Langsung ke konten utama

Hikmah di Balik Penjajahan Jepang

Oleh: Mohammad Ali

Bulan September 1939, Perang Dunia Kedua pecah. Pada bulan Mei 1940, Negeri Belanda digilas habis oleh kekuatan militer Hitler. Berarti, Belanda harus menyerah tanpa syarat kepada tentara Nazi Jerman. Namun, bangsa Belanda tetap membuta tuli terhadap usulan rakyat Indonesia, tuntutan Indonesia merdeka melalui anggota "Dewan Rakyat" Soetardjo yang meminta agar antara wakil-wakil pemerintah Hindia-Belanda dan wakil-wakil bangsa Indonesia diadakan pertemuan untuk membahas masalah kemerdekaan Indonesia dalam waktu 10 tahun. Meski tuntutan itu sebenarnya tidak menuntut Indonesia merdeka secara mutlak, atau merdeka tetapi masih dalam hubungan dengan Negeri Belanda, Negara Dominion.

Tanggal 8 Desember 1941, Perang Pasifik pecah. Penyerangan Jepang meluas ke daratan Indonesia. Satu per satu armada Belanda dapat dipatahkan oleh armada Jepang. Tentara Hindia-Belanda KNIL tidak berdaya menghadapi tentara Jepang. Dan, pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Jawa yang merupakan pusat perbentengan Belanda di Indonesia. Pada 8 Maret 1942, Belanda di bawah pimpinan Carda dan Jenderal Ter Poorten menyerah tanpa syarat pada Jepang yang dipimpin oleh Imamura di Lapangan Terbang Kalijati, dekat Bandung. Tamatlah riwayat penjajahan Belanda di bumi Indonesia.

Dengan berakhirnya riwayat penjajahan Belanda tersebut, maka kesempatan terbuka bagi bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya: Indonesia merdeka. Tetapi, sayang, pemerintah Hindia-Belanda telah melimpahkan wilayah jajahannya kepada Jepang. Dan, sejak ini, bangsa Indonesia menjalani perjalanan hidup lebih parah daripada tiga setengah abad dijajah Belanda.

Kedatangan bangsa Jepang di Bumi Pertiwi ini disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia di mana-mana. Jepang datang di Indonesia dengan janji dan semboyan yang muluk-muluk. Kedatangan Jepang di bumi Indonesia bermaksud memerdekakan bangsa-bangsa di Asia dari penindasan bangsa kulit putih dan katanya, "Untuk membentuk daerah kemakmuran bersama Asia Timur Raya". Untuk itulah kedatangan Jepang di Indonesia disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia yang mendambakan kemerdekaan. Bahkan, pemimpin-pemimpin kita yang diasingkan oleh Belanda dibebaskan lagi oleh Jepang. Mereka (para pemimpin kita) siap bekerja sama dengan Jepang yang menganggap dirinya sebagai "Saudara Tua". Propaganda Jepang itulah yang merangsang rakyat Indonesia untuk mau bekerja sama dengannya. Rakyat Indonesia harus bekerja sama dengan "Saudara Tua", yaitu bangsa Jepang, untuk "Kemerdekaan Kemakmuran bersama"; Hokko-ichiu di Asia Timur Raya. Pemerintah Jepang meyakinkan kepada rakyat Indonesia, bahwa musuh utama kita adalah Amerika, Inggris, dan Belanda.

Suatu Siasat

Babak baru penjajahan Jepang di bumi Indonesia dimulai dengan berbagai propaganda dan janji-janji yang merupakan siasat. Ini bisa dimengerti. Sebagai pendekatan, pemimpin-pemimpin kita yang ditawan dan diasingkan oleh Belanda dulu semua dibebaskan. Banyak pemimpin kita yang terkena bujuk rayu Jepang dan bersedia bekerja sama dengan Jepang; termasuk Bung Karno dan Bung Hatta. Hanya beberapa pemimpin kita, antara lain Sutan Syahrir dan Amir Syarifudin, yang bergerak di bawah tanah; namun sia-sia. Dan, akhirnya mereka dijatuhi hukuman seumur hidup.

Secara tahap demi tahap, Jepang mengajarkan ajarannya kepada bangsa Indonesia; ajaran Shinto-isme Amaterasu Omikami, bahwa bangsa Jepang adalah keturunan Dewa Matahari dan Tenno Heika (kaisar Jepang) harus dipuja sebagai Mahadewa. Karena itu, kita harus memberi hormat, menundukkan kepala ke arah timur demi Dewa Matahari atau Kaisar Tenno Heika.

Tahun 1942, Jepang melancarkan propagandanya dengan nama: Gerakan Tiga A, yang isinya: Nipon pemimpin Asia, Nipon Pelindung Asia, dan Nipon Cahaya Asia. Tetapi, propaganda ini tidak berhasil dan kemudian dibubarkan.

Untuk selanjutnya, Jepang membolehkan orang-orang pribumi mendirikan gerakan kebangsaan asal ditujukan ke arah "lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya". Dalam gerakan ini, Jepang memilih "Empat Serangkai", yaitu Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, dan KH Mansur sebagai pemimpin gerakan kebangsaan tersebut. Keempat pemimpin tersebut, akhirnya atas anjuran Jepang mendirikan gerakan "Putera" (Pusat Tenaga Rakyat). Tetapi, karena gerakan ini mengarah pada tindakan yang radikal, "tuntutan Indonesia merdeka", maka dibubarkan oleh Jepang.

Sebagai gantinya, Jepang mendirikan "Jawa Hokkokai", yaitu suatu Gerakan Kebaktian Jawa yang bertujuan menggerakkan rakyat untuk membaktikan dirinya, harta benda dan tenaganya kepada Jepang yang katanya, "demi kemenangan yang terakhir". Salah satu bentuk realisasi gerakan ini adalah "Romusya" yang membawa malapetaka bagi bangsa Indonesia.

Di bidang pendidikan, propaganda Jepang berupa penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di samping bahasa Jepang. Bahasa Belanda dan Inggris dilarang keras. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi di sekolah-sekolah selain bahasa Jepang. Kecuali itu, tua muda diwajibkan bertaiso (bersenam).

Propaganda lainnya yang dijalankan oleh Jepang, berupa badan dan kesatuan. Pemuda-pemuda berusia 14 tahun menerima pelatihan semimiliter untuk menjadi Seinendan-Militer dan Gakototai (calon prajurit). Ada yang masuk Keibodan (Badan Pemuda Pembantu Kepolisian, atau prajurit cadangan), Seisintai atau Barisan Pelopor (suatu badan pemuda pelopor perjuangan melawan sekutu), Heiho (pembantu tentara Jepang), Fujinkai (barisan wanita), Jibakutai (pasukan berani mati), Kenpeitei (polisi militer Jepang) dan Peta (barisan sukarela Pembela Tanah Air yang merupakan pertahanan dalam negeri dan pada masa revolusi menjadi pasukan inti TNI).

Dalam soal pemerintahan, maka dibentuklah Tyuo Sangi In, semacam Dewan Rakyat (DPR sekarang) yang bertugas sebagai dewan penasihat; Syu Sangi Kai, Dewan Rakyat di tiap Karesidenan; dan Syi Sangi In, Dewa Kota Praja. Semua itu merupakan siasat Jepang untuk memperkokoh kedudukannya di Indonesia dan Asia Timur Raya.

Fasisme Jepang

Awal perkenalan Jepang memang tampak ramah dengan segala janji dan propagandanya. Bahkan, pada saat terdesak pun Jepang berusaha mengambil hati bangsa Indonesia. Kepada bangsa kita diberikan hadiah untuk memelihara semangat dan kesetiaan berjuang sehidup semati dengan Dai Nippon. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diresmikan (boleh dinyanyikan) di samping lagu Imigayo. Dan, bendera Merah Putih boleh berkibar di samping bendera Matahari Terbit. Semua itu hanya siasat belaka.

Perang Pasifik terus berjalan. Posisi Jepang semakin terdesak. Semakin banyak kekalahan-kekalahan Jepang di Medan pertempuran. Perang yang tidak sedikit meminta pengorbanan biaya dan tenaga terus berlangsung. Kekalahan demi kekalahan diderita Jepang. Semakin banyak kekalahan yang diderita oleh Jepang, semakin besar pula bantuan yang diminta dari rakyat. Semua harta benda dan tenaga rakyat diperas untuk membantu kekalahan Jepang di medan Tempur. Kehidupan rakyat semakin sukar. Penderitaan, kelaparan, dan kematian terjadi di mana-mana.

Pemuda-pemuda di desa-desa ditangkap dan dikirim ke Birma, Irian, untuk dipekerjakan sebagai Romusya dan prajurit. Beberapa ribu bahkan jutaan pemuda Jawa hilang tak karuan nasibnya. Kelembutan Jepang berubah menjadi kekerasan. Ketakutan dan kebencian rakyat membara di mana-mana. Kekejaman dan kesombongan militer Jepang merajalela. Penderitaan yang tiada taranya, penindasan yang lebih kejam, lebih sewenang-wenang melebihi penjajahan Belanda. Pendudukan Jepang merupakan puncak segala penderitaan bagi perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ketakutan akan Kenpeitei, polisi militer Jepang, melumpuhkan segala perlawanan. Fasisme, sistem militerisme yang kejam sekali. Pemberontakan di Indramayu, pemberontakan Peta, ditindas dengan kejam. Ribuan pemuda kita hilang di Birma. Di Kalimantan diadakan penyembelihan besar-besaran; terhadap rakyat, terutama kaum pelajar. Kenangan pahit yang tak terlupakan buat bangsa dan Negara Indonesia.

Hikmah di Balik Kekejaman

Tanggal 6 Agustus 1945, Hiroshima dijatuhi cendawan raksasa alias bom atom oleh Sekutu. Kemudian, 9 Agustus untuk yang kedua kalinya bom dahsyat itu dijatuhkan di Kota Nagasaki. Jatuhnya dua bom atom itu mengakhiri Perang Pasifik, dan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945. Tamatlah riwayat penjajahan Jepang di bumi Indonesia. Tiga hari kemudian, tepatnya 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tiga setengah tahun bangsa Indonesia mengenyam pahit dan getir di bawah fasisme Jepang. Siapa saja yang pernah mengalami zaman pendudukan Jepang, tidak akan melupakan semuanya itu. Sungguh pun demikian, di balik kekejaman Fasisme Jepang kita dapat memetik hikmahnya.

Yang pertama, kita dapat memanfaatkannya untuk menempa diri dalam kecakapan administratif memutarkan roda pemerintahan. Berkat perjuangan para pemimpin kita, terpaksa Jepang memberikan kecakapan administrasi untuk memutarkan roda pemerintahan sipil. Juga, karena dengan hilangnya semua tenaga bangsa Belanda Jepang terpaksa memberikan berbagai kedudukan yang tinggi kepada terutama pemimpin-pemimpin kita dan menyerahkan pekerjaan-pekerjaan penting yang menuntut kecakapan, keahlian, dan tanggung jawab besar.

Kedua, keterampilan militer guna membangun tentara kebangsaan sendiri. Jepang memberikan latihan kemiliteran kepada pemuda-pemuda kita yang tergabung dalam barisan Seinendan, Keibodan, dan Peta. Dalam barisan tersebut pemuda kita memperoleh latihan kedisiplinan yang keras, keberanian berperang, taktik dan strategi berperang, serta keterampilan kemiliteran lainnya. Kecakapan ini merupakan modal perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya; dan bahkan pada masa revolusi, yang menjadi inti TNI adalah bekas laskar Peta bentukan Jepang.

Ketiga, karena adanya larangan penggunaan bahasa Belanda dan Inggris, dan pemakaian bahasa Indonesia secara resmi di sekolah-sekolah, maka tumbuh dan berkembanglah bahasa Indonesia di kalangan rakyat. Bahasa Indonesia berkembang dengan baik selama tiga setengah tahun itu.

Keempat, pengibaran Sang Saka Merah Putih di samping bendera Nipon, menumbuhkan semangat kecintaan rakyat Indonesia akan bendera kebangsaannya. Dan, juga dengan dikumandangkannya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang pada zaman penjajahan Belanda jarang didengar, maka hal itu mempertebal penghayatan lagu kebangsaan di kalangan rakyat, terutama generasi muda serta tekad untuk bersatu.

Kelima, Jepang memberikan peluang kepada putra-putri Indonesia untuk berorganisasi, terutama gerakan Putera, dan dengan "Jawa Hokkokai". Kecakapan mengurus organisasi-organisasi, besar dalam koordinasi, yang berpusat di Jakarta dan cabang-cabangnya sampai di pelosok-pelosok.

Keuntungan-keuntungan itulah yang tidak kita peroleh selama penjajahan Belanda, yang merupakan bekal yang tak ternilai harganya. Dan, selanjutnya pada saat Indonesia merdeka keuntungan-keuntungan itulah yang dijadikan modal dasar untuk mempertahankan Indonesia tercinta. Syukur Alhamdulillah, kita mengalami penjajahan Jepang. Segala pahit getirnya kita rasakan. Ternyata di balik kekejaman itu terkandung hikmah yang mahal sekali harganya.



Sumber: Jawa Pos, 14 Agustus 1987



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Ini 44 Tahun Lalu (1) Mereka Tidak Rela Kemerdekaan Lepas Kembali

Pengantar Hari ini, 11 Desember 1990, masyarakat Sulawesi Selatan kembali memperingati peristiwa heroik 44 tahun lalu, di mana segenap lapisan masyarakat ketika itu bahu-membahu berjuang mempertahankan Kemerdekaan yang setahun sebelumnya berhasil diraih bangsa Indonesia. Dalam peristiwa itu ribuan bahkan puluhan ribu orang jadi korban aksi pembunuhan massal ( massacre ) yang dilakukan Pasukan Merah Westerling. Berikut Koresponden Suara Karya   Muhamad Ridwan  mencoba mengungkap kembali peristiwa tersebut dalam dua tulisan, yang diturunkan hari ini dan besok. Selamat mengikuti. T egaknya tonggak satu negara, Jumat 17 Agustus 1945, merupakan kenyataan yang diakui dunia internasional. Bendera kemerdekaan yang dikibarkan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang menelan pengorbanan jiwa dan harta rakyat yang tak terperikan. Lalu, tentara Australia (Sekutu) mendarat pada September 1945. Tujuannya untuk melucuti sisa pasukan Nippon. Namun di belakangnya mendongkel person...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

RUNTUHNYA HINDIA BELANDA: Menyerahnya Gubernur Jendral AWL TJARDA dan Letnan Jendral TER POORTEN kepada Letnan Jendral IMMAMURA Panglima Perang Jepang 8 Maret 1942

Generasi kita sekarang, mungkin tidak banyak yang mengetahui terjadinya peristiwa penting di tanah air kita 35 tahun yang lalu, yaitu menyerahnya Gubernur Jenderal dan Panglima Perang Hindia Belanda "Tanpa Syarat" kepada Panglima Perang Jepang yang terjadi di Kalijati Bandung pada tanggal 8 Maret 1942. Peristiwa yang mengandung sejarah di Tanah Air kita ini telah ditulis oleh Tuan S. Miyosi seperti di bawah ini: Pada tanggal 8 Maret 1942 ketika fajar kurang lebih jam 07.00 pagi, kami sedang minum kopi sambil menggosok mata, karena kami baru saja memasuki kota Jakarta, dan malamnya banyak diadakan permusyawaratan. Pada waktu itu datanglah seorang utusan dari Markas Besar Balatentara Jepang untuk menyampaikan berita supaya kami secepat mungkin datang, walaupun tidak berpakaian lengkap sekalipun. Kami bertanya kepada utusan itu, apa sebabnya maka kami disuruh tergesa-gesa? Rupa-rupanya balatentara Hindia Belanda memberi tanda-tanda bahwa peperangan hendak dihentikan! Akan ...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Pemuda Penjuru Bangsa

"Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia". (Ir Soekarno) JAKARTA, KOMPAS -- Pernyataan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, itu menggambarkan betapa pemuda merupakan potensi yang luar biasa, tidak hanya untuk pembangunan bangsa, tetapi juga untuk mengguncangkan dunia. Dalam perkembangan bangsa ini, kaum muda banyak mewarnai sejarah Indonesia. Tidak hanya dimulai dengan digelarnya Kongres Pemuda II tahun 1928, yang menegaskan "bertanah air dan berbangsa yang satu, bangsa Indonesia serta berbahasa persatuan, bahasa Indonesia", tetapi peristiwa pembentukan negeri ini, misalnya lahirnya Boedi Oetomo tahun 1908, pun digagas pemuda. Bahkan, organisasi kebangsaan, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tidak bisa dipisahkan dari peranan kaum muda. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang diakui sebagai pemuda adalah warga negara yang m...