Langsung ke konten utama

Sufisme Islam ke Mistik Jawa

Sufisme Islam, (Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa), Dr Simuh, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1995, viii + 271 halaman.


PROSES perkembangan awal Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari ajaran tasawuf (sufisme). Tasawuf memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan Islam di negeri ini, utamanya di Pulau Jawa. Islam berkembang di Pulau Jawa bukan ditentukan oleh ilmu pengetahuan seperti misalnya yang pernah terjadi di Eropa, atau melalui pemikiran-pemikiran, melainkan melalui ajaran-ajaran tasawuf. Kenapa tasawuf? Sebab para ulama yang datang dan menyebarkan Islam ke Jawa memang merupakan ulama sufi. Para wali yang menyebarkan Islam di Jawa adalah para sufi. Selain itu, Islam - Tasawuf yang dikembangkan oleh para sufi memiliki "kemiripan" dengan konsep filsafat mistik orang Jawa, sehingga menjadikan tasawuf lebih mudah diterima.

Jauh sebelum orang-orang Jawa mengenal ajaran-ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh para ulama muballigh Islam, mereka telah akrab dengan kebudayaan mereka sendiri yang khas dengan animisme dan dinamisme-nya di kalangan rakyat, serta Hinduisme - Budhisme di kalangan elit istana. Kebudayaan ini memiliki ciri khas yang halus, adiluhung dan sangat terbuka. Sifat khas yang seperti ini memungkinkan unsur-unsur luar tak begitu kesulitan untuk masuk ke dalamnya, melalui sinkretisasi atau akulturasi. Dengan cara inilah Islam berproses menjadi agamanya (sebagian) orang-orang Jawa yang, pada awalnya, dikembangkan oleh para wali.

Dengan cara perkembangan yang seperti ini, Islam di Jawa memiliki pula ciri khasnya. Banyak upacara-upacara dan kegiatan-kegiatan ritualistik yang sebenarnya merupakan produk animisme - dinamisme - Hindhuisme - Budhisme dipertahankan dan (hanya) dibingkai dengan nilai-nilai Islam. Seperti dengan pemberian doa secara Islam dalam tradisi kenduri dan lain-lain.

Nah, pembingkaian adat dan tradisi non-Islam dengan nilai-nilai Islam inilah yang kemudian melahirkan ciri khas Islam di Jawa sebagai Islam-Kejawen, atau sering disebut sebagai Kejawen saja. Islam - Kejawen ini berkembang pesat manakala di Pulau Jawa ini bermunculan kerajaan-kerajaan Islam serta beralihnya pusat-pusat kerajaan ke daerah pedalaman, di mana sang raja yang non-Islam kemudian berpindah mengikuti agama Islam. Di sinilah Islam berkembang menjadi agama rakyat. Soalnya, konsep feodalisme dalam kerajaan di Jawa meniscayakan rakyat mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya, termasuk dalam hal ini adalah agama yang dianut sang raja.

Lalu apa yang sebenarnya melatarbelakangi pembingkaian adat dan tradisi non-Islam dengan nilai-nilai Islam (Islamisasi) tersebut bisa terlaksana? Menurut Dr. Simuh, pakar Islam - Kejawen yang kini adalah Rektor Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, ada empat hal yang melatarbelakangi hal tersebut. Pertama, warisan budaya Jawa yang halus dan adiluhung bisa dipertahankan dan dimasyarakatkan apabila dipadukan dengan unsur-unsur Islam. Kedua, para pujangga dan sastrawan Jawa sangat memerlukan bahan-bahan sebagai subject-matters dalam berkarya. Dan untuk ini mereka "hanya" bisa menyadap dari budaya pesantren ketika pada saat itu budaya Hinduisme - Budhisme telah terputus. Ketiga, perlu untuk stabilitas, budaya dan politik antara tradisi pesantren dengan Kejawen yang sangat berbeda. Keempat, istana sebagai pelindung dan pendukung agama perlu membantu untuk menerjemahkan syiar Islam, sehingga muncullah tradisi muludan, sekaten dan lain-lain.

Sementara terjadi Islamisasi tradisi, ajaran-ajaran tasawuf pun berkembang secara intens. Pasalnya, ajaran-ajaran tasawuf yang berkembang di Jawa memiliki "kesamaan" dengan konsep mistisisme di kalangan para priyayi Jawa sendiri yang berupaya mempertahankan kepercayaan "raja titising dewa" yang serba magis dan sarat dengan mitologi. Mistik, bagi kalangan priyayi Jawa, merupakan inti terdalam yang menjiwai dan mewarnai seluruh aspek kehidupan kebudayaan Jawa tradisional. Inti ajaran ini adalah kepercayaan bahwa manusia bisa menjalin hubungan langsung secara pribadi dengan Tuhan dan alam ghaib dengan jalan meditasi. Hasil hubungan langsung dengan Tuhan inilah yang menjadi kebanggaan dan kebesaran serta kebebasan manusia. Inilah yang melahirkan konsep mistik Jawa "Manunggaling Kawula Gusti". 

Dengan latar belakang semacam inilah, para pujangga Jawa seperti R. Ng. Ranggawarsita dan KGPAA Mangkunegara IV dan lain-lain, sangat aktif menyerap ajaran-ajaran tokoh-tokoh sufi yang beraliran "union-mistik" (Manunggaling Kawula lan Gusti), seperti yang dikembangkan oleh Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Abdul Karim Al-Jili, Hamzah Fansuri dan lain-lain, bagi pengembangan ilmu-ilmu mistik Islam Kejawen. Ajaran-ajaran mistik ini bahkan kemudian menjadi intisari dari karya-karya sastra yang mereka hasilkan, seperti Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Pamoring Kawula - Gusti, Suluk Saloka Jawa, Serat Wedhatama, Serat Centhini, dan lain-lain.

Kepustakaan Islam-Kejawen ini pada gilirannya memiliki peranannya yang tidak kecil bagi perkembangan ajaran-ajaran sufisme (tasawuf)-Jawa. Ajaran "Manunggaling Kawula - Gusti" meniscayakan penggambaran Tuhan secara antropomorphis. Yaitu Tuhan digambarkan memiliki sifat-sifat sebagai manusia, dan sebaliknya, manusia dilukiskan memiliki sifat-sifat sebagai Tuhan. Uraian tentang Tuhan menjadi tumpang tindih sehingga pengertian Tuhan menjadi berbaur dengan pengertian tentang manusia. Menurut Dr. Simuh, ini berbeda dengan ajaran Alquran yang secara tegas mengajarkan bahwa Tuhan merupakan dzat yang transenden (berada di luar dan mengatasi alam).

Pada akhirnya, ajaran tasawuf yang berkembang di Jawa dan sangat mewarnai kepustakaan Islam-Kejawen adalah apa yang disebut sebagai tasawuf - murni atau tasawuf - mistik, bukan tasawuf - Islam. Jika tasawuf - Islam lebih menekankan pada kehidupan manusia yang zuhud dan beribadah seperti yang dikembangkan oleh Sufyan As-Sauri dan Hasan Basri, maka tasawuf - mistik lebih terkonsentrasi pada kepercayaan bahwa pengetahuan tentang Tuhan dapat dicapai dengan meditasi yang bebas dari campur tangan akal dan panca indera. Lalu apakah tujuan tasawuf yang demikian? Ialah menciptakan kesadaran imanensi Tuhan dalam diri manusia. Dalam sejarah Islam, tasawuf yang (mirip) demikian ini yang "dikembangkan" oleh Ibnu Arabi, al-Hallaj dan lain-lainnya. Dan (tasawuf yang demikian) ini, pun tetap dianut (sebagian kecil) umat Islam di dunia.***


(Ahmad Baidowi)

 

Sumber: Suara Karya, Tanpa tanggal



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

PERISTIWA WESTERLING 23 JANUARI 1950 DI BANDUNG

Oleh : Djamal Marsudi Sejarah kekejaman Westerling sebetulnya sudah dimulai dari Sulawesi semenjak tahun 1945/1946, maka pada waktu Kahar Muzakar yang pada waktu itu menjadi orang Republiken, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta, telah memberikan laporan bahwa korban yang jatuh akibat kekejaman yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 (empat puluh ribu jiwa manusia). Laporan tersebut di atas lalu diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam rangka upacara peringatan korban "WESTERLING" yang pertama kali pada tanggal 11 Desember 1949 di Yogyakarta, justru sedang dimulainya Konperensi Meja Bundar di Negeri Belanda. Berita "Kejutan" yang sangat "Mengejutkan" ini lalu menjadi gempar dan menarik perhatian dunia internasional. Maka sebagai tradisi pada setiap tahun tanggal 11 Desember, masyarakat Indonesia dan Sulawesi khususnya mengadakan peringatan "KORBAN 40.000 JIWA PERISTIWA WESTERLING" di Sulawesi Selatan. T...