Langsung ke konten utama

Pembuatan UUD 1945

Oleh Rosihan Anwar

Menindaklanjuti keterangan PM Jepang Jenderal Koiso di depan sidang Diet di Tokyo 7 September 1944 mengenai "akan diberikannya kemerdekaan kepada Hindia Timur di kelak kemudian hari", maka pada HUT Kaisar Tenno Heika 29 April 1945 diumumkan daftar nama anggota Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokoritsu Chosa Jumbi Iin.

Badan yang bertugas merancang Undang-undang Dasar suatu negara Indonesia yang berdaulat merdeka diketuai oleh politikus veteran dari zaman Budi Utomo, Dokter Radjiman Wediodiningrat. Anggota-anggotanya terdiri dari pegawai negeri senior, seperti Prof Supomo, Soetardjo, Sumitro Kolopaking, dan politisi seperti Ir Soekarno, Drs Mohammad Hatta, Mr Muhammad Yamin, dan Mr Achmad Subardjo. Hanya dua wanita yang ikut, yaitu Mr Maria Ulfah Santoso dan Ny Sunaryo Mangunpuspito. Tujuh anggota berasal dari kalangan Islam, seperti NU dan Muhammadiyah.

Seorang akademikus muda Australia, David Bourchier, untuk penulisan tesis gelar PhD memilih topik jalannya persidangan BPUPKI dan pembuatan konstitusi--yang kelak dikenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Di Indonesia, sudah dikenal buku Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945 yang terbit tahun 1959, disusul oleh penerbitan Setneg tahun 1993 mengenai Sidang BPUPKI berdasarkan bahan arsip yang terdapat pada Algemeen Archief di negeri Belanda. Juga dokter merangkap sarjana hukum, Marsilam Simandjuntak, menulis buku mengenai pembuatan UUD 1945 dengan memfokuskan pada peran sentral Prof Supomo dalam BPUPKI.

Bourchier menulis, para anggota BPUPKI menyadari betul konstitusi yang akan mereka susun adalah sebuah dokumen darurat dan sementara (emergency, interim document) yang akan ditinjau kembali apabila Indonesia telah sepenuhnya merdeka dan apabila suatu diskusi mengenai isu-isu oleh sebuah badan yang lebih representatif memungkinkannya. Tak seorang pun dari anggota BPUPKI waktu itu membayangkan bahwa karya mereka yang dibuat secara tergesa-gesa itu akan menyaksikan Indonesia memasuki abad ke-21, apalagi bahwa karya itu akan memperoleh suatu kedudukan setengah-keramat (semi-sacred status).

Setelah Konstituante tahun 1959 gagal menyusun UUD baru, maka Presiden Soekarno mendekritkan kembali ke UUD 1945. Dihidupkannya kembali konstitusi zaman perang itu dan daya tahannya sampai saat ini tanpa berubah, membuat perdebatan di BPUPKI menjadi sangat penting.

Dari manakah Prof Supomo mendapatkan istilah integralistik itu? Menurut Marsilam Simandjuntak, istilah itu diciptakan sendiri oleh Supomo. Akan tetapi Bourchier mengatakan hal itu mustahil. Sebab terdapat suatu arus pikiran Katolik yang menamakan dirinya sendiri "integralis" yang telah membantu memberikan inspirasi kepada gerakan-gerakan politik dan keagamaan, konservatif, secara sosial sayap kanan, di berbagai bagian dunia sejak awal abad ke-20.

Di Portugal, sebuah mazhab "integralist" aktif sejak tahun 1913 yang berusaha memulihkan tradisi Kerajaan Katolik Roma. Di Brazil, antara 1932 dan 1938, terdapat sebuah partai Katolik, bergaya fasis yang menamakan dirinya Acao Integralista Brasileira. Pada awal 1970-an di Universitas Katolik Santiago di Chili terdapat gerakan integralist. Kaum integralist Chili adalah kontributor paling penting bagi ideologi rezim Jenderal Pinochet. Menurut penyelidikan Bouchier, lebih dekat dengan dunia intelektual Supomo adalah kaum integralist Belanda di bawah pimpinan romo Katolik MA Thompson (1861-1938) yang menentang gagasan-gagasan sosialis, modernisme. Waktu Supomo belajar di Leiden, dia pasti berkenalan dengan kaum integralist Belanda melalui para mentor Katoliknya.

Cerita Bouchier mengenai teori integralistik yang diutarakan oleh Prof Supomo waktu pembuatan UUD 1945 ini menarik, karena tidak setiap orang zaman sekarang mengetahui sejarahnya, apalagi pikiran-pikiran yang terkandung di belakangnya. Namun terlepas dari semua itu, penulis ingin mengutip ucapan almarhum S Tasrif SH, ketua Peradin dan pimpinan redaksi Harian Abadi, yang mengatakan bahwa Prof Supomo mengambil alih mentah-mentah lembaga-lembaga Pemerintah Kolonial Belanda untuk UUD 1945.

Demikianlah Gubernur Jenderal Hindia Belanda sama dengan Presiden RI, direktur departemen sama dengan menteri kabinet, dewan rakyat (Volksraad) sama dengan DPR, Raad van Indie sama dengan DPA. Lembaga yang tidak ada dalam lembaga kolonial ialah MPR. Gubernur Jenderal diangkat oleh Ratu Belanda, maka untuk mengangkat Presiden RI diperlukan badan seperti MPR. Anggota Volksraad kebanyakan ditunjuk dan diangkat oleh pemerintah serta Gubernur Jenderal. DPR-RI juga punya sejumlah anggota yang diangkat (misalnya ABRI). Demikian pula sekitar 60 persen anggota MPR adalah anggota yang ditunjuk/diangkat.

Sebab terjadinya keadaan tadi ialah akibat paket lima Undang-undang Politik--yang kini dituntut oleh para mahasiswa supaya dicabut, dalam rangka reformasi politik. Pencabutan itu perlu untuk menghidupkan demokrasi yang telah tertekan begitu lama.

Prof Supomo, guru besar Hukum Adat pada Sekolah Tinggi Hukum di Batavia, mempunyai peran dominan dalam BPUPKI karena dinilai merupakan satu-satunya pakar dalam bidang konstitusi. Ia menolak liberalisme dan Marxisme--yang dianggapnya tidak cocok dengan pola tradisional Indonesia. Yang paling sesuai bagi Indonesia adalah teori integralistik. Dalam teori ini, tugas negara tidaklah menjamin kepentingan perorangan atau kelompok, akan tetapi melindungi kepentingan seluruh masyarakat.

Untuk menggambarkan apa yang dimaksudkannya dengan teori integralistik, Supomo memberikan contoh dari dua negara di mana teori tersebut kentara, yaitu Nazi Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler dan Kekaisaran Nippon di bawah Tenno Heika. Negara Jerman didasarkan prinsip alam pikiran negara totaliter. Supomo setuju dengan prinsip kepemimpinan Nazi, di mana pemimpin punya kekuasaan tak terbatas terhadap rakyatnya (ein totaler Fuhrerstaat). Begitu pula Supomo setuju dengan sistem Jepang. Pada intisari negara Jepang, kata Supomo, terdapat persatuan rohani dan duniawi antara kaisar, negara, dan segenap rakyat Jepang. Pendukung negara adalah prinsip kekeluargaan.

Di Indonesia terdapat bukti harmoni (keserasian) antara para penguasa dengan rakyat yang diperintah dalam kehidupan desa--di mana kepala desa selalu bermusyawarah dengan rakyat sebagai keseluruhan. Dalam suasana persatuan ini, semua kelompok dalam masyarakat diresapi oleh semangat gotong royong dan kekeluargaan. Berdasarkan teori integralistik tadi, Supomo menolak gagasan adanya pengaman-pengaman guna melindungi perorangan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan perlu jaminan-jaminan bagi hak-hak azasi manusia (HAM).

"Berdasarkan prioritas dalam BPUPKI, amatlah mudah melukiskan Supomo sebagai seorang fasis," tulis Bourchier. Akan tetapi, dalam tulisannya atau perilakunya, terdapat sedikit sekali hal yang menyarankan bahwa dia secara sungguh-sungguh mengharapkan berdirinya rezim militer di Indonesia--sebagaimana terdapat di Jerman dan Jepang. Apa yang diinginkan oleh Supomo ialah memelihara secara utuh aparat pemerintahan yang terkait dengan kaum priayi dari era kolonial Belanda. Negara integralis yang diajukannya dapat dilihat sebagai suatu upaya menangkis, baik Islam politik maupun gerakan nasionalis yang mendapat inspirasi dari prinsip-prinsip demokratis--yang oleh Supomo dilihat sebagai suatu ancaman terhadap status quo sosial, yang diwarisi dari Negara Kolonial Belanda dan dilestarikan di sepanjang pendudukan Jepang.[]



Sumber: Republika, 6 Mei 1998



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...