Langsung ke konten utama

Mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api (1) Pihak Inggris dengan "Operation Sam" Hendak Menyatukan Kembali Kota Bandung

Oleh H. ATJE BASTAMAN

SEBAGAI seorang yang ditakdirkan bersama ratus ribu rakyat Bandung yang mengalami peristiwa Bandung Lautan Api, berputarlah rekaman kenangan saya: Dentuman-dentuman dahsyat menggelegar menggetarkan rumah dan tanah. Kobaran api kebakaran meluas dan menyilaukan. Khalayak ramai mulai meninggalkan Bandung. Pilu melihat keikhlasan mereka turut melaksanakan siasat "Bumi Hangus".

Almarhum Sutoko waktu itu adalah Kepala Pembelaan MP 3 (Majelis Persatuan Perdjoangan Priangan) dalam buku "Setahoen Peristiwa Bandoeng" menulis: "Soenggoeh soeatu tragedi jang hebat. Di setiap pelosok Kota Bandoeng api menyala, berombak-ombak beriak membadai angin di sekitar kebakaran, menioepkan api jang melambai-lambai, menegakkan boeloe roma. Menjedihkan!"

Rakyat mengungsi

Ratusan ribu jiwa meninggalkan rumah mereka di tengah malam buta, menjauhi kobaran api yang tinggi menjolak merah laksana fajar yang baru terbit.

Di sepanjang jalan ke luar kota beriak sendu berisak tangis. Berbondong-bondong orang laksana semut dikejar maut, mengarungi segala sengsara dan derita. Jerit tangis anak kecil mengoyak telinga. Orang tua lanjut usia berjalan tertatih-tatih, bertongkat bambu, perempuan menggendong dan menghela anaknya, laki-laki sarat bahunya oleh beban yang dibawanya. Gerobak kuda yang sarat berderak rodanya, melalui batu-batu jalan yang rusak. Setiap orang menangisi nasib yang dideritanya.

Tulisannya Dr Smail

Dr John Smail orang Amerika dalam disertasinya di Cornell University, menulis: Exodus para pengungsi ini diselingi suara-suara ledakan dan semburan api yang disulut oleh pemuda-pemuda yang menyebar di seluruh bagian kota. Tengah malam waktu berkecamuknya revolusi, api yang sedang berkobar-kobar terasa lebih dahsyat dari sebenarnya. Bandung Lautan Api telah menjadi kenyataan dan gambaran peristiwa ini tetap terpatri dalam benak masyarakat.

Selanjutnya Dr Smail menulis: 

Kemarin malam (tanggal 24 Maret 1946) kebakaran yang besar dan luas kelihatan di enam tempat. Pagi hari pesawat pengintai RAF melaporkan bahwa seluruh bagian selatan Kota Bandung diselubungi asap yang begitu tebal sehingga sukar untuk mengadakan observasi. Ledakan-ledakan dahsyat terdengar, menandakan bahwa di bagian kota tersebut taktik bumi hangus sedang dilaksanakan.

Pagi ini tampak satu kobaran api besar dekat stasiun kereta api, banyak desa-desa di pinggiran (kelihatannya) dibakar habis. Pada malam hari tanggal 24 Maret 1946 dimulai lagi pembakaran-pembakaran besar yang meluas, kelihatan sebelas kebakaran besar. Gedung-gedung dirusakkan. Posisi divisi India ke-23 dimortir. Menurut Doulton, di Andir ditembaki dengan peluru 75 mm. Kebakaran-kebakaran yang membuat pengungsian menjadi sangat mengharukan karena jilatan-jilatan api dari rumah-rumah pribadi dan bangunan yang ringan konstruksinya yang dengan mudah dapat dibakar.

Menurut Doulton, 23rd Indian Devition 15, taksiran kasar mengenai besarnya kerusakan selama pembakaran, kira-kira antara sepertiga dan setengah Bandung selatan. Setengah dari gedung-gedung besar, seperlusin dari seluruh daerah hancur.

Di luar kota dan di kebanyakan daerah di Pulau Jawa dan Sumatra, pertanda kejadian begitu tidak memperlihatkan dirinya dalam suatu perpindahan penduduk, meskipun proses permusuhan berlangsung di tempat-tempat tersebut.

Kesan umum dari lautan api itu diwujudkan melalui lagu "Hallo Hallo Bandung" yang digubah tidak lama sesudah peristiwa itu, dan merupakan lagu perjuangan yang paling dikenal, demikian Dr Smail.

Banyaknya pengungsi

Satu-satunya publikasi mengenai perkiraan jumlah penduduk yang mengungsi terdapat pada harian Merdeka, 23 April 1946, diperkirakan 200.000 orang, tanpa menyebut bagaimana dan siapa yang menghitungnya.

Laporan resmi menyebutkan bahwa pada bulan Agustus penduduk Indonesia di Kota Bandung 350.000 orang, pihak Belanda yang tinggal di utara, ada 16.000 orang. Sedang di selatan tidak ada yang tinggal.

Perkiraan 350.000 pengungsi itu dapat diterima karena ditambah pengungsi-pengungsi dari desa-desa pinggiran kota yang ada di daerah perluasan zone pihak Sekutu.

Ultimatum Sekutu

Tugas tentara Inggris yang mewakili Sekutunya, ada tiga macam:

a. Mengembalikan ketenteraman dan keamanan.
b. Melindungi di mana perlu memindahkan Rapwi (Interniran dan tawanan perang).
c. Melucuti dan memindahkan Jepang.

Mereka bermarkas di Bandung Utara dengan garis demarkasi jalan kereta api. Demi keamanannya mereka ingin memperluas daerah kekuasaannya.

Dr John Smail dalam melengkapi disertasinya mengenai semangat perdjoangan rakyat Bandung dari mulai hari proklamasi sampai peristiwa "Bandung Lautan Api" bermukim di Indonesia dan negeri Belanda selama dua tahun. Beliau selanjutnya menulis:

Di bagian utara Kota Bandung terdapat kamp pengungsi yang padat, penghuninya hidup dari makanan dalam kaleng. Bandung Selatan yang setengah kosong, dihuni terutama oleh kaum muda. Para pemuda ini dengan kondisi organisasi yang beraneka ragam tipis kemungkinannya akan mampu melancarkan suatu serangan dalam skala besar. Pihak Inggris mulai membangun kekuatannya di Jawa Barat dengan menambah jumlah pasukan, dan secara berangsur-angsur memindahkannya melalui garis perbekalan ke arah Bandung.

Di Kota Bandung sendiri mereka mulai memperluas batas-batas daerah yang mereka lindungi dengan mempergunakan pasukan yang baru tiba tadi, terutama ke arah utara. Ini merupakan operasi yang tidak begitu penting serta untuk sementara tidak mempengaruhi Bandung Selatan. Tetapi dengan kenyataan bahwa markas besar Divisi India yang ke-23 dipindahkan ke Bandung pada tanggal 16 bulan Februari, bersamaan dengan pemusatan pasukan yang terus meningkat, membuat soal menjadi jelas bahwa pihak Inggris bermaksud membersihkan daerah Bandung sampai tuntas.

Operation Sam

Insiden-insiden pertikaian senjata oleh pihak Inggris dipergunakan sebagai pendorong maupun sebagai dalih untuk memutuskan bahwa sudah tiba waktunya mengakhiri terbagi duanya Kota Bandung. Mereka sepakat untuk melakukannya dengan kekuatan sesuai dengan rencana yang sudah ada beberapa waktu sebelumnya, suatu operasi militer lengkap yang diberi nama "Operation Sam".

Namun seperti biasanya mereka mengutamakan pemecahan melalui bidang diplomasi. Kira-kira tanggal 22 Maret mereka memberitahukan Perdana Menteri Syahrir bahwa operasi tersebut akan dilaksanakan, dan mendesak agar pembersihan tersebut tidak menyebabkan pertempuran. Bila diatur sedemikian rupa, sehingga semua orang dan satuan-satuan yang memiliki senjata dari pihak Indonesia, dipindahkan sebelas kilometer dari pusat kota pada semua jurusan.

Hanya orang-orang yang bersenjata yang harus keluar yaitu "Kaum Ekstremis" dan TRI yang kena pembersihan, penduduk sipil dan pemerintahan sipil diharapkan tetap berada di tempat dalam kota, oleh pihak Inggris akan dijadikan suatu kota polisi.

Ungkapan rencana pihak Inggris ini, diikuti oleh kegiatan diplomasi selama beberapa hari.

Didi Kartasasmita dan Syafrudin datang

Pada tanggal 22 Maret 1946, Didi Kartasasmita, komandan dari Komandemen Jawa Barat dan Wakil Menteri Keuangan Syafrudin Prawira Negara, terbang ke Bandung guna memberikan informasi kepada yang berwenang di bidang sipil dan militer mengenai ultimatum Inggris tsb. Menyampaikan instruksi-instruksi dari Syahrir yang harus dipatuhi. Adapun yang dimaksud oleh satuan pihak Inggris yang "berwenang di bidang sipil" TRI dan MP 3 adalah walikota (Syamsuridjal) komandan divisi (Nasution) dan kepala bidang militer MP 3 Sutoko.

Pokok persoalan genting bukanlah evakuasi dari pasukan Divisi ke-3 dan badan perjuangan itu sendiri. Kini pihak Inggris memiliki kekuatan yang sangat besar dan Nasution maupun Sutoko tidak ingin melihat organisasinya yang sedang berkembang jadi hancur dalam pertempuran yang tanpa harapan untuk menang.

Nyatanya setelah melihat implikasi dari penambahan tentara baru di pihak Inggris mereka mulai memindahkan perlengkapan dan peralatan yang berharga keluar kota. Masalah yang sebenarnya adalah mengeluarkan pemuda yang bersenjata dari Bandung dengan cara setenang mungkin, dan meninggalkan penduduk sipil yang tersisa di kota beserta pemerintah sipil yang akan tetap mempertahankan keberadaan Republik Indonesia, meskipun ada di tengah-tengah daerah yang dikuasai pihak Sekutu.

Pola yang ada dalam pikiran Syahrir dan Syamsuridjal dan juga pihak Inggris adalah pola seperti Jakarta. Di sana, pada tanggal 18 November, Pemerintah Indonesia mengumumkan "pemusatan" tentara TKR di luar kota dan diminta untuk menghentikan kegiatan yang tidak rutin di dalamnya, namun kota tetap diperintah oleh administrasi sipil pihak Indonesia bekerja sama dengan pihak Inggris.

Nasution ke Jakarta

Ketika Nasution sedang berada di Jakarta, Jenderal Hawthon, komandan Divisi India ke-23 di Bandung, terus mengadakan tekanan-tekanan. Pada sore hari tanggal 23 Maret 1946 ia mengumumkan melalui radio dan selebaran-selebaran, bahwa Bandung Selatan harus dibersihkan dari orang-orang bersenjata. Untuk menghindarkan pertumpahan darah, semua angkatan bersenjata Indonesia harus berada di luar zone sebelas kilometer pada tanggal 24 tengah malam.

Penduduk sipil diminta tetap tenang tidak meninggalkan rumah selama masa peralihan ini. Ketika Nasution kembali dari Jakarta pada pagi hari tanggal 24, ia memberi informasi kepada suatu rapat yang dihadiri oleh wakil pemerintah, polisi dan panitia, eksekutif DPRD Kabupaten dan Kota Bandung, bahwa Pemerintah Pusat telah menetapkan ultimatumnya yang wajib dipatuhi dan tidak boleh ada bumi hangus atau gangguan lainnya.

Beliau menambahkan bahwa angkatan bersenjata telah menetapkan untuk melaksanakan keputusan ini. Karena sempitnya waktu untuk pindah, diminta agar Jenderal Hawthon memperpanjang batas waktu tersebut, dengan alasan antara lain, kesukaran melaksanakan pemindahan dalam waktu pendek, khawatir akan terjadi insiden-insiden bila pemindahan dilaksanakan terburu-buru.

Tetapi yang menjadi pikiran utama Nasution dan demikian pula Hawthon dalam menolak permintaan ini, adalah perbekalan dan peralatan yang masih bertumpuk di Bandung Selatan. Nasution menginginkan waktu untuk mengangkut semua dan sebaliknya Hawthon ingin merampasnya. (BERSAMBUNG) ***



Sumber: Pikiran Rakyat, 21 Maret 1989



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

49 Tahun yang Lalu, Westerling Bantai Puluhan Ribu Rakyat Sulsel

S EPANJANG Desember, mayat-mayat bersimbah darah tampak bergelimpangan di mana-mana. Pekik pembantaian terus terdengar dari kampung ke kampung di Tanah Makassar. Ribuan anak histeris, pucat pasi menyaksikan tragedi yang sangat menyayat itu. Tak ada ayah, tak ada ibu lagi. Sanak saudara korban pun terbantai. Lalu, tersebutlah Kapten Reymond Westerling, seorang Belanda yang mengotaki pembantaian membabi buta terhadap rakyat Sulawesi Selatan 11 Desember, 49 tahun yang lalu itu. Hanya dalam waktu sekejap, puluhan ribu nyawa melayang lewat tangannya.  Makassar, 11 Desember 1946. Kalakuang, sebuah lapangan sempit berumput terletak di sudut utara Kota Makassar (sekarang wilayah Kecamata Tallo Ujungpandang). Di lapangan itu sejumlah besar penduduk dikumpulkan, lalu dieksekusi secara massal. Mereka ditembak mati atas kewenangan perintah Westerling. Bahkan, sejak menapakkan kaki di Tanah Makassar, 7 sampai 25 Desember 1946, aksi pembantaian serupa berulang-ulang. Westerling yang memimpin sep...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Masjid Agung Al Azhar (1952) Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

M asjid putih berarsitektur indah ini dibangun pada tahun 1952. Tokoh-tokoh pendirinya adalah Mr. Soedirjo, Mr. Tanjung Hok, H. Gazali dan H. Suaid. Masjid yang awalnya diberi nama Masjid Agung Kebayoran Baru ini dibangun selama enam tahun (1952 - 1958) dan berdiri di atas lahan seluas 43.756 m2. Ketika itu peletakan batu pertamanya dilakukan oleh R. Sardjono mewakili walikota Jakarta Raya. Perubahan nama menjadi Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, dilakukan menyusul kedatangan seorang tamu yang adalah Rektor Universitas Al Azhar, Syekh Muhammad Saltut. Disebutkan karena terkagum-kagum dengan kemegahan masjid di negara yang ketika itu baru saja merdeka, Saltut memberi nama masjid Agung Kebayoran Baru dengan nama Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru. Imam besar pertama masjid itu adalah Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah seorang tokoh Muhammadiyah yang lebih dikenal sebagai panggilan Buya Hamka. Ulama kondang berdarah Minangkabau, Hamka, itu pula yang mentradisikan akti...

PERISTIWA WESTERLING 23 JANUARI 1950 DI BANDUNG

Oleh : Djamal Marsudi Sejarah kekejaman Westerling sebetulnya sudah dimulai dari Sulawesi semenjak tahun 1945/1946, maka pada waktu Kahar Muzakar yang pada waktu itu menjadi orang Republiken, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta, telah memberikan laporan bahwa korban yang jatuh akibat kekejaman yang dilakukan oleh Kapten Westerling di Sulawesi Selatan mencapai 40.000 (empat puluh ribu jiwa manusia). Laporan tersebut di atas lalu diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam rangka upacara peringatan korban "WESTERLING" yang pertama kali pada tanggal 11 Desember 1949 di Yogyakarta, justru sedang dimulainya Konperensi Meja Bundar di Negeri Belanda. Berita "Kejutan" yang sangat "Mengejutkan" ini lalu menjadi gempar dan menarik perhatian dunia internasional. Maka sebagai tradisi pada setiap tahun tanggal 11 Desember, masyarakat Indonesia dan Sulawesi khususnya mengadakan peringatan "KORBAN 40.000 JIWA PERISTIWA WESTERLING" di Sulawesi Selatan. T...