Langsung ke konten utama

Saat Menjelang Runtuhnya Pemerintah Hindia Belanda: Djenderal Japan Ini Nanti Tembak Antero Nederland

Oleh HARYADI SUADI

Tekane bebantu saka Nusa Tembini
Kukulitan jenar dedeg cebol kepalang
iku kang bakal ngebroki tanah Jawa kene
Pangrehe mung saumiring jagung suwene
Nuli boyong nyang nagarane dewe Nusa Tembini
Tanah Jawa bali nang asale
Bali nyang putra putrane Tanah Jawa maneh 
(Ramalan Joyoboyo)

DALAM rangka untuk merebut tanah Hindia dari cengkeraman Belanda, pemerintah Tokyo telah melakukan berbagai taktik dan cara. Cara pertama adalah menggunakan kekerasan, yaitu senjata. Cara ini sudah mereka persiapkan khusus untuk melawan tentara Hindia Belanda. Cara kedua yakni menggunakan taktik yang halus. Taktik ini juga telah mereka rencanakan dalam menghadapi bangsa Indonesia.

Salah satu taktik "halus" yang telah mereka lakukan adalah melalui siaran radio. Lewat radio propaganda yang disiarkan dari Tokyo itu, mereka telah melancarkan rayuan dan bujukan agar bangsa Indonesia percaya kepada Jepang. Dengan kata lain pihak Jepang berupaya merangkul bangsa kita, kemudian diajak untuk menjalin persaudaraan. Bahkan melalui propagandanya, bangsa Jepang telah menganggap dirinya adalah "saudara tua" bangsa Indonesia.

Namun sebelum itu, pihak Jepang telah melakukan cara yang agak tidak biasa, yaitu menyebarkan ramalan. Memang terdengarnya cukup aneh. Negara Jepang yang pada masa itu sudah berpikiran maju, telah menggunakan ramalan sebagai "senjata" untuk menarik perhatian bangsa kita. Namun kenyataannya memang demikian. Taktik yang tidak masuk akal ini, ternyata telah berhasil melicinkan jalan mereka menuju tanah air kita.

Boleh jadi kepercayaan bangsa kita terhadap hal-hal yang berbau takhayul ini merupakan informasi penting bagi pemerintah Jepang. Oleh karena itu, mereka perlu memanfaatkannya.

Memang harus diakui bahwa taktik menyebarkan ramalan ini telah banyak menguntungkan pihak Jepang. Ramalan itu telah dibuat sedemikian rupa, sehingga sebagian besar masyarakat Pulau Jawa pada masa itu telah percaya sepenuhnya. Lantaran ramalan ini, tidak sedikit rakyat kita mengelu-elukan kedatangan Balatentara Dai Nippon, ketika mereka mendarat di Pulau Jawa.

Demikian pandainya mereka membuat ramalan tersebut, sehingga masyarakat kita percaya, bahwa Jepang merupakan "dewa penolong" bagi bangsa Indonesia.

Ramalan pertama yang mereka sebarkan adalah lewat sebuah obat bermerek "Djintan". Obat yang bisa menyembuhkan segala penyakit ini dibuat oleh perusahaan "Nichiren Boyeki" Osaka, Japan. Sejak tahun 1915, nama obat "Djintan" sudah terkenal di tanah air kita lewat iklan-iklannya yang dibuat di pelbagai surat kabar. Begitu pula poster-posternya yang berukuran besar, telah tersebar ke seluruh antero Pulau Jawa. Pokoknya di setiap tempat yang strategis atau pusat keramaian, pasti ditemukan poster-poster itu. Ciri khas dari obat ini adalah sebuah "pas foto" dari seorang jenderal yang tertera pada pembungkusnya. Jenderal ini memakai topi a la topi Napoleon, berkumis dan kata "Djintan" ditulis dengan huruf Latin, Arab, Jepang, dan Jawa.

Di sekitar tahun 1920-an, tersebarlah berita bahwa Djintan artinya Djendral ini nanti tolong anak negeri. Siapa pula yang mempopulerkannya dan siapa pula yang memastikan bahwa "Djintan" adalah sebuah ramalan, tidak diketahui dengan pasti.

Kemudian pada tahun 1930-an, khayalak ramai mulai percaya bahwa Djintan memang sebuah ramalan. Konon pada masa itu orang percaya, bahwa jenderal yang tertera dalam pembungkus itu adalah jenderal dari Nippon. Apalagi pada waktu itu dikaitkan dengan tersiarnya kabar angin, bahwa tentara Jepang memang akan datang ke tanah air kita. Kemudian diperkuat pula oleh siaran dari radio propaganda Tokyo bahwa Dai Nippon berniat menolong bangsa kita dari cengkeraman penjajah Belanda. Singkat kata ramalan itu telah diterima dengan hati gembira oleh segenap rakyat kita.

Ternyata orang-orang Belanda pun sempat tertarik oleh ramalan tersebut. Bahkan tidak sedikit yang merasa khawatir, karena Djintan juga berarti Djenderal Japan ini nanti tembak antero Nederland. Dan untuk menangkis ramalan itu, orang-orang Belanda juga telah membuat ramalan yang diambil dari kata "Pepermint Woods", yakni nama obat batuk made in Australia. Kata "Woods" kata mereka artinya Wilhelmina oesir orang Djepang semoea.

Beberapa waktu setelah Jepang berkuasa di tanah air kita, masyarakat masih mempercayai akan ramalan Djintan. Karena terbukti, memang Jepang telah tembak antero Nederland. Namun ternyata mereka tidak tolong anak negeri. Melihat kenyataannya seperti itu, maka muncul lagi ramalan baru, bahwa Djintan artinya Djenderal Japan ini nanti ambil negeri alias mencaplok negeri kita.

Ramalan Joyoboyo

Sementara ramalan Djintan masih menjadi bahan pembicaraan masyarakat, tersebar lagi ramalan Joyoboyo. Konon orang-orang Belanda kembali terpukul oleh ramalan asli asal Jawa ini. Pasalnya isinya hampir bersamaan dengan Djintan. Bahkan dalam ramalan Joyoboyo telah diterangkan dengan jelas, bahwa Belanda akan dikalahkan Jepang.

Jauh-jauh sebelum munculnya Djintan, ramalan Joyoboyo memang sudah dikenal masyarakat di Jawa. Yang mula-mula memperkenalkannya adalah Rd. Ditiprojo dari Yogyakarta, lewat tulisannya yang dimuat dalam majalah "Het Tijdschrift" 1 Mei 1912.

Dalam tulisan itu dia kutip bunyi ramalan tersebut seperti berikut: Kelak apabila negeri Djawa sudah mendjadi selebar daun kelor, maka bangsa kulit putih akan dikalahkan oleh bangsa kulit kuning, tetapi lamanya hanja selama seumur djagung, kemudian akan kembali pula ke tangan orang Djawa. (Dikutip dari buku "Di belakang layar ramalan Djojobojo" oleh Imam Supardi 1946). Kemudian di tahun 1918 ramalan tersebut dipopulerkan lagi oleh R. M. Suardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika itu beliau sedang berada di negeri Belanda.

.... Mataram, kebesaranmu kelak pasti akan timbul kembali. Bukankah Joyoboyo telah meramalkan akan timbulnya kembali Mataram ...? Demikian antara lain tulisan beliau yang dimuat dalam majalah "Indie" 3 April 1918.

Pada tahun yang sama sekarang penulis Belanda, A. C. van der Dijlaar dan Menteri Jajahan Hindia Belanda, Mr. Pleyte, juga telah menyinggung soal ramalan Joyoboyo. Konon Bung Karno pun sempat menyebut-nyebut ramalan ini dalah pidato pembelaannya di muka sidang Pengadilan Hindia Belanda Bandung pada tahun 1929.

Kendati ramalan ini sudah banyak orang yang menyebarkannya, namun sebagian besar masyarakat Belanda di Jawa belum mengetahui. Barulah setelah Husni Thamrin berbicara soal ramalan Joyoboyo ini pada sidang Volksraad tahun 1935, maka gegerlah orang-orang Belanda.

Pada saat itulah, pemimpin organisasi "Parindra" ini, untuk pertama kali memperkenalkan ramalan Joyoboyo di muka para anggota Volksraad. Katanya para hadirin, terutama orang-orang Belanda tertawa terbahak-bahak. Mereka mencemoohkan pidato Thamrin sebagai lelucon belaka. Untuk meyakinkan masyarakat Belanda, kemudian Thamrin menulis dalam bukunya "Soal Lautan Teduh" sebagai berikut:

"Dalam dongeng-dongeng turun-temurun dari bapak ke anak, sudah diceritakan bahwa Joyoboyo telah terlebih dahulu mengatakan tanah ini akan ditaklukkan oleh bangsa kulit kuning". Orang boleh mengangkat pundak mendengar cerita ini. Tetapi bagi orang Jawa adalah cerita ini dipercaya teguh seperti kepercayaan kepada wali, nabi, atau kepada hari kiamat.

Pernyataan Thamrin di atas, ternyata telah menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat Belanda. Yang kontra tentunya memperolok-olokkannya, sedangkan golongan yang percaya semakin merasa khawatir.

Tetapi agaknya orang-orang Belanda yang semula tidak percaya mulai memperhitungkan ramalan itu. Buktinya tidak lama setelah Husni Thamrin berbicara di Volksraad, pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang membicarakan Joyoboyo. Bahkan secara diam-diam mereka telah merampas buku-buku atau tulisan yang membahas perihal ramalan itu.

Orang-orang Belanda baru benar-benar yakin akan Joyoboyo ini, setelah "bangsa kulit kuning" sudah berada di ambang pintu tanah air kita. Pada saat itulah seorang Residen Bogor bernama van Rosen berkata kepada beberapa orang bawahannya: "Tahukah kalian, apa arti ramalan Joyoboyo?" Karena pada waktu itu tak seorang pun menjawab, Tuan Residen pun berkata lagi: "Baiklah, apabila kalian tidak mau menjawab, akan saya terangkan. Joyoboyo telah meramalkan, bahkan Jepang akan datang dan meruntuhkan pemerintah Hindia Belanda. Dan saya percaya akan ramalan itu."

Ramalan Sabdapalon

Setelah dihantam oleh Djintan dan Joyoboyo, pada waktu yang sama masyarakat Belanda di "teror" lagi oleh beredarnya ramalan yang bernama Sabdapalon. Ramalan yang ketepatannya tidak kalah hebatnya dengan Joyoboyo ini, berbunyi demikian:

Risakira tanah Jawa kambah dening wewe putih
Tebu wulung gegamane, wong Jawa abosah aboseh
Wong dersa keh kang sedih, keles dening bawahanipun
Nalongso mring juwita, antuk sihira Hyang Widi
Cahya jenar mijil saking ingkang wetan
Anyurani tanah Jawa, padang sumilak ngratani
Wewe putih duk umiyat, palarasan undumekl
Bali mring asalneki, cahya jenar gya dedenung
Anenang ing tanah Jawa, Jangkep kawan dasa warsi
Nuli sirna wong Jawa untuk ampura.

Artinya kurang lebih sebagai berikut: Tanah Jawa mengalami kerusakan. Penduduknya kacau dan menderita kesengsaraan. Semua ini dikarenakan penjajah yang dilakukan oleh wewe putih yang bersenjatakan tebu wulung. Kemudian datanglah cahaya kuning dari Timur. Cahaya itu menyinari seluruh pulau Jawa. Wewe pun lari ketakutan, lalu pulang ke negeri asalnya. Cahaya kuning itu menduduki tanah Jawa selama empat puluh tahun. Setelah itu cahaya kuning menghilang dan tanah Jawa aman kembali.

Dari makna ramalan di atas, maka bisa diperkirakan, bahwa wewe putih maksudnya bangsa Belanda, cahaya kuning dari Timur adalah bangsa Jepang. Dibanding dengan Joyoboyo, ramalan Sabdapalon ini sesungguhnya lebih "mengerikan" , baik bagi pemerintah Belanda maupun bangsa kita.

Soalnya telah disebutkan dengan jelas dalam ramalan itu bahwa wewe putih pulang ke tempat asalnya, karena ketakutan oleh cahaya kuning. Ini artinya Jepang bakal berhasil mengusir Belanda. Begitu pula bagi bangsa Indonesia, sebab disebutkan bahwa cahaya kuning akan tinggal di tanah Jawa selama "jangket kawan dasa warsi" yang artinya tepat 40 tahun. ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 21 Maret 1995



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...