Langsung ke konten utama

Dokter Soetomo Selalu Memperjuangkan Nasib Wong Cilik

NGANJUK :
Cah bocah, ngger, pada mrenea
rungokna kandaku ini
Sik cilik tak kudang-kudang
Ing tembe kena tak sawang.

Dadio wong kang wama
santosa, nastiti tresna
Kang tresna sapada-pada
ojo lali labuh negara.

Sepotong kidung ajaran kakeknya, yang selalu didendangkan Soetomo kecil, yang semula bernama Soebroto, di saat berkumpul bersama menggembala kambing dengan teman-teman di desa kelahirannya, ternyata sangat mewarnai betul jiwa kepahlawanan Dr Soetomo, kelak kemudian hari.

Tepat 78 tahun lalu, yakni 20 Mei 1908, atau 8 tahun dari saat kidung itu sering dikumandangkan, dr Soetomo membuktikan dengan pembentukan perkumpulan Boedi Oetomo, yang ternyata merupakan percikan api Kebangkitan Nasional, bangsa Indonesia. Perkumpulan itulah, yang kemudian memberikan jiwa dan semangat meraih cita-cita kemerdekaan bangsa.

Dokter Soetomo, yang lahir di desa Ngepeh, Nganjuk, Jatim, Minggu legi 30 Juli 1888, sejak kecil diasuh kakeknya, R Ng Singowidjojo yang menjabat Palang (Kapala Desa) Ngepeh. Ketika itu, ayahnya, R Soewadji menjabat Wedana di Maospati Madiun, menyerahkan sepenuhnya masa kecil dr. Soetomo kepada kakeknya, dengan menitipkan istrinya yang sedang mengandung, di bawah asuhan kakek nenek R Ng Singowidjojo.

Masa kecil dr. Soetomo, ketika masih bernama R Soebroto, mendapat didikan cukup keras dari neneknya. Bahkan, di kala bercengkerama, kakeknya selalu menjejali dengan berbagai cerita kepahlawanan. Itulah, yang membentuk watak pemberaninya sejak kecil.

Soebroto memang dikenal nakal, bandel namun tidak kurang ajar. Kakeknya, yang selalu melarang Soebroto menggembala kambing, selalu tidak dipatuhinya. Setiap kakeknya terlena, pasti diangkutnya sekelompok kambing dari kandang untuk digembalakan bersama teman-temannya. Bahkan, neneknya pun selalu dipermainkannya, setiap kali mencari Soebroto bermain di pematang sawah.

Di lingkungan teman bermainnya, Soebroto dikenal mempunyai sifat tegas. Jiwa kepemimpinannya pun telah nampak. Setiap kali berkumpul, Soetomo kecil selalu menceritakan kehebatan para pahlawan, seperti Diponegoro dsb nya, yang diperoleh dari kakeknya, kepada teman-temannya, gembala lainnya. Karena wataknya itu, Soetomo tak segan-segan untuk berkelahi dan bertindak tegas terhadap kawan-kawannya.

Di antara temannya, dia juga dikenal sebagai anak yang berpandangan luas. Sehingga, Soetomo selalu saja menjadi tumpuan bertanya dan memecahkan persoalan rumit. Dan, Soetomo selalu dianggap mampu menyelesaikan keributan di antara temannya.

Soetomo, yang oleh kakeknya dididik disiplin dan selalu berjiwa besar ini, pada saatnya juga merasa sulit menghadapi pilihan, antara kemauan neneknya yang akrab dengan dirinya sejak kecil serta keinginan ayahnya, R. Soewadji, yang Wedana.

Neneknya mengharapkan Soetomo menjadi pamong praja (pegawai negeri), sementara ayahnya menginginkan dia menjadi dokter. Untuk tidak mengecewakan keduanya, akhirnya Soetomo pergi ke Bangil, tempat salah seorang pamannya, Hardjodipuro. Di Bangil inilah, kedewasaan Soetomo dicetak oleh pamannya. Gemblengan mental dan berbagai didikan kejiwaan diberikan oleh pamannya, kepada Soetomo.

Baru kemudian, Soetomo menentukan pilihannya untuk menekuni dunia kesehatan. Tanggal 10 Januari 1903, di saat usianya mencapai 15 tahun, Soetomo masuk sekolah di Stovia (Sekolah Kedokteran di Jakarta) bersama pejuang-pejuang kemerdekaan seperti Wahidin Sudirohusada. Sifat kepahlawanan serta tekadnya untuk memikirkan nasib bangsa dan negaranya pun mulai tumbuh mekar di sekolah itu. Sampai akhirnya tercetuslah gagasannya mendirikan Boedi Oetomo, 20 Mei 1908. 

Tahun 1911, Soetomo tamat sekolah dokter bersama beberapa rekannya, dan dia diangkat menjadi dokter di Staverband, Semarang. Setahun kemudian pindah ke Tuban dan ke Lubuk Pakam (Sumatera sebelah Timur). Sebelum kemudian dipindahkan ke Kepanjen Malang (1914). Dokter Soetomo lebih dikenal lagi karena keberhasilannya mengemban tugas dalam pemberantasan penyakit pes yang sedang berjangkit di Magetan. 

Dokter Soetomo kemudian bersekolah lagi di Universitas Amsterdam, dan pulang ke Indonesia menjadi dokter kelas satu serta mengajar di sekolah dokter di Surabaya. Dalam kegiatan perjuangannya, selain dikenal sebagai dokter, Soetomo juga dikenal sebagai seorang politikus dan wartawan yang selalu berpandangan jauh ke depan. 

Kendati sudah tidak hidup di pedesaan lagi, dokter Soetomo ternyata masih selalu memperhatikan rakyat di pedesaan. Dalam setiap kesempatan, dia selalu berbicara dan memperjuangkan rakyat di pedesaan, khususnya kaum tani dan kaum wong cilik.

Seperti diungkapkan Menteri Penerangan Harmoko, ketika meresmikan monumen dr Soetomo yang dibangun di desa kelahirannya, belum lama ini, dr Soetomo pernah mengatakan, "Mereka yang diberi nama wong cilik adalah golongan yang besar perbawanya. Tahulah anda, kalau anda besok bertitel dokter, meester, dan lain-lain dan hidup senang, itu karena mereka (maksudnya wong cilik) yang mengadakan. Sebagai orang terpelajar, orang kesatria, seorang manusia mestinya sebagai titah Tuhan, berikan lah padanya kembali apa yang kamu dapat daripadanya."

Pada monumen dr Soetomo, yang dibangun di atas tempat ari-ari (plasenta) dr Soetomo ditanam serta di sekitar blumbang tempat Soetomo kecil bermain dengan neneknya, juga diukirkan cita-cita dokter Soetomo itu. (Edi Sutanto).



Sumber: Suara Karya, 20 Mei 1986



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkaian Peristiwa Bandung Lautan Api (4) Perintah: Bumi-hanguskan Semua Bangunan

Oleh AH NASUTION Bandung Lautan Api Setelah di pos komando, oleh kepala staf diperlihatkan "kawat dari Yogya" tanpa alamat si pengirim: "Tiap sejengkal tumpah darah harus dipertahankan." Maka mulailah perundingan-perundingan, dengan sipil, dengan badan perjuangan dan dengan komandan-komandan resimen 8 serta Pelopor. Pihak sipil meminta sekali lagi kepada panglima div Inggris untuk menunda batas waktu, agar rakyat dapat ditenangkan dan diatur. Tapi Inggris menolak. Walikota berpidato, bahwa pemerintah sipil menaati instruksi pemerintah pusat dan akan tetap berada bersama rakyat di dalam kota. Letkol. Sutoko menyarankan: ke luar bersama rakyat. Letkol Omon A. Rahman menyatakan: resmi taat, tapi sebagai rakyat berjuang terus. Mayor Rukmana: ledakan terowongan Citarum di Rajamandala, supaya kita buat "Bandung Lautan Api" dan "Bandung Lautan Air". Keadaan amat emosional Sebagai panglima penanggung jawab saya putuskan akhirn...

Putusan Congres Pemuda-pemuda Indonesia

K ERAPATAN pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan dengan namanja : Jong Java, Jong Soematera (pemoeda Soematera), Pemoeda Indonesia, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Pemoeda Kaoem Betawi dan perhimpoenan. Memboeka rapat tanggal 27 dan 28 October tahun 1928 dinegeri Djakarta ; Kerapatan laloe mengambil poeteoesan :  PERTAMA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA. KEDOEA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JG SATOE, BANGSA INDONESIA. KETIGA : KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJUNGDJUNG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA. Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan-perkoempoelan kebangsaan Indonesia. Mengeloerkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan memperhatikan dasar persatuannja : Kemaoean, sedjarah, bahasa hoekoem adat...

Kemerdekaan, Hadiah dari Siapa?

Oleh ERHAM BUDI W. ANAK  bangsa adalah anak sejarah sekaligus ahli waris kisah. Mewarisi kisah berarti juga mewarisi semangat. Dengan semangat itulah, kisah selanjutnya akan ditorehkan oleh para penerus. Berkaitan dengan ulang tahun kemerdekaan yang lusa kita peringati bersama, pertanyaan kritis yang kerap muncul adalah benarkah kemerdekaan yang kita peroleh merupakan buah perjuangan? Ataukah hadiah belaka? Kemerdekaan memang bisa dimaknai sebagai hadiah, tapi tentu bukan pemberian cuma-cuma. Hadiah dari Jepang? Kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Pemerintah Jepang. Asumsi tersebut sebenarnya cukup beralasan. Gagasan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia muncul pada 7 September 1944 melalui pernyataan PM Koiso Kuniaki yang menggantikan Hideo Tojo. Sejak saat itulah, Sang Saka Merah Putih boleh dikibarkan. Bahkan, Laksamana Muda Maeda Tadashi mendirikan Asrama Indonesia Merdeka di Jakarta serta membantu biaya perjalanan Sokarno dan Hatta ke beberapa...

Korban Westerling Tolak Permintaan Maaf Belanda

JAKARTA, (PR),- Hubungan diplomatik Indonesia-Belanda dinilai ilegal. Soalnya, baik secara internasional maupun nasional, tidak ada dasar hukumnya. "Coba, apa landasan hukum hubungan Indonesia-Belanda. Ini perlu dipertanyakan dan dikaji oleh pakar hukum tata negara," kata sejarawan Anhar Gonggong dalam diskusi bertajuk "Permintaan Maaf Belanda atas Kasus Westerling" bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah Abdul Aziz Kahhar Mudzakkar dan Ketua Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara Hutagalung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2013). Sampai saat ini, kata Anhar, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui Indonesia merdeka tanggal 27 Desember 1949. Begitu pula dengan Indonesia yang bersikukuh bahwa kemerdekaannya diproklamasikan 17 Agustus 1945. "Artinya, Belanda memang tak pernah ikhlas terhadap Indonesia. Karena sejak Indonesia merdeka, Belanda kehilangan lumbung ekonomi dan politik," tambah guru besar se...

Berburu Keberuntungan di Trowulan

T anpa terasa sudah hampir dua pekan hari-hari puasa terlewatkan. Dan sudah hampir dua pekan pula Trowulan dikunjungi banyak tamu. Memang, di setiap bulan Ramadhan, Trowulan--sebuah kecamatan di kabupaten Mojokerto--sekitar 50 km barat laut Surabaya, selalu dikunjungi banyak pendatang. Apa yang bisa dilakukan pengunjung di Trowulan di setiap Ramadhan? Menurut banyak orang yang pernah mengunjungi Trowulan, banyak yang bisa dipelajari dan diperhatikan secara saksama di kota bersejarah itu. Trowulan adalah bekas kota kejayaan Kerajaan Majapahit. Di kota itu hingga kini masih banyak peninggalan bekas kejayaan kerajaan Majapahit, salah satu di antaranya adalah Kolam Segaran. "Selain itu, juga ada situs kepurbakalaan kerajaan Majapahit. Ada Candi Tikus, Candi Brahu, makam Ratu Kencana, makam Putri Campa, dan yang paling banyak dikunjungi pendatang adalah makam Sunan Ngundung," ujar Suhu Ong S Wijaya, paranormal muslim yang tiap Ramadhan menyempatkan berziarah ke makam-makam penyeba...

Perjuangan Pelajar Sekolah Guru

Oleh Maman Sumantri TIDAK lama sesudah tersirat secara luas Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan warga masyarakat lainnya di seluruh Indonesia. Mereka serempak bangkit berjuang bahu-membahu secara berkelompok dalam badan-badan perjuangan atau kelasykaran, dengan tekad mengisi dan menegakkan proklamasi kemerdekaan. Kelompok badan perjuangan atau kelasykaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi kemerdekaan di Kota Bandung dan sekitarnya, di antaranya Pemuda Republik Indonesia, Hizbullah, Barisan Merah Putih, Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Berani Mati, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Indonesia Maluku, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Lasykar Rakyat, Pasukan Istimewa, (PI), Lasykar Wanita Indonesia (Laswi), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR)....

Museum Sumpah Pemuda yang Bagai Terlupakan

S atu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa merupakan tiga pokok substansial yang dapat mempersatukan keberagaman etnis, bahasa, dan budaya ke dalam satu wadah yang bernama Indonesia. Mengingat demikian pentingnya peristiwa tersebut bagi upaya pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia, maka secara nasional setiap tanggal 28 bulan Oktober selalu dikenang sebagai Hari Sumpah Pemuda. Satu hal yang barangkali agak terlupakan oleh kita, ketika memperingati hari bersejarah ini, adalah sebuah museum yang bernama Museum Sumpah Pemuda dan terletak di Jl Kramat Raya No 106 Jakarta Pusat. Di museum inilah, ikrar itu diucapkan. Di gedung ini pulalah, Wage Rudolf Supratman menggesekkan biolanya, melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya pada 28 Oktober 1928. Segala proses yang menyangkut lahirnya ikrar Sumpah Pemuda 66 tahun silam, tertata secara apik lewat sajian foto dan patung di museum yang tidak begitu luas ruangannya ini. Sarana Pembinaan Berbeda dengan museum-museum lainny...