Langsung ke konten utama

Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api: Heroisme antara Tegallega dan Rel KA

TULANG jemari terbungkus kulit keriput itu mencengkeram erat besi pegangan gerobak sampah. Bahunya yang tipis tampak melengkung, tertarik kuat tali pengikat gerobak. Langkah dan nafasnya terasa berat, menapaki Jl. Mohammad Toha, Tegallega, yang Sabtu sore kemarin (23/3), basah diguyur hujan. Beban sampah yang dibawanya, seakan tak sepadan dengan sosok tua yang kurus kering.

Elan (60), sosok tua itu, sejenak memalingkan pandangannya pada sederet kata-kata dalam spanduk yang terpancang depan Markas Hubdam III/Siliwangi, "Markas Batalyon II Resimen 8 Divisi III Siliwangi Tahun 1946 - Panitia BLA 1996", demikian bunyi tulisan itu.

Kawasan Tegallega jika dibalik ke masa 1946, adalah sejarah heroik ketika Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama ratusan ribu warga Bandung, mempertahankan kemerdekaan. Pada 21 Maret 1946, kawasan itu sempat dibombarder tentara Sekutu. Akan tetapi secara kebetulan, kedudukan Batalyon II TRI (Sumarsono) di sana, tengah memperkuat posisi pertempuran di Fokkersweg (Jl. Garuda). Sehingga mereka selamat dari musibah.

"Tentara terkenal waktu itu, Pak Sumarsono (Batalyon Res. II) dan Pak Akhmad Wiranatakusumah. Saya juga sempat membawakan senjata anak buah Pak Sumarsono. Tapi saya tidak ikut tempur, masih kecil," kata Elan yang kini berprofesi sebagai pengangkut sampah.

Namun apa yang melatarbelakangi pengeboman itu hingga berlanjut rakyat dan pejuang membumihanguskan Kota Bandung, yang terkenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api (BLA), Elan terus terang, tidak mengetahuinya. Yang ia tahu sederhana saja, karena RI tak ingin kembali dijajah. Persoalan renik politik di balik itu, Elan geleng kepala.

Pengeboman ke daerah itu, merupakan puncak kemarahan Sekutu terharap TRI. Musuh selama bercokol ingin menguasai Kota Bandung, mendapat serangan TRI dari segala penjuru. Kejengkelannya ditumpahkan dengan mengerahkan pasukan artileri.

Peristiwa pemboman Tegallega dan kepopuleran para pejuang RI, konon sudah didengar Elan, meski saat itu tinggal di Ciwidey. Kawasan Tegallega memang sudah diakrabi Elan sejak kecil. Ia masih ingat Gedung NIROM (radio zaman Belanda) dekat perempatan Jl. Moh. Toha - Jl. BKR (sekarang)..

Diplomasi telor

Bulan Oktober 1945, adalah masa transisi pembersihan kekuasaan dari tangan Jepang setelah menguasai RI selama 3,5 tahun. Pada 12 Oktober, tiba-tiba muncul di Kota Bandung, Brigade Mc Donald dari Divisi 23, Inggris. Alasannya tentara Kerajaan Inggris itu ingin memberi perlindungan terhadap pendudukan Kota Bandung.

Konflik TRI dengan Sekutu terjadi, tatkala diketahui "perlindungan" itu hanya siasat memperlicin kembalinya Belanda ke Indonesia. Ketegangan itu berlanjut dengan kontak senjata. Pertempuran tercatat 24 November 1945, di Bandung utara, sekitar Hotel Preanger dan Hotel Homann.

Aksi perlawanan TRI, bersama lasykar rakyat ini membuahkan kemarahan Sekutu makin besar. Pada 27 November 1945, Jenderal Mc Donald, lewat pertemuan dengan Gubernur Jabar, Sutarjo, mengultimatum agar seluruh kekuatan senjata RI meninggalkan Bandung Utara. Batas waktu yang diberikan paling lambat 29 November pukul 12.00. Sekutu menetapkan garis demarkasi jalan kereta api.

Tiba batas waktu ultimatum, terjadi peristiwa para pemuda yang mempertahankan kantor PTT, di Gedung Sate. "Pemuda telepon" tak mau menyerahkan gedung tersebut. Sekutu mengepung dan menyerang para pemuda. Kekuatan tak seimbang itu mengakibatkan korban tujuh pemuda: Didi Kamarga, Suhodo, Mokhtaruddin, Rana, Subengat, Susilo, dan Suryono. PTT akhirnya dikuasai Sekutu.

Peristiwa penetapan batas demarkasi RI di selatan, dan Sekutu di utara jalan KA, sepertinya tak banyak lagi diketahui masyarakat. Pembatasan itu juga tak diketahui Supardi, penjaga pintu lintasan KA di Jl. Braga yang sudah bekerja di Perumka selama 25 tahun. "Saya memang asli Yogyakarta, jadi tak banyak tahu sejarah jalan ini," ujar Supardi, sambil menunjuk rel KA, Sabtu kemarin.

Yang diketahui Supardi, adalah "sejarah" manusia zaman merdeka yang berjuang mencari kehidupan. Mereka yang memperjuangkan hidup sepanjang rel itu kerap ditemukan Supardi antara pukul 18.00-22.00. Mereka para wanita berbedak tebal, berkutat mencari mangsa di bantalan rel. Adakalanya Supardi juga menyaksikan perjuangan manusia berkutat dengan sampah.

"Tapi sekarang agak mending. Sejak beberapa tahun ini, antara Stasiun Bandung-Cimahi, atau Stasiun Bandung-Kiaracondong tak ada lagi gubuk kardus pinggiran rel. Mungkin karena sudah mampu ngontrak rumah," kata Supardi.

Andai saja Supardi tahu kronik sekitar pemisahan batas wilayah RI-Sekutu seperti diungkapkan H. Aboeng Koesman, salah seorang pelaku BLA, mungkin merasa geli juga. Tentara Sekutu, terutama asal India/Pakistan bisa dikerjain pejoang hanya diiming-imingi telur.

"Waktu itu muncul diplomasi dengan ucapan bahasa asing perjoangan, seperti eg, Sir! cainz, Sir! Maksudnya eff, Sir! change, Sir! Hasil gerakan diplomasi itu cukup memuaskan. Selain berhasil memperoleh senjata, juga sekitar 90 Sekutu asal Pakistan, "membelot" (H. Aboeng Koesman, "PR" 3/4/94).

Laskar mandiri

Akan tetapi, pemisahan kekuasaan sebatas jalan KA, tampaknya masih tak memuaskan Sekutu. Mereka terus berupaya lewat jalur diplomasi di tingkat pusat. Pada 22 Maret 1946, hadir di Bandung Wakil Menteri Keuangan Mr. Safrudin Prawiranegara, menyampaikan amanat Pymt. Perdana Menteri RI St. Sjahrir. Isi pesan agar pasukan bersenjata RI mundur dalam radius 11 km dari pusat kota. Wakil Menteri, diterima Wali Kota Bandung Syamsuridzal.

Komandan Divisi III, Kol. AH Nasution, merasa tak enak hati. Ia menemui langsung secara pribadi Wakil Perdana Menteri. Keputusan tetap pasukan RI harus mundur. Namun Mayjen Didi Kartasasmita, menyatakan, pelaksanaan ultimatum itu tergantung situasi setempat.

Tiba di Bandung 24 Maret 1946, AH Nasution diintimidasi Kol. Hunt secara halus, dengan cara diajak berkeliling melihat kesiapan pasukan Sekutu. Di Jl. Sumatera, Nasution menyaksikan pasukan artileri, dan tank yang dikomandani Kapten Clark. Hunt menyatakan selain pamflet ultimatum sudah disebar juga menyebut gelar pasukan itu untuk operasi jika ultimatum tidak dipatuhi.

Letnan Sugiarto, ketika itu menjemput Nasution kembali ke pos. Sugiharto memperlihatkan kawat dari Yogyakarta yang berbunyi, "Sejengkal tanah pun harus dipertahankan." Pukul 14.00 hari itu juga, Komandan Divisi III, mengeluarkan perintah: 1. Semua pegawai pemerintah dan rakyat harus keluar pada pukul 24.00; 2. TRI melakukan bumi hangus terhadap semua bangunan yang ada; 3. Sesudah matahari terbenam, supaya dilakukan serangan ke kota.

Sekitar pukul 20.00, dari atas bukit di Dayeuhkolot, Kab. Bandung, AH Nasution bersama bawahannya menyaksikan Kota Bandung, dibumihanguskan. Suara dentuman dan tembakan menyalak sepanjang malam. Kebakaran hebat terjadi di Ujungberung dan Cimahi. Pukul 21.00, Dan Divisi III kembali ke kota. Hatinya miris, tatkala ratusan ribu warga Bandung mengungsi ke selatan. Sementara penduduk Cina mengungsi ke daerah Inggris. "Pukul 00.01 kami keluar kota ..." kata Nasution, seperti dikutip "Siliwangi dari Masa ke Masa."

Peristiwa BLA, sudah lewat 50 tahun lalu. Akan tetapi perjuangan generasi berikutnya memang belumlah usai. Perjuangan kini, adalah perjuangan hidup sebagian manusia. Seperti halnya masa tua Elan, yang harus menjalani kehidupan cukup berat. "Habis bagaimana lagi, memang ini nasib saya," kata Elan.

Mantan sopir oplet tahun 50-an in, sekarang harus menjalani hidup yang keras. Kalaulah di Tegallega masa lalu banyak pejuang laskar menghimpun diri menggempur musuh, kali ini di sana ada laskar mandiri yang setiap hari bertempur dengan sampah di lingkungan perumahan.

"Gaji saya sebulan hanya Rp. 49.000,00. Anak saya tertua sekolah di SMEA kelas III," kata Elan.

Jika kini ada yang masih hidup seperti Elan, tentu bukanlah akhir dari kehendak sejarah perjuangan masa lalu. Sejarah baru akan terus tercipta, lewat perjuangan manusia dalam mencari sesuatu yang belum pernah ia temukan. Akan tetapi, dalam proses pencarian itu ruh dari sejarah perjuangan masa lalu tetap harus dijadikan spirit, agar tak terjadi yang tak berjuang justru yang mendapat bagian! (Asep S Bakrie/"PR")***



Sumber: Pikiran Rakyat, 24 Maret 1996



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...