Langsung ke konten utama

Aceh Kerajaan Islam Ke-V Abad XVI

LEBIH kurang dalam tahun 650 M, Maharaja Kao Tsung (T-angdinasti) sesudah Sasanid dan Byzantine tercatat dalam sejarah, suatu kekuatan militer baru mengawasi jalur perdagangan, mengirimkan suatu perutusan ke Madinah dan balasan perutusan dari Saidina Usman dalam tahun-tahun 651, 713, dan 726 M. Serombongan dari golongan Saidina Ali pengungsi dari kejaran Ummayah telah bermukim di negeri Cina sebelum tahun 750 M. (Harry W. Hazard, Atlas of Islamic History, Princeton University Press, 1954, hal. 42 kolom 2).

Pelayaran melalui selat Melaka lebih dahulu menjumpai Aceh Inti (Aceh Besar), Pidie, Pasai, dan Perlak.

Menjelang tahun 1100 M, para mubaligh Islam telah mewujudkan keunian gabungan unsur dagang dan syiar Islam sebagai dua hal yang senyawa. Juga menjelang tahun 1290, para mubaligh Islam memilih Perlak (pantai timur Aceh) sebagai basis yang permanen dan pusat syiar Islam ke seluruh Nusantara. Para mubaligh menguasai bandar-bandar dagang, kawin dengan wanita-wanita bumiputera, menjunjung bahasa dan adat setempat dan asimilasi dengan para aristokrat. Mereka juga membeli budak (untuk dimerdekakan) dan akhirnya semua penguasa pantai memeluk Islam dan lahirlah jiwa militan Islam.

Enampuluh tahun kemudian, tahun 1345 Ibn Batuta mengunjungi kerajaan Samudera Pasei, dan dalam kurun ini sepanjang pantai Melaka telah lahir kerajaan-kerajaan Islam, antara lain kerajaan Islam di kampung Pande (Aceh Besar), daerah paling ujung utara Sumatera. (Harry W. Hazard, Ibid, kolom 3 dan G. W. J. Drewes and P. Voorhoeve, Adat Atjeh, 's--Gravenhage-Martinus Nijhoff-1958, halaman Introduction).

Dalam daerah kampung Pande (lokasi antara Kuala Aceh dan pantai Cermin Ulelheue) oleh pemerintah telah dipugar dua kompleks makam Sultan awal abad XVI, tetapi dalam hutan bakau dan empang ikan darat masih terdapat makam-makam lama, bekas mesjid lama dan "diway" (tempat peranginan) Panglima Polim. (R. A. Dr. Hoessein Djajadiningrat dalam kamus beliau Atjesch-Nederlandsh Woordenboek, I, halaman 98-92: .... Gampong Pande, meunasah Kandang, .... en in de buurt daarvan zou de. Dalam gestaan hebben (artinya: kampung Pande, meunasah Kandang, dan sekitar kampung itu adanya istana (Dalam) yang telah ada pada masa dahulu).

Segi tiga ketahanan Islam

Pada tahun 1494 terujud ketahanan Islam di Perlak, Samudera Pasei, Aceh-Inti, Melaka, Kedah, Demak, dan Ternate; dengan sebuah catatan, bahwa segi tiga Aceh, Demak, dan Ternate merupakan (seolah-olah) suatu pakta ketahanan Islam. (D. G. E. Hall, A. History of South-East Asia, London Machilan & Co. Ltd. 1960, halaman 178).

Sultan pertama kerajaan Aceh Bandar Darussalam adalah Ali Mughayat Syah (1515-30) keturunan Sultan Malik Ilak Khan Syah Saljuk Turkestan Al-Bukhara (383 Hijriyah-993 M). (Naskah Aceh pada Universiti Kebangsaan Malaysia Kuala Lumpur/Dr. Teuku Iskandar, Archipel 20, Publiees avec le concours du Centre National de la Recherce Scientifique, 1980, halaman 214 butir 1 "Salsilah Sultan-Sultan Atjeh dan ramalan-ramalan").

Dalam kurun Aceh, Demak, dan Ternate (abad XVI), Aceh termasuk kerajaan Islam ke-V setelah Maroko, Istanbul, Isfahan, dan Agra, baik dalam bidang pertahanan keamanan, kemakmuran, dan keberhasilan syi'ar Islam (Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History, A Mentor Book Publ. by The New American Library, halaman 45).

Demikianlah tulisan singkat ini sebagai sumbangsih untuk para pengunjung MTQ ke-XII Tingkat Nasional di Banda Aceh pada bulan Juni 1981, dengan sebuah catatan bahwa masa lampau bukan untuk dipuja. Tetapi, kita mengambil suatu hikmat, di mana dengan kapal layar yang bertahun lamanya mengarungi lautan buas membawa Al-Quranulkarim untuk membuka mata dan hati manusia. Setelah ia terbuka lahirlah apa yang kita hayati pada masa kini.

Yang jelas tanpa para mubaligh Islam, Al-Quranulkarim dan kapal layar bertahun-tahun berkelahi dengan badai dan taufan laut, tidaklah lahir tamaddun Islam, antara lain karya MTQ di Banda Aceh dan proses sidang DPRD Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang dalam waktu singkat bersidang untuk membicarakan siapa menjadi Gubernur Aceh yang dibekali oleh hikmah tamaddun Islam.

Dalam periode pembangunan sekarang ini, orang harus bekerja keras dan rasanya tidaklah cukup waktu, tetapi pepatah asing: Doe tooh gewoon, want gewoon doen is al gek genoug (bekerjalah sepeti biasa, karena yang telah biasa itupun sudah cukup repot).

Akhirnya marilah kita berdendang bersama Sayed Muhammad Naguib Al-Atas:

Hati yang hampa tiada mengandung sejarah bangsa,
Tiadakan dapat tahu menilai hidup yang mulia;
Penyimpan khabar zaman yang lalu menambah lagi
Pada umurnya umur berulang berkali-ganda.

(Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Pen. Universiti Kebangsaan Malaysia Kuala Lumpur, 1972, halaman permulaan) --Anspek--.



Sumber: Suara Karya, 22 Mei 1981



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Mengenang Peristiwa 40 Tahun Silam: Taruna "Militaire Academie" Berusaha Melucuti Senjata Tentara Jepang

I NDONESIA pernah memiliki akademi militer (akmil) yang berumur sekitar 5 bulan, tapi menghasilkan lulusan "Vaandrig" (Calon Perwira) berusia muda. Selama dalam pendidikan para tarunanya telah mengalami pengalaman heroik dan patriotik. Akmil itu adalah "MA (Militaire Academice) Tangerang". Sabtu pagi ini, para alumni MA Tangerang akan mengadakan apel besar di Taman Makam Pahlawan Taruna, Jl Daan Mogot, Tangerang, Jawa Barat. Selain untuk memperingati berdirinya akmil itu, apel sekaligus untuk memperingati 40 tahun "Peristiwa Pertempuran Lengkong (PPL)". Ketua Umum Dewan Harian Nasional Angkatan 45 Jenderal (Purn) H Surono akan bertindak sebagai inspektur upacara. PPL meletus 25 Januari 1946. Ketika itu taruna MA Tangerang yang menjadi inti pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dalam usahanya melucuti tentara Jepang di Lengkong, Kecamatan Serpong Tangerang, terjebak dalam pertempuran yang tidak seimbang. Direktur MA Tangerang, Mayor Daan Mogot...

Penyerbuan Lapangan Andir di Bandung

Sebetulnya dengan mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, orang asing yang pernah menjajah harus sudah angkat kaki. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Masih ada saja bangsa asing yang ingin tetap menjajah. Jepang main ulur waktu, Belanda ngotot tetap mau berkuasa. Tentu saja rakyat Indonesia yang sudah meneriakkan semangat "sekali merdeka tetap merdeka" mengadakan perlawanan hebat. Di mana-mana terjadi pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan penjajah. Salah satu pertempuran sengit dari berbagai pertempuran yang meletus di mana-mana adalah di Bandung. Bandung lautan api merupakan peristiwa bersejarah yang tidak akan terlupakan.  Pada saat sengitnya rakyat Indonesia menentang penjajah, Lapangan Andir di Bandung mempunyai kisah tersendiri. Di lapangan terbang ini juga terjadi pertempuran antara rakyat Kota Kembang dan sekitarnya melawan penjajah, khususnya yang terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945. Lapangan terbang Andir merupakan sala...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...