Langsung ke konten utama

Mari Bangkit Kembali

Oleh BUDIARTO SHAMBAZY

Ketika para pemuda Indonesia mengucapkan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, dunia sedang menjalani masa kemakmuran. Tekad mereka menyatakan "satu nusa, satu bangsa, satu bahasa" ketika itu merupakan kulminasi dari perjuangan bangsa-bangsa yang ingin melepaskan diri dari penjajahan.

Begitu banyak kebetulan sejarah yang menarik yang terjadi ketika dimulainya abad ke-20. Bangsa Asia cukup bangga ketika Jepang mengalahkan Rusia dalam perang tahun 1905 walaupun militerisme Jepang itu akhirnya tak dapat menahan nafsunya untuk menjajah saudara-saudaranya di China dan Korea.

Perang Dunia I pecah tahun 1914 dan berakhir empat tahun kemudian, mengubah perimbangan kekuatan di Eropa. Negara-negara di benua itu mempertahankan stabilitas dan perdamaian sembari tetap melanjutkan dominasi kultural di negara-negara jajahan mereka.

Mereka percaya pada suratan takdir yang rasialis, "white man's burden", yang pertama kali diperkenalkan Rudyard Kipling tahun 1899. Seolah-olah Tuhan membuat mereka sebagai bangsa yang secara kultural, sosial, dan ekonomis jauh lebih superior dari bangsa-bangsa lain.

Di lain pihak, negara-negara Eropa akhirnya bersaing sendiri. Mereka mengaku beradab dan "demokratis", tetapi kemudian dipermalukan sendiri oleh fasisme ala Perdana Menteri Benito Mussolini di Italia atau ambisi ekspansionis oleh Kanselir Adolf Hitler di Jerman tahun 1930-an.

Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengakhiri netralitas ketika Presiden Woodrow Wilson menyeret negaranya ke Perang Dunia I. Satu tahun setelah Sumpah Pemuda, AS dilanda "Depresi Besar" yang meluluhlantakkan ekonomi dan mendatangkan kemiskinan.

Depresi itu tak berhenti di AS, tetapi melanda pula ke sebagian negara Eropa. Di saat yang bersamaan, Revolusi Bolshevik tahun 1917 dilanjutkan dengan serangkaian pembangunan lima tahunan oleh Joseph Stalin di Uni Soviet yang mendatangkan pertumbuhan ekonomi.

Dalam konteks dunia seperti itulah nasionalisme Indonesia tumbuh. Para pemuda ketika itu dipengaruhi pula oleh kebangkitan kebangsaan yang terjadi di negeri-negeri seperti Turki, India, dan China.

Boedi Oetomo didirikan tahun 1908 oleh Wahidin Soediro Hoesodo, Raden Soetomo, dan Raden Goenawan Mangoekoesoemo. Tujuannya nonpolitis alias sekadar mengimbau Belanda mengembangkan pendidikan yang tujuan akhirnya menjamin orang pribumi hidup mulia.

Pada akhir 1909 anggota Boedi Oetomo berjumlah 10.000-an orang yang kebanyakan bermukim di Jawa dan Madura. Daya tarik Boedi Oetomo langsung berkurang ketika Hadji Samanhoedi dan Raden Mas Tirtoadisoerjo mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909.

Tiga tahun kemudian SDI berubah menjadi Sarekat Islam (SI) yang mengalami masa keemasan ketika dipimpin HOS Tjokroaminoto. Tahun 1920 SI mempunyai anggota sekitar 2,5 juta orang.

Ada juga Nationale Indische Partij (NIP) yang didirikan tahun 1929 dan merupakan organisasi "campuran" orang Eurasia dan pribumi yang dipimpin Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soeryaningrat (belakangan menjadi Ki Hadjar Dewantoro). 

Seorang Belanda anggota NIP, Hendrik Sneevliet, melakukan infiltrasi ala Marxis ke dalam tubuh SI. Maka, dibukalah jaringan komunisme internasional di Indonesia yang antara lain melibatkan tokoh-tokoh komunis, seperti Semaoen, Darsono, dan Tan Malaka.

Perserikaten Kommunist di India berdiri tahun 1920, melanjutkan persaingan perjuangan kebangsaan kelompok Islam SI melawan komunis. Maka, tokoh-tokoh Islam nasionalis yang tak mau terlibat dalam persaingan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 yang dipimpin KH Ahmad Dahlan.

Lewat ideologi yang berlainan, semua kekuatan para pemuda itu bersama-sama memulai upaya untuk mencapai Indonesia merdeka. Bung Hatta juga berjuang sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia, kumpulan pemuda di Belanda, ikut ambil bagian mulai tahun 1922.

Empat tahun kemudian, lahir Nahdlatul Ulama. Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia tahun 1927. Semua potensi pemuda itu digabungkan dalam Permoefakatan Perhimpoenan Politiek Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang bertujuan mengusir Belanda.

Selebihnya, Anda sudah tahu ketika para pemuda itulah yang berjuang bagi kemerdekaan tahun 1945. Pemuda Sudirman yang mengorganisasi laskar-laskar pemuda sekaligus meletakkan dasar-dasar TNI yang sarat ideologi kebangsaan. Pemuda DN Aidit, pemuda Achmad Yani, atau pemuda M Natsir "meramaikan" panggung politik kita. Perimbangan kekuatan politik nasionalis, komunis, militer, dan Islam telah menetapkan terjadinya "konflik dan konsensus" dalam perpolitikan Orde Lama. 

Pemuda Akbar Tandjung, pemuda Cosmas Batubara, serta pemuda dan pemudi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) mendukung lahirnya Orde Baru. Pemuda Dorodjatun Kuntjoro-Janti, pemuda Sjahrir, dan pemuda Hariman Siregar mengoreksi Orde Baru.

Para mahasiswa jadi the highest power yang menumbangkan Presiden Soeharto, 19 tahun lalu, 21 Mei 1998 atau sehari setelah Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei. Mari kita bangkit kembali menjaga NKRI, Pancasila, dan keberagaman kita bersama.


Sumber: Kompas, 20 Mei 2017


Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api (1) Pihak Inggris dengan "Operation Sam" Hendak Menyatukan Kembali Kota Bandung

Oleh H. ATJE BASTAMAN SEBAGAI seorang yang ditakdirkan bersama ratus ribu rakyat Bandung yang mengalami peristiwa Bandung Lautan Api, berputarlah rekaman kenangan saya: Dentuman-dentuman dahsyat menggelegar menggetarkan rumah dan tanah. Kobaran api kebakaran meluas dan menyilaukan. Khalayak ramai mulai meninggalkan Bandung. Pilu melihat keikhlasan mereka turut melaksanakan siasat "Bumi Hangus". Almarhum Sutoko waktu itu adalah Kepala Pembelaan MP 3 (Majelis Persatuan Perdjoangan Priangan) dalam buku "Setahoen Peristiwa Bandoeng" menulis: "Soenggoeh soeatu tragedi jang hebat. Di setiap pelosok Kota Bandoeng api menyala, berombak-ombak beriak membadai angin di sekitar kebakaran, menioepkan api jang melambai-lambai, menegakkan boeloe roma. Menjedihkan!" Rakyat mengungsi Ratusan ribu jiwa meninggalkan rumah mereka di tengah malam buta, menjauhi kobaran api yang tinggi menjolak merah laksana fajar yang baru terbit. Di sepanjang jalan ke lua

Ibnu Batuta: Penjelajah Dunia dari Rusia hingga Samudra Pasai

O rang-orang Arab sejak lama dikenal sebagai penjelajah dunia. Boleh dibilang, merekalah pionir-pionir utama yang mengantarkan umat manusia mengenal satu sama lain. Bila Columbus dianggap penemu Dunia Baru atau Benua Amerika, maka anggapan itu perlu diperbarui karena para penjelajah Arab telah mendaratkan perahu-perahu mereka di Dunia Baru tersebut lima abad sebelum kehadiran Columbus. Catatan sejarah yang ada menunjukkan kapal-kapal mereka telah melintasi Selat Bering untuk mengelilingi pantai-pantai Amerika Utara. Salah satu tokoh penjelajah muslim yang namanya diukir dengan tinta emas adalah Ibnu Batuta. Bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Lawati al Tanji, Ibnu Batuta lahir di Tangiers, Maroko, Afrika Utara pada 24 Februari 1304 M. Dibesarkan dalam keluarga yang taat memelihara Islam, Ibnu Batutah giat mempelajari fikih dari para ahli yang sebagian besar menduduki jabatan Kadi (hakim). Selain itu, ia juga mempelajari sastra dan syair Arab. Pada masa hidupnya, Bani

Pembuatan UUD 1945

Oleh Rosihan Anwar Menindaklanjuti keterangan PM Jepang Jenderal Koiso di depan sidang Diet  di Tokyo 7 September 1944 mengenai "akan diberikannya kemerdekaan kepada Hindia Timur di kelak kemudian hari", maka pada HUT Kaisar Tenno Heika 29 April 1945 diumumkan daftar nama anggota Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokoritsu Chosa Jumbi Iin . Badan yang bertugas merancang Undang-undang Dasar suatu negara Indonesia yang berdaulat merdeka diketuai oleh politikus veteran dari zaman Budi Utomo, Dokter Radjiman Wediodiningrat. Anggota-anggotanya terdiri dari pegawai negeri senior, seperti Prof Supomo, Soetardjo, Sumitro Kolopaking, dan politisi seperti Ir Soekarno, Drs Mohammad Hatta, Mr Muhammad Yamin, dan Mr Achmad Subardjo. Hanya dua wanita yang ikut, yaitu Mr Maria Ulfah Santoso dan Ny Sunaryo Mangunpuspito. Tujuh anggota berasal dari kalangan Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. Seorang akademikus muda Australia, Da

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang bes

Dr Tjipto Mangoenkoesoemo Tidak Sempat Rasakan "Kemerdekaan"

Bagi masyarakat Ambarawa, ada rasa bangga karena hadirnya Monumen Palagan dan Museum Isdiman. Monumen itu mengingatkan pada peristiwa 15 Desember 1945, saat di Ambarawa ini terjadi suatu palagan yang telah mencatat kemenangan gemilang melawan tentara kolonial Belanda. Dan rasa kebanggaan itu juga karena di Ambarawa inilah terdapat makam pahlawan dr Tjipto Mangoenkoesoemo. Untuk mencapai makam ini, tidaklah sulit. Banyak orang mengetahui. Di samping itu di Jalan Sudirman terdapat papan petunjuk. Pagi itu, ketika penulis tiba di kompleks pemakaman di kampung Kupang, keadaan di sekitar sepi. Penulis juga agak ragu kalau makam dr Tjipto itu berada di antara makam orang kebanyakan. Tapi keragu-raguan itu segera hilang sebab kenyataannya memang demikian. Kompleks pemakaman itu terbagi menjadi dua, yakni untuk orang kebanyakan, dan khusus famili dr Tjipto yang dibatasi dengan pintu besi. Makam dr Tjipto pun mudah dikenali karena bentuknya paling menonjol di antara makam-makam lainnya. Sepasan