Langsung ke konten utama

Tanggal 17 Desember 1984: 50 Tahun Wafatnya HOS Tjokroaminoto

Oleh Soebagijo I. N. 

TIDAK kurang dari Bung Karno, Proklamator sendiri, yang menyatakan, bahwa semasa mudanya dia bersimpuh di bawah kaki Haji Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto untuk menimba ilmu dan pengalamannya.

Bung Karno tanpa tedeng aling-aling mengakui, bahwa HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam, adalah gurunya dalam politik, gurunya dalam berpidato, guru dalam mempengaruhi rakyat. Ke mana Oemar Said pergi, Bung Karno selalu mengikutinya. Dan akhirnya Bung Karno mampu berpidato, mahir berbicara di hadapan massa dengan gaya Tjokro, dengan cara Tjokro.

Bung Karno dalam autobiografinya menyebutkan, bahwa Haji Oemar Said Tjokroaminoto "kemudian mengubah seluruh kehidupannya". Sedangkan pihak Belanda menyebutnya sebagai "Raja Jawa yang Tak Dinobatkan"; de ongekroonde Koning van Java.

Menurut silsilah, Oemar Said leluhurnya adalah Raden Mas Adipati Tjokronegoro, Bupati Ponogoro, dan dia ini adalah anak laki-laki dari Kyai Bagus Kasan Besari, sesepuh sekaligus ulama di tanah perdikan di wilayah situ pula.

Istri Kyai Bagus Kasan Besari adalah seorang putri, pemberian dari Susuhunan Paku Buwono III. Dengan demikian jelaslah, dalam tubuh Umar Said mengalir darah kekyaian dan kepriyayian. Dia adalah bangsawan budi dan bangsawan darah pula.

Justru karena itu, dalam perkembangan jalan hidupnya kedua unsur itu sangat mempengaruhinya.

HOS Tjokroaminoto sebagai anak keturunan priyayi dibenarkan memasuki OSVIA, sekolah pangreh praja. Seusai dari situ, diangkat sebagai juru tulis di daerah Madiun. Namun jiwanya tidak cocok untuk menjadi pegawai negeri dan akhirnya dia minta keluar, lalu pindah ke Surabaya.

Mulailah ia terjun dalam kancah pergerakan bangsanya. Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi pada tahun 1905, dalam perkembangannya berganti menjadi Sarekat Islam. Dalam waktu yang singkat Oemar Said berhasil menjadikan Sarekat Islam sebagai organisasi massa pertama yang mampu masuk sampai di desa-desa. Jumlah anggotanya pada 1915-1916 ada sekitar setengah juta orang.

Sarekat Islam pula yang merupakan organisasi pertama, yang mampu mendirikan cabang-cabangnya di luar Jawa. Dan organisasi tersebut memang berniat hendak mempersatukan semua ummat Islam di Hindia-Belanda. Secara relatif SI yang terkuat ada di Sumatera Selatan dan di Kalimantan, meskipun secara umum jumlah anggotanya yang terbanyak ada di Jawa. (Dr Harry A. Poeze: Politiek-Politioneele Overzichten van Ned. Indie, Deel I, hal xxix).

Di Surabaya itu pula Oemar Said menyediakan rumah kediamannya sebagai tempat pondokan bagi sejumlah pemuda yang sedang menuntut pelajaran. Selain Sukarno, terdapat juga Abikusno, Musodo, Hermen, Alimin, Sekarmadji, dan lain-lainnya.

Sukarno di kemudian hari menjadi presiden pertama dari Republik Indonesia. Abikusno yang masih adik dari Oemar Said di kemudian hari juga merupakan seorang tokoh PSSI, pernah pula menjadi Menteri Pekerjaan Umum. Musodo namanya lebih dikenal dengan Muso, yang memberontak kepada Pemerintah RI dalam tahun 1948 di Madiun. Hermen yang lebih dikenal dengan Hermen Kartowisastro, adalah pemuda Indonesia pertama yang berhasil mencapai gelar sarjana Indologi dari Universitas Leiden, Belanda. Alimin di kemudian hari menjadi tokoh komunis tetapi berhasil disingkirkan oleh tenaga-tenaga muda klik Aidit dan Mohammad Hatta Lukman. Sekarmadji, siswa NIAS, sekolah dokter di Surabaya; setelah tua ia lebih dikenal sebagai Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo, pemimpin Darul Islam di Jawa Barat, yang juga memberontak kepada Republik.

Mahir karawitan

Sebagai anak priyayi, lebih-lebih karena sudah pernah belajar di OSVIA, Oemar Said mahir juga dalam seni Jawa, baik karawitan maupun tari-tariannya. Ilmu ulah tembang serta ilmu memukul gamelan dikuasainya, sebagaimana dia pun mahir mbeksa, sekaligus seni musik dan olahraga termasuk pencak silat.

Di sela-sela kegiatannya memimpin organisasi, adakalanya disisihkan waktunya untuk bersama pemuda yang mondok di rumahnya mengadakan latihan wayang orang, bertempat di Taman Seni Panti Harsoyo. Oemar Said sendiri paling suka memainkan peranan Hanoman dalam kisah Ramayana.

Justru karena dia senang ulah karawitan itulah, maka oleh banyak orang dia dikenal sebagai seorang yang lembah manah, berendah hati, suka menolong, gemar berkorban untuk sesama. Kehidupannya sehari-hari tidak pernah berlebih-lebihan, serba apa adanya, bahkan setelah dia diangkat sebagai anggota Volksraad dengan honorarium 750 gulden tiap bulannya.

Menurut anaknya yang nomor tiga, Harsono (pernah menjadi Wakil PM, duta besar, anggota DPA, kini di BP-7 Pusat), dalam memberikan nasihat kepada anak-anaknya, ia jarang sekali melakukannya dengan kata-kata, tetapi diutamakan dengan contoh serta perbuatan.

Harsono tak pernah melihat sang ayah keluar dari kamar dalam keadaan berpakaian yang tidak lengkap, selalu berpakaian rapi.

Sebagai wartawan

Sebagaimana halnya dengan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya, juga HOS Tjokroaminoto pernah mengemudikan suratkabar. Koran yang diasuhnya bernama Oetoesan Hindia, sedangkan salah seorang redakturnya adalah Sekarmadji yang namanya sudah disebut di atas.

Di antara pembantunya terdapat Suardy Suryaningrat, yang kemudian beralih nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ada pula seorang pemuda yang rajin menulis karangan di Oetoesan Hindia dengan nama samaran Bima. Dia adalah Sukarno alias Bung Karno.

Tajuk rencana Oetoesan Hindia biasanya panjang berkolom-kolom, sesuai dengan gaya penulisan masa itu. "Isi dan gayanya dapat dicontoh oleh wartawan sekarang, lebih-lebih dalam memilih soal yang diperbincangkannya." (Soedardjo Tj. S. Memperingati HOS Tjokroaminoto dalam buku HOS Tjokroaminoto, Amelz, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, hal. 46).

Isi suratkabarnya bukan saja memuat semangat keislaman, tetapi juga menyebarluaskan semangat nasionalisme atau cinta tanah air.

Sewaktu Tjokroaminoto pindah ke Jakarta, bersama Haji Agus Salim diterbitkanlah Fadjar Asia yang kemudian diubah menjadi Bendera Islam.

Pengelolaan koran pada masa itu masih sangat ditekankan kepada idealisme, sangat kurang atau sama sekali tidak dipikirkan manajemen modern. Redaktur dan pembantu-pembantunya tidak digaji, bahkan sering harus mengeluarkan uang untuk biaya cetak dan porto serta sewa kantor.

Tidak mengherankan apabila Fadjar Asia maupun Bendera Islam akhirnya terpaksa gulung tikar. Isteri HOS Tjokroaminoto terpaksa menjual barang hiasannya untuk membayar utang percetakan.

Wafatnya

HOS Tjokroaminoto yang dilahirkan di daerah Madiun pada 1883, meninggal dunia pada 17 Desember 1934 atau pada 10 Ramadhan 1353 H di Yogya dan dimakamkan di sana pula.

HOS Tjokroaminoto bukan saja dipandang sebagai Bapak Pergerakan Ummat Islam Indonesia, tetapi oleh pemerintah pun telah diakui dan dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Partai yang dipimpinnya, Partai Sarekat Islam (kemudian menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia) yang pernah merajai panggung politik di Indonesia, tapi sayangnya mengalami berulang kali perpecahan. Lebih-lebih setelah HOS Tjokroaminoto wafat, perpecahan itu menjadi-jadi.

PSII tidak lagi merupakan partai besar, dan dalam kenyataannya selalu timbul sengketa antar-mereka. Berkeping-keping, sampai sekarang ini. Lebih menyedihkan lagi, perpecahan itu bahkan kemudian menular kepada generasi mudanya, dalam tubuh Pemuda Muslimin Indonesia.

Menurut Harsono Tjokroaminoto, hal demikian bisa terjadi karena selalu ada pihak-pihak yang tidak suka atau takut kepada persatuan ummat Islam. Mereka lalu berusaha mengadu domba, langsung atau tidak langsung.

Sebab lainnya lagi, menurut Harsono, ialah karena ummat Islam kini tidak mempunyai tokoh pusat atau centraal figuur, seperti halnya diri HOS Tjokroaminoto di waktu yang lalu. Padahal HOS Tjokroaminoto bukanlah ulama, namun dalam kenyataannya mampu menghimpun semua aliran dan paham.



Sumber: Kompas, 17 Desember 1984



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Ritual Nasional yang Lahir dari Perlawanan Surabaya

Oleh Wiratmo Soekito P ERLAWANAN organisasi-organisasi pemuda Indonesia di Surabaya selama 10 hari dalam permulaan bulan November 1945 dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan Inggris yang dibantu dengan pesawat-pesawat udara dan kapal-kapal perang memang tidak dapat mengelakkan jatuhnya kurban yang cukup besar. Akan tetapi, hasil Perlawanan Surabaya itu bukannya  kekalahan, melainkan, kemenangan . Sebab, hasil Perlawanan Surabaya itulah yang telah menyadarkan Inggris untuk memaksa Belanda agar berunding dengan Indonesia sampai tercapainya Perjanjian Linggarjati (1947), yang kemudian dirusak oleh Belanda, sehingga timbullah perlawanan-perlawanan baru dalam Perang Kemerdekaan Pertama (1947-1948) dan Perang Kemerdekaan Kedua (1948-1949), meskipun tidak semonumental Perlawanan Surabaya. Gugurnya para pahlawan Indonesia dalam Perlawanan Surabaya memang merupakan kehilangan besar bagi Republik, yang ketika itu baru berumur 80 hari, tetapi sebagai martir, mereka telah melahirkan satu ri...

Lahirnya Bangsa Indonesia

Oleh Onghokham SETIAP tahun Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, hari yang cukup penting sebagai hari peringatan nasional, yang melebihi hari-hari peringatan nasional lain, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, dan lain-lain. Dalam tulisan ini kami akan mencoba menempatkannya dalam proporsi sejarah Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928 sekelompok pemuda-pelajar di kota yang dahulu disebut Batavia, ibukota Hindia Belanda, dan kini menjadi Jakarta, ibukota Republik Indonesia, mengucapkan Sumpah Pemuda. Peristiwa ini patut disebut pembentukan atau proklamasi adanya bangsa ( nation ) Indonesia. Konsep bangsa ini lahir dari proses apa yang disebut dalam sejarah kita pergerakan nasional. Ia diambil dari definisi bangsa ( nation ) di Eropa, khususnya dari Ernest Renan, yang mengatakan bahwa bangsa menempati satu wilayah tertentu, berbahasa satu, dan yang terpenting merasa senasib dan seperjuangan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 juga bukan yang pertama kali mencetu...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...