Langsung ke konten utama

Nahdlatul Ulama dari Masa ke Masa

Kiprah NU dalam Perjalanan Bangsa

31 Januari 1926
Nahdlatul Ulama didirikan KH Hasyim Asy'ari dan beberapa ulama terkemuka di Jawa dengan paham Ahlussunnah Wal Jamaah dan bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan politk.

1945
Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan penjajah melalui Resolusi Jihad.

7 November 1945
NU bergabung dengan Partai Masyumi sebagai hasil kesepakatan bahwa Masyumi sebagai satu-satunya alat perjuangan umat Islam.

5 April 1952
NU menarik keanggotaannya dari Masyumi dan mendirikan Partai Nadhlatul Ulama atau Partai NU.

1955
NU keluar sebagai pemenang ketiga dalam Pemilu 1955 dengan perolehan 6,9 juta suara (18,4 persen).

1960
NU menjadi salah satu parpol yang selamat dari kebijakan penyederhanaan partai yang dilakukan Presiden Soekarno.

1971
Partai NU menempati posisi kedua setelah Golkar pada pemilu pertama rezim Orde Baru.

Januari 1973
Partai NU dan tiga partai Islam lainnya dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

1977 - 1997
Aspirasi politik NU diperjuangkan melalui PPP.

1984
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU dan menyatakan NU keluar dari PPP dan kembali ke Khittah 1926.

1989
Abdurrahman Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua Umum PBNU dan mulai berani mengkritik kebijakan Presiden Soeharto dan Orde Baru.

1994
Gus Dur kembali mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU, tetapi Presiden Soeharto tidak ingin ia terpilih kembali. Ketika Munas NU diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua umum untuk masa jabatan ketiga.

1998
Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid menjadi salah satu tokoh reformasi. Sejumlah tokoh NU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

1999
PKB menjadi peserta Pemilu 1999 dan menjadi pemenang ketiga (12,6 persen) setelah PDI-P dan Partai Golkar.

1999 - 2004
PKB dilanda konflik internal yang berakibat munculnya dua kubu di dalam partai ini.

2000 - 2001
Tokoh NU, Abdurrahman Wahid, menjadi presiden keempat setelah BJ Habibie.

2006
Sebagian kiai dan kader NU membentuk PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama). 

2009
Perolehan suara PKB hanya 4,9 persen pada Pemilu 2009.

Desember 2009
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang juga mantan Ketua Umum PBNU wafat. Gus Dur merupakan cucu pendiri NU.

2010
KH Said Aqil Siroj terpilih sebagai Ketua Umum PBNU.

2011
NU menegaskan tetap berkomitmen menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Januari 2014
Rois Aam NU KH MA Sahal Mahfudh wafat di Kajen, Kecamatan Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

November 2014
Salah seorang pendiri NU dari Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, almarhum KH Abdul Wahab Chasbullah, dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Kiprah Beberapa Tokoh NU

1
KH Hasyim Asy'ari
Lahir: Kabupaten Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875
Meninggal: Kabupaten Jombang, 25 Juli 1947

Di kalangan nahdliyin dan ulama pesantren, ia dijuluki "Hadratus Syeikh" yang berarti mahaguru. Dia juga dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaru pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum. Tahun 1899, sepulang dari Mekkah, Hasyim Asy'ari mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Tahun 1926, ia menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan ulama. Tahun 1942, ia dipenjara 4 bulan oleh Jepang. Selanjutnya, pada awal kemerdekaan ia bersama ulama lainnya di Jatim menyerukan Resolusi Jihad melawan Belanda dan sekutu. Fatwa itu akhirnya menjadi pemantik pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Setelah wafat, atas jasa-jasanya kepada negara, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

2
KH Wahid Hasyim
Lahir: Jombang, 1 Juni 1914
Meninggal: Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953

Putra kelima Hasyim Asy'ari, pendiri NU, ini merupakan salah satu anggota termuda Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia pernah menjadi menteri agama pertama RI dan pada tiga kabinet lainnya (Hatta, Natsir, dan Sukiman). Di bawah kepemimpinannya, NU menyatakan keluar dari Masyumi pada 1952 dan mendirikan Partai NU. Tahun 1964, Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

3
KH A Wahab Chasbullah
Lahir: Jombang, 31 Maret 1888
Meninggal: Jombang, 29 Desember 1971

Bersama dengan KH Hasyim Asy'ari menghimpun tokoh pesantren dan keduanya mendirikan Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) tahun 1926. Kiai Wahab juga berperan membentuk Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Kiai Wahab bersama Hasyim Asy'ari dari Jombang merumuskan Resolusi Jihad sebagai dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan. Sesudah Hasyim Asy'ari meninggal, Kiai Wahab menjadi Rais Am NU. November 2014, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh tersebut.

4
KH Abdurrahman Wahid
Lahir: Jombang, 7 September 1940
Meninggal: Jakarta, 30 Desember 2009

Gus Dur adalah putra pertama KH Wahid Hasyim dan cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari. Pada Musyawarah Nasional NU 1984, ia terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren NU. Selanjutnya ia terpilih kembali hingga tahun 1999. Di masa kepemimpinannya NU kembali ke Khittah 1926, yakni bergerak di bidang sosial dan keagamaan. Kiprah politiknya dimulai pada awal reformasi menjelang kejatuhan rezim Orde Baru. Gus Dur tercatat sebagai salah satu tokoh reformasi. Selanjutnya ia menggagas berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa untuk mewadahi aspirasi politik warga NU. Pada pemilihan presiden 1999, Gus Dur terpilih sebagai presiden ke-4 RI dalam sidang MPR. Namun, dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001, ia diberhentikan sebagai presiden.

Profil NU

Jumlah Nahdliyin: 
Sekitar 86,4 juta orang (LSI: 2013)

Kalangan:
Mereka yang memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren

Jaringan NU:
31 pengurus wilayah (provinsi), 339 pengurus cabang (kabupaten/kota), 12 pengurus cabang istimewa, 2.630 wakil cabang (kecamatan), dan 37.125 pengurus ranting (desa/kelurahan)

Badan Otonom:
1. Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.
2. Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 tahun.
3. GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 tahun.
4. IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 tahun.
5. IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 tahun.



Sumber: Kompas, 31 Januari 2015



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

"Abangan"

Oleh AJIP ROSIDI I STILAH abangan berasal dari bahasa Jawa, artinya "orang-orang merah", yaitu untuk menyebut orang yang resminya memeluk agama Islam, tetapi tidak pernah melaksanakan syariah seperti salat dan puasa. Istilah itu biasanya digunakan oleh kaum santri  kepada mereka yang resminya orang Islam tetapi tidak taat menjalankan syariah dengan nada agak merendahkan. Sebagai lawan dari istilah abangan  ada istilah putihan , yaitu untuk menyebut orang-orang Islam yang taat melaksanakan syariat. Kalau menyebut orang-orang yang taat menjalankan syariat dengan putihan  dapat kita tebak mungkin karena umumnya mereka suka memakai baju atau jubah putih. Akan tetapi sebutan abangan-- apakah orang-orang itu selalu atau umumnya memakai baju berwarna merah? Rasanya tidak. Sebutan abangan  itu biasanya digunakan oleh orang-orang putihan , karena orang "abangan" sendiri menyebut dirinya "orang Islam". Istilah abangan  menjadi populer sejak digunakan oleh Clifford ...