Langsung ke konten utama

MERAYAKAN INDONESIA RAYA: Biola WR Supratman dan Sumpah Pemuda

Konduktor Purwacaraka menyapa Sigit Ardityo Kurniawan (30) di panggung, lalu menanyakan bagaimana perasaan Sigit untuk pertama kalinya memainkan biola asli milik Wage Rudolf Supratman (1903-1938). Singkat saja, Sigit menjawab, "Ada perasaan deg-degan."

Di panggung, saat itu ada pula Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Obby AR Wiramihardja yang memandu tanya-jawab singkat itu menyatakan, konon usia biola yang digunakan WR Supratman untuk mengiringi lagu "Indonesia Raya" pada 28 Oktober 1928 itu sudah lebih dari 500 tahun. 

"Harus bangga memainkannya. Sepuluh tahun yang lalu, biola asli WR Supratman ini juga pernah dimainkan Idris Sardi," ujar Purwacaraka di panggung "Merayakan Indonesia Raya-88 Tahun Lagu Kebangsaan" di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu (30/10) malam.

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memilih tema "Merayakan Indonesia Raya" untuk peringatan Sumpah Pemuda ke-88 ini. Tema ini mengedepankan pendidikan karakter melalui telaah lagu kebangsaan yang mencakup tiga stanza untuk menumbuhkan nasionalisme.

"Lagu kebangsaan 'Indonesia Raya' yang rutin kita nyanyikan itu hanya satu stanza. Masih ada dua stanza lagi yang memiliki makna cukup mendalam," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid.

Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 menyatakan, lagu kebangsaan adalah pernyataan perasaan nasional. Ini menunjukkan, lagu kebangsaan bukan sekadar lagu, melainkan sebuah pernyataan.

Acara diawali pemutaran film Pantja-Sila: Cita-cita dan Realita (2016). Kemudian penyampaian pidato Bung Karno oleh aktor Tio Pakusadewo. 

Paduan Suara Gita Bahana Nusantara binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyuguhkan beberapa lagu nasional. Pemain biola Sigit Ardityo kemudian tampil memukau dengan menggesek biola asli milik WR Supratman untuk lagu "Indonesia Raya", seperti yang dilakukan WR Supratman 88 tahun silam.

Purwacaraka tampil memimpin orkestra menyanyikan lagu "Indonesia Raya" penuh tiga stanza. "Kami ingin memberi bobot pada penyampaian iringan lagu 'Indonesia Raya' dengan biola asli yang digunakan WR Supratman," ujar Hilmar.

Seruan Mendikbud

Mendikbud Muhadjir Effendy pada kesempatan itu menyampaikan seruan agar lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, memulai dan mengakhiri setiap pelajaran dengan menyanyikan lagu-lagu nasional. Seruan ini sebagai pendidikan karakter untuk mencapai tahun 2045 yang lebih menjanjikan.

Menurut Muhadjir, kebesaran sebuah bangsa diukur dari sejauh mana kesadaran akan sejarah bangsanya. Kesadaran itu tecermin di dalam pengetahuan simbol-simbol negara berupa bendera, bahasa, dan lagu kebangsaannya.

"Simbol-simbol negara itu sekaligus sebagai sumber imajinasi perjuangan menjelang kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan," ujar Muhadjir. 

Di dalam "Merayakan Indonesia Raya-88 Tahun Lagu Kebangsaan" ini ada dua hal yang ingin diraih. Pertama, sebagai pernyataan perasaan nasional. Kedua, dalam rangkaian pendidikan karakter.

"Saya serukan kepada para guru, para pegiat pendidikan, supaya membuka dan menutup pelajaran, mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, dengan menyanyikan lagu-lagu nasional," ujarnya.

Hilmar Farid menjelaskan, dihadirkannya biola asli milik pria kelahiran Jakarta, 9 Maret 1903, itu demi menambah bobot pesan yang diusung.

Riwayat biola

Mengenai usia biola WR Supratman 500 tahun seperti disampaikan Obby AR Wiramihardja, memang belum terlacak benar. Di dalam buku Merayakan Indonesia Raya terbitan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2016) disebutkan, biola milik WR Supratman diperoleh dari kakak iparnya, Willem Mauritius van Eldik, pada 1914. Biola itu dibeli di Makassar, Sulawesi Selatan, pada tahun yang sama, kemungkinan sebagai salinan model biola buatan Nicolo Amati, pembuat biola terbaik dari keluarga Amati di Cremona, Italia, abad ke-17.

Pada akhir abad ke-19, model biola Nicolo Amati banyak ditiru di Jerman. Kemungkinan, biola milik WR Supratman salah satu dari salinan tersebut.

Biola itu berukuran panjang badan 36 sentimeter, bagian terlebar 20 sentimeter, bagian tersempit 11 sentimeter, tebal tepian 4,1 sentimeter, dan tebal bagian tengah 6 sentimeter.

Keseluruhan biola tersebut dari kayu cyprus atau jati belanda untuk papan depan. Mapple italia utuk papan samping, papan belakang, leher, dan kepala biola. Kayu eboni afrika selatan untuk bagian snare holder, penggulung senar, kriplang, dan end pin. Di bagian dalam biola tertera "Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 16".

Dimainkannya kembali biola WR Supratman kiranya menguatkan Sumpah Pemuda bagi generasi muda untuk berkarya nyata dalam konteks kekinian. 

(NAWA TUNGGAL)



Sumber: Kompas, 31 Oktober 2016



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...