuknya kesadaraan ini biasanya karena memiliki pengalaman sejarah yang sama seperti yang terjadi di Indonesia. Bangsa Indonesia mengalami penjajahan sehingga membangkitkan kesadaran masyarakatnya melakukan perlawanan terhadap penjajah yang kemudian bersepakat membentuk negara yang merdeka atas dasar nasionalisme. Kesepakatan ini terwujud dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Kesadaran tentang nasionalisme dapat pula berakar dari rasa kesukuan (etnisitas). Kemunculan kesadaran ini disebabkan, pada kelompok masyarakat tersebut menginginkan kelompok sukunya bisa maju dan tidak ingin ketinggalan dari kelompok suku lain atau ingin bersama-sama dengan kelompok suku lainnya membangun suatu negara bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak suku dan mereka memiliki pengalaman sejarah yang sama sebagai masyarakat yang dijajah oleh bangsa lain. Keinginan bersama untuk membentuk suatu bangsa telah muncul pada awal abad ke-20 dengan lahirnya organisasi pergerakan kebangsaan seperti Budi Utomo, Syarekat Islam, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, yang kemudian disusul dengan munculnya organisasi-organisasi pemuda yang terbentuk atas dasar kesukuan seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong Celebes, dan sebagainya.

Pada masyarakat di Jawa Barat, kesadaran etnis muncul dengan berdirinya Paguyuban Pasundan. Organisasi ini berdiri dipelopori oleh para pelajar Stovia yang berasal dari etnis Sunda dan merasa tidak puas ketika mereka bergabung dalam Budi Utomo. Ketidakpuasan kalangan kaum terpelajar Sunda terhadap Budi Utomo khususnya mereka yang belajar di Stovia di Jakarta memberikan inspirasi bagi mereka untuk mendirikan organisasi sejenis Budi Utomo. Budi Utomo dinilai oleh pelajar Stovia dari Sunda kurang luas, karena hanya terbatas pada kalangan atas saja, terutama kalangan pamong praja dan pegawai negeri serta terlalu berorientasi pada kebudayaan Jawa saja.

Bertempat di rumah Daeng Kanduruan Ardiwinata seorang sastrawan Sunda, Redaktur Kepala Commisie Voor de Volkslectuur (Balai Pustaka), para pelajar Stovia ini mengadakan musyawarah pada tanggal 20 Juli 1913 yang kemudian terbentuk suatu organisasi bernama Paguyuban Pasundan. Hadir pula dalam musyawarah ini beberapa siswa HBS, KWS, dan sebagainya. Tujuan organisasi ini antara lain disebutkan 1) memuliakan bahasa dan budaya Sunda; 2) ikut berpartisipasi aktif dalam memajukan pengetahuan orang Sunda.

Jika dilihat dari latar belakang dan tujuan awal berdirinya Paguyuban Pasundan, tampak bagaimana munculnya kesadaran etnis di kaum terpelajar Sunda untuk membangun suatu kemajuan bagi etnisnya. Membangun kemajuan pada saat itu merupakan indikator penting sebagai perwujudan membangun nasionalisme. Etnik Sunda sebagai bagian dari masyarakat yang ada di Hindia Belanda (Indonesia) saat itu berada dalam kondisi dijajah seperti halnya pada etnis-etnis lainnya dalam wilayah Hindia Belanda. Para kaum terpelajar Sunda yang mendapatkan pendidikan dari kaum penjajah menyadari bahwa untuk melepaskan diri dari penjajahan ini tidak lain harus membangun kemajuan di kalangan masyarakat pribumi khususnya pada etnis Sunda.

Dinamika politik pada kaum pergerakan kebangsaan yang terjadi di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 memengaruhi terhadap orientasi gerakan politik Paguyuban Pasundan sebagai bagian dari organisasi pergerakan kebangsaan yang ada di wilayah Jawa Barat. Orientasi Paguyuban Pasundan tidak sebatas kedaerahan saja, tetapi juga menempatkan diri sebagai bagian yang ingin memperjuangkan Indonesia ke depan. Sikap dari orientasi ini nampak ketika keterlibatan Paguyuban Pasundan masuk dibentuk sebuah komite "Persatuan Indonesia" yang dibentuk September 1926. Komite ini bertujuan menyatukan berbagai aliran politik di kalangan Pergerakan Nasional. Paguyuban Pasundan masuk dalam komite ini bersama-sama SI, Mohammadiyah, Jong Islamieten Bond (JIB), Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon, dan Sarekat Sumatera.

Selain terlibat dalam komite "Persatuan Indonesia", sebagai bentuk orientasi yang bersifat nasionalis, Paguyuban Pasundan ikut bergabung dalam PPKI (Pemoefakatan Perhimpunan Kebangsaan Indonesia) suatu badan federasi dari berbagai organisasi pergerakan kebangsaan, dibentuk dalam rapat pada tanggal 17/18 Desember 1927. Dalam rapat pembentukan PPKI ini, dari Paguyuban Pasundan diwakili oleh R Oto Koesoemabrata, Bakri Soerjaatmadja, dan Soetisna Senjaya.

Sikap kebangsaan Indonesia Paguyuban Pasundan lebih diperkuat lagi dalam kongresnya di Tasikmalaya (30 Maret-1 April 1929). Dalam kongres ini, R Oto Koesoemabrata menjelaskan bahwa orang Sunda hanyalah sebagian dari bangsa Indonesia. Jika Paguyuban Pasundan berusaha memajukan daerah Pasundan bidang sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya, jangan diartikan seakan-akan Pasundan memisahkan diri atau mengasingkan diri dari golongan-golongan rakyat lainnya. Sebagai jembatan (alat komunikasi) digunakan bahasa Indonesia atau Belanda.

Memasuki milangkala yang ke-104 sudah sepantasnya Paguyuban Pasundan semakin memperkuat identitas kesundaan yang berwawasan kebangsaan dengan menempatkan diri sebagai bagian dari pilar dalam kemajuan orang Sunda. Secara kuantitatif, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang paling banyak. Jika masyarakat Jawa Barat maju maka dengan otomatis masyarakat Indonesia pun akan terangkat kemajuannya. Oleh karena itu, peran Paguyuban Pasundan dalam meningkatkan mutu masyarakat Jawa Barat menjadi suatu keharusan sebagai elemen bangsa. ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 20 Juli 2017



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Lincoln--Stanton

P rabowo sudah resmi masuk Kabinet Indonesia Maju. Bersama para pejabat kabinet lainnya, Prabowo dilantik Presiden Joko Widodo sebagai menteri pertahanan. Sebelumnya ia bersafari silaturahmi, menyambangi para ketua umum partai koalisi Jokowi. Dengan demikian, kisah nyata Lincoln-Stanton berulang di Indonesia. Edwin McMasters Stanton (1814-1869) adalah politikus dan ahli hukum yang getol sekali mencermati langkah-langkah Abraham Lincoln dan mengecamnya dengan keras. Namun, oleh Presiden Lincoln (1861-1865), Stanton justru diangkat menjadi Menteri Peperangan (Secretary of War) dalam Perang Sipil (1861-1865). Lincoln akan selalu dikenang sebagai "Great Emancipator" karena ia sangat mendukung upaya untuk menghentikan perbudakan di Amerika Serikat. Sementara Stanton membuktikan kehebatannya sebagai nasionalis dan negarawan yang setia kepada kepala negaranya. L WILARDJO Klaseman, Salatiga Sumber: Kompas , 11 November 2019