Langsung ke konten utama

Tuhfat al-Nafis, Karya Agamis Raja Ali Haji (2 Habis)

Pada 1718, Raja Kecik, putra mahkota berasal dari Minangkabau menobatkan diri sebagai pengganti Sultan Mahmud, penguasa Lingga. Maka, meluaslah keraguan tentang legitimasi dinasti baru Raja Kecil sehingga ia mengalami kesulitan untuk mempertahankan kekuasaan. Kekuasaan Raja Kecik hanya berumur pendek. Hegemoninya ditantang oleh orang Bugis yang menghuni Lingga di bawah pimpinan Daeng Marewah, Daeng Parani, dan Daeng Menampuk. Pada tahun 1721, mereka berhasil mendesak putra mahkota Sultan Abdul Jalil ke singgasana. Sebagai imbalannya, Sultan Sulaiman selalu memberikan jabatan prerogatif Yang Dipertuan Muda kepada pemimpin Bugis dan keturunannya. Jabatan ini merupakan jabatan yang paling berpengaruh dan tak tertandingi di dalam Kesultanan Malaka.

Ketika Raja Sulaiman meninggal pada 1760, ia digantikan oleh putranya yang masih kanak-kanak. Hal ini memungkinkan Bugis Yang Dipertuan Muda, Daeng Kamboja, untuk memerintah negara dengan kewenangan tak terbatas. Pada waktu itu, pengaruh Bugis sangat kuat dan meluas di Riau dan Malaka. Selanjutnya, hal ini mengundang ancaman dari Trengganu. Dari sini sepupu dan sekaligus menantu Raja Sulaiman, Sultan Mansur Syah, gigih berupaya menggulingkan kekuasaan Bugis dari Riau dan Semenanjung Malaka. Untuk menangkis serangan dari Trengganu, Bugis segera mengkonsolidasikan kekuatan mereka dengan dukungan dari Mempawah dan Pontianak. Sejak ini hubungan Bugis-Malaka mengalami gejolak.

Melihat konstelasi dalam gejolak permusuhan tersebut, para penguasa Malaka melihat Belanda sebagai sumber bantuan militer yang potensial. Namun, berkat tekanan dari perwakilan VOC di Batavia dan Direktur VOC di Amsterdam setelah mempertimbangkan kekuatan Bugis, Belanda enggan memberikan bantuan militer kepada Malaka kecuali dalam keadaan luar biasa. Bahkan Belanda memaksa para gubernur Malaka untuk memainkan peran kurang aktif dalam percaturan politik Malaka. Kendati demikian, penguasa Bugis di Malaka melihat adanya masalah lain. Mengingat posisinya yang sangat strategis di Selat yang telah dimanfaatkan VOC sebagai keran untuk mengalirkan pemasukan keuangan serta meningkatkan kekuatan dagang Riau, hal ini telah menimbulkan ketegangan antara Bugis-Belanda, sedangkan Bugis lah yang dahulu merebut Malaka dari kekuatan Riau dan Selangor. Pada waktu yang sama, Bugis kekurangan sumber daya manusia dan sumber daya perlengkapan untuk menghadapi bentrokan dengan Belanda.

Mengingat bahwa tanpa menguasai Selat VOC terancam bangkrut, maka Belanda mengirimkan armada ke Selat Malaka. Dengan terkuasainya Selat oleh VOC, kekuasaan Bugis di Malaka semakin lemah dan bahkan terkalahkan oleh sukses dagang Penang pada 1780 dan superioritas dagang dan angkatan laut Inggris. Dalam masa 15 tahun, tepatnya pada 1795, Inggris menguasai Malaka. Belanda pun khawatir akan terusir oleh Inggris, sehingga keduanya sepakat mengikat perjanjian yang menempatkan Selat Malaka sebagai garis batas daerah kekuasaan dan pengaruh antara keduanya.

Pemerintah Belanda kemudian menghapuskan jabatan Yang Dipertuan Muda dan membuang para Sultan kecuali yang bersedia mengangkat sumpah setia kepada Belanda. Selain itu, yang menarik dipandang dari perspektif sejarah Nusantara, buku ini melacak jauh hubungan Kesultanan Malaka, raja-raja Bugis dan raja-raja Sumatra pada abad ke-17. Dikisahkan dalam Tuhfat al-Nafis, bahwa sejak awal hingga tewasnya Sultan Mahmud, keturunan terakhir Seri Teri Buana, datuk legendaris dari Kesultanan Malaka, Kesultanan Malaka telah membuka pintu bagi masuknya tokoh-tokoh Minangkabau dan kemapanan pengaruh Bugis.

Siapakah Raja Ali Haji? Raja Ali Haji lebih dikenal sebagai cendekiawan, di samping tokoh penting dalam pemerintahan Kerajaan Riau yang pengaruh politiknya bertahan selama berpuluh tahun. Ia tak saja disegani di Riau melainkan di sepanjang pantai timur Sumatera, sebagai cendekiawan yang sangat dihargai di antara tokoh-tokoh penting setempat.

Karya Raja Ali Haji meliputi bidang sejarah, teologi, ketatanegaraan, hukum, genealogi, dan kesusastraan. Ia terkenal sebagai tokoh terkemuka dalam mempertahankan kemurnian sastra Melayu tinggi. Sebelum usia 20 tahun, Raja Ali Haji sudah mengenyam banyak pengalaman antara lain ia menyertai Raja Ahmad dalam beberapa ekspedisi seperti misi ke Batavia, perjalanan dagang dan haji ke tanah suci Mekkah. Pada usia 32 tahun, ia sudah diangkat sebagai Residen atau Yang Dipertuan Muda yang menguasai Lingga dan bertanggung jawab langsung kepada Sultan Mahmud yang terguling pada tahun 1857. Raja Ali Haji sangat disegani Belanda.

Pemerintah Belanda menghapus jabatan Yang Dipertuan Muda dan membuang para Sultan (tiga dekade setelah Raja Ali Haji meninggal dunia) kecuali yang bersedia mengangkat sumpah setia kepada Belanda. Selain itu, yang menarik dipandang dari perspektif sejarah Nusantara, buku ini melacak jauh hubungan Kesultanan Malaka, raja-raja Bugis dan raja-raja Sumatra pada abad ke-17. Dikisahkan dalam Tuhfat al-Nafis, bahwa sejak awal hingga tewasnya Sultan Mahmud, keturunan terakhir Sri Teri Buana, datuk legendaris dari Kesultanan Malaka, Kesultanan Malaka telah membuka pintu bagi masuknya tokoh-tokoh Minangkabau dan kemapanan pengaruh Bugis.

Raja Ali Haji juga dipandang sebagai pakar dalam berbagai bidang berkaitan dengan tradisi dan bahasa Melayu. Namun, ia juga sangat bangga dengan warisan Bugisnya yang telah memungkinkannya menghasilkan karya-karya bersejarah serta analisis berbagai konflik yang terjadi pada abad sebelumnya.

Beberapa karya sastra Raja Ali Haji yang terkenal antara lain berjudul Peringatan Sejarah Negeri Johor yang menguraikan fakta-fakta hukum dan peradilan di Johor pada pertengahan abad ke-18; dan Syair Perang Johor yang mengisahkan peperangan antara Johor dan Aceh pada akhir abad ke-17. Selain itu, Tuhfat al-Nafis lebih merupakan upayanya dalam membela keterlibatan Bugis dalam sejarah Melayu dan mengesahkan status Bugis yang telah dicapai serta mengukuhkan keyakinannya tentang tanggung jawab kemanusiaan dalam penyusunan sejarah Riau.

Raja Ali Haji memang sastrawan dan sekaligus penulis yang cukup produktif. Karyanya yang berjudul Gurindam Dua Belas telah membuat namanya lebih dikenal sebagai sastrawan.

Melalui Tuhfat al-Nafis ia menempatkan dirinya sebagai sejarawan, bahkan dapat dikatakan sebagai perintis penulisan sejarah Melayu modern. Berdasarkan isinya, karya ini dapat dikatakan telah memenuhi syarat ciri-ciri penulisan sejarah modern, mencantumkan waktu kejadian di hampir setiap peristiwa yang diceritakannya. Dari sejumlah karya Raja Ali Haji, dua buah karyanya mengandung aspek sejarah yang terpenting yaitu Silsilah Melayu dan Bugis dan Segala Raja-rajanya serta Tuhfat al-Nafis. Nilai dan urgensi isi kedua karya ini setara dengan Sejarah Melayu.

Selain itu, Raja Ali Haji juga menghasilkan karya di luar bidang kesusastraan seperti etika, moral, pendidikan, moral dan tata bahasa, seperti Tamratu l-Muhamah Rajulah, Syair Siti Sarah, Taman Permata, Kitab Pengetahuan Bahasa, Bustanul Katibina li s-Subyani l-Muata-allimin. Karyanya mengenai soal tata bahasa Melayu amat penting artinya untuk menelusuri sejarah bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia. [] mohammad shoelhi



Sumber: Republika, 2 Februari 1999 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...

Jiwa Bandung Lautan Api

Ingan Djaja Barus Staf Khusus di Dinas Sejarah Angkatan Darat Ingat anak-anakku  sekalian. Temanmu,  saudaramu malahan ada  pula keluargamu yang mati  sebagai pahlawan yang tidak  dapat kita lupakan selama- lamanya. Jasa pahlawan kita  telah tertulis dalam buku  sejarah Indonesia. Kamu  sekalian sebagai putra  Indonesia wajib turut mengisi  buku sejarah itu - Pak Dirman, 9 April 1946 T ANGGAL  24 Maret 1946, terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kita, yaitu Bandung Lautan Api. Suatu peristiwa patriotik yang gemanya abadi di setiap hati. Tak hanya bagi mereka yang pernah hidup dalam masa berlangsungnya peristiwa itu, tetapi juga bagi mereka yang lahir lebih kemudian. Pada hakikatnya peristiwa "Bandung Lautan Api" merupakan manifestasi kebulatan tekad berjuang dan prinsip "Merdeka atau Mati" TNI AD (Tentara Republik Indonesia/-TRI waktu itu) bersama para pemuda pejuang dan rakyat Jawa Barat. Mereka bergerak melawan...

Lincoln--Stanton

P rabowo sudah resmi masuk Kabinet Indonesia Maju. Bersama para pejabat kabinet lainnya, Prabowo dilantik Presiden Joko Widodo sebagai menteri pertahanan. Sebelumnya ia bersafari silaturahmi, menyambangi para ketua umum partai koalisi Jokowi. Dengan demikian, kisah nyata Lincoln-Stanton berulang di Indonesia. Edwin McMasters Stanton (1814-1869) adalah politikus dan ahli hukum yang getol sekali mencermati langkah-langkah Abraham Lincoln dan mengecamnya dengan keras. Namun, oleh Presiden Lincoln (1861-1865), Stanton justru diangkat menjadi Menteri Peperangan (Secretary of War) dalam Perang Sipil (1861-1865). Lincoln akan selalu dikenang sebagai "Great Emancipator" karena ia sangat mendukung upaya untuk menghentikan perbudakan di Amerika Serikat. Sementara Stanton membuktikan kehebatannya sebagai nasionalis dan negarawan yang setia kepada kepala negaranya. L WILARDJO Klaseman, Salatiga Sumber: Kompas , 11 November 2019