Langsung ke konten utama

Ziarah ke Musoleum Imam Syafe'i

SALAH seorang imam dalam Islam, adalah Imam Syafe'i. Imam Syafe'i termasuk pendiri dari salah satu empat mazhab dalam Islam, yaitu Sunni. Tiga mazhab lainnya adalah Hanafi, Hambali, dan Maliki. Beberapa ulama sekarang mengakui Syiah sebagai mazhab kelima.

Imam Syafe'i yang dilahirkan pada 150 H di Gaza dan meninggal pada 204 H, tepatnya 19 Januari 820 M di Mesir, memiliki garis keturunan langsung dengan paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Thalib. Kendati usianya relatif pendek, hanya sekitar 50 tahun, ia adalah ilmuwan besar yang membuat sejarah dengan karya-karyanya yang besar. Ia tercatat sebagai pencetus pertama ilmu ushul fikih (ilmu cara mengeluarkan hukum) dan Ar Risalah (Missi) adalah kitabnya yang sangat terkenal dalam bidang ushul fikih.

Syafe'i mengisi hidupnya dengan pemgembaraan, menimba ilmu pertama di Mekkah, kemudian belajar hadits dari Imam Malik di Madinah, lalu belajar hukum di Baghdad (Irak), kemudian pergi ke Yaman untuk menimba ilmu. Lalu ia kembali lagi ke Baghdad pada tahun 195 H (811 M).

Pada kunjungan kedua kalinya ke Irak ini Imam Syafe'i mulai mengeluarkan pendapat-pendapatnya yang ternyata kurang mendapat sambutan dari penduduk Baghdad karena tidak seirama dengan pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah yang sudah mendapat tempat di hati penduduk setempat.

Syafe'i lalu kembali ke Mesir pada 199 H (815 M). Di Mesir pendapat-pendapatnya berubah dari pendapatnya ketika di Baghdad. Tetapi pendapat-pendapat baru ini ternyata lambat laun diterima sebagian penduduk Mesir. Seperti yang tertulis di musoleumnya di Cairo, Mesir, setelah shalat Subuh sampai terbit matahari, kegiatan sehari-sehari Imam Syafe'i adalah mengajar tafsir Al Quran. Setelah terbit matahari sampai memasuki shalat lohor, ia mengajar dan berdiskusi tentang hadits. Setelah istirahat, usai shalat Ashar sampai masuk waktu Magrib, ia mengajar bahasa. Sesudahnya sampai tengah malam, ia mengajar fikih dan ushul fikih.

Selama lima tahun tinggal di Mesir, Imam Syafe'i menghasilkan dua buku yang monumental, yaitu Al'Um (Ibu) yang membahas mengenai fikih/hukum, dan Ar Risalah (Missi) di bidang ushul fikih. Kedua buku ini menjadi rujukan utama di banyak pesantren di Indonesia.

Satu hal penting lain sumbangan Imam Syafe'i adalah keberaniannya mengubah pendapatnya, yaitu ketika ia berada di Irak dan kemudian di Mesir yang dikenal dengan "pendapat lama" dan "pendapat baru". Perubahan inilah yang kemudian dijadikan senjata oleh kaum modernis zaman sekarang untuk melegitimasi pendapatnya, bahwa dalam soal hukum aturan harus berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Keberaniannya mengubah pendapatnya sendiri inilah yang membuat Imam Syafe'i banyak dikagumi para cendekiawan sekaligus masyarakat awam yang membanjiri mausoleumnya.

Diziarahi

Pendapat Imam Syafe'i bukan saja mendapat tempat di kalangan masyarakat Mesir, tetapi sudah menyebar ke negara-negara Islam di seluruh penjuru dunia, mulai dari Afrika bagian timur, Yaman, Bahrain, Filipina selatan, Malaysia, sampai Indonesia.

Perhatian terhadap kebesaran imam yang satu ini juga bisa disaksikan dari banyaknya orang yang berziarah ke makamnya yang terletak di Cairo, Mesir. Tiap Jumat, menurut Akhmad yang pegawai di Kementerian Wakaf Mesir, jumlah peziarah mencapai 1.500-2.000 orang, sementara pada hari biasa sekitar 100 orang.

"Mereka berziarah ke sini tidak semuanya untuk mengenang kebesaran Imam Syafe'i yang ajarannya banyak dianut di berbagai negara Islam, tapi juga banyak yang dengan maksud ber-tawassul (mencari perantara kepada Allah), mencari jalan keluar dari kesulitan hidup sehari-hari, ada yang ingin mendapat jodoh, ingin cepat mendapat pekerjaan, ingin sembuh dari kebiasaan bermabuk-mabukan, dan sejumlah keinginan lain," tambah Akhmad.

Pada hari Jumat, terutama, setelah usai shalat Jumat di masjid di dekat mausoleum, biasanya para jemaah langsung bergegas menuju makam Imam Syafe'i yang terletak di samping masjid. Di dalam mausoelum yang berudara dingin, sangat kontras dengan udara di luar yang biasa mencapai suhu 37 derajat Celsius pada musim kemarau, suasana keagamaan berbaur dengan suasana tradisional.

Pada saat sejumlah peziarah membaca Surat Yasin, bersamaan terdengar pula sayup-sayup isak tangis pria maupun perempuan sambil mengusap-usap kayu-kayu yang mengelilingi kuburan Imam Syafe'i. Tidak sedikit dari mereka yang melempar uang kecil disertai secarik kertas yang barangkali tertulis keinginan masing-masing pelempar, seperti layaknya yang dilakukan di sejumlah kuburan para wali di Indonesia. Kalau kita menengok ke dalam pekarangan kuburan, uang yang dilempar peziarah bertumpuk karena begitu banyaknya.

Keberadaan mausoleum ini memberi juga rezeki bagi penduduk sekitarnya. Munasirah tiap Jumat berjualan pakaian bekas untuk membantu suaminya mencukup kebutuhan keluarga. Pada hari lainnya, pekerjaan suami-istri ini, seperti juga banyak penduduk lainnya adalah menggali kubur. "Tetapi sekarang anak saya sudah ada yang menjadi dokter dan insinyur," tambah Munasirah bangga.

Mencapai areal mausoleum Imam Syafe'i tidak begitu sulit, bisa dicapai dengan bus atau taksi. Setelah melalui jalan protokol Salah Salim, kita akan tiba di alun-alun Benteng Salahuddin. Kemudian belok ke kiri memasuki jalan kecil yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai Jl. Imam Syafe'i.

Sepanjang jalan ini terlihat rumah-rumah penduduk biasa, tetapi sebenarnya sudah termasuk dalam kompleks kuburan yang berdiri sejak abad ke-8 M. Maka tentu saja bentuk bangunannya masih bergaya abad itu.

Tidak diketahui sejak kapan penduduk mulai menghuni kompleks kuburan itu. Tetapi kini areal mausoleum itu telah menjadi perkampungan besar dengan penghuninya berasal dari golongan ekonomi sangat lemah alias gelandangan.

Dua arsitektur

Kira-kira 600 meter menyusuri Jl. Imam Syafe'i akan sampai di sebuah alun-alun kecil dan tepat di sebelah kanannya tegak sebuah masjid dengan arsitektur abad ke-19. Di sebelah masjid inilah Imam Syafe'i dimakamkan. Dari jauh kubah mausoleumnya mirip kubah Masjid Aqsha di Yerusalem yang terbuat dari kayu berlapis timah hitam. Di depan kubah tertera angka 1772 yang diperkirakan merupakan tahun pembuatan masjid itu.

Bila melihat dekorasi kubah bagian luar segera terlihat gaya arsitektur Dinasti Fatimiyah sangat menonjol. Misalnya pada bentuk bertangkup, lengkung kubah dan bentuk belah ketupat. Kayu yang melindungi makam Imam Syafe'i kabarnya didatangkan dari India oleh Ubayd bin Ma'ali pada 1178-79 M. Kemudian kayu yang sama diimpor juga oleh Salahudin Al Ayyubi untuk membuat kompleks kuburan para pembesar pemerintahannya.

Mausoleum ini diperbaiki kembali oleh Sultan Qaytbay pada abad ke-15 yang sekaligus melapisi semua dinding dengan marmer.

Pada abad ke-18, Abd. Rahman Katkhuda dan Ali Bey al Kabir memperbarui lagi mausoleum ini dengan cat baru dan memberi warna-warni pada atap kuburan. Berbagai perpaduan gaya arsitektur ini membuat mausoleum ini menarik. Sampai kini kompleks kuburan ini merupakan yang terbesar di Mesir. (Mustafa Abd. Rahman dari Cairo)



Sumber: Kompas, 15 September 1991



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...