Langsung ke konten utama

Hari Kebangkitan Nasional

Oleh DAOED JOESOEF

Jika katak tercemplung ke dalam baskom berisi air mendidih, langsung melompat ke luar, maka ia selamat. Jika tercemplung ke dalam baskom berisi air dingin dan air berangsur-angsur dipanaskan, ia akan tetap berenang ria di baskom, merasa kebutuhan alaminya diperhatikan, sampai akhirnya mati sebagai rebusan konyol, sebab ketika sadar bahwa air semakin mendidih, ia tidak kuasa lagi melompat ke luar dari baskom karena kekuatannya sudah habis dikuras gerakan renang ria.

Nasib kita akan sama dengan keadaan katak dalam kasus kedua itu, terbuai oleh kekeliruan dari kebijakan penguasa negeri di hampir semua bidang kehidupan. Dampak kekeliruan itu mudah dipahami dalam konteks suhu yang berangsur-angsur memanas. Ia tak begitu tragis dari hari ke hari, tetapi beda antara prareformasi dan pascareformasi, bahkan antara sekarang dan masa depan, sungguh tragis.

Sisa-sisa kesadaran

Maka, mari bangkit di Hari Kebangkitan Nasional. Sebelum terlambat kumpulkan sisa-sisa kesadaran, jangan terus dibuai angka-angka tipuan yang meluncur dari mulut pemerintah, bahkan elite politik tak segan pakai atribut agama sebagai bungkus kebohongan. Ya ampun, lies, damned lies and income statistics alias GNP!

Tanggal 20 Mei diresmikan jadi Hari Kebangkitan Nasional berhubung pada hari itu, di tahun 1908, dibentuk organisasi Budi Utomo, dipelopori beberapa pemuda terdidik, antara lain R Soetomo dan R Goenawan Mangoenkoesoemo. Organisasi ini lahir sebagai hasil perpaduan antara semangat nasional dalam menentang penjajah dan kesadaran intelektual tentang kemajuan nasional melalui pengembangan pendidikan dan kebudayaan. Dari sepak terjangnya, jelas bahwa para pemuda terdidik dan tercerahkan itu mengarahkan pikiran dan perbuatan mereka secara organisatoris ke masa depan, satu masa depan yang bermuara pada pembentukan satu negara-bangsa.

Kita perlu bangkit bersama sebab (hendaknya) menyadari bahwa kita berada dalam satu perlombaan antara kesanggupan human yang terbatas dan bahaya yang kian meningkat dari lingkungan fisik dan teknologis. Saban kali kita mengintroduksi sistem, metode kerja, alat atau paradigma baru, saban kali kita mengadakan pembaruan kelembagaan atau keorganisasian, saban kali itu pula kita sebenarnya membuat lingkungan kita semakin kompleks.

Cara apa pun yang kita pakai menghadapi situasi seperti itu, terang kita masih jauh dari batas biologis, tetapi saya khawatir kita sudah membentur batas psikologis yang ada. Namun, "masa depan" tetap jadi acuan berpikir dan bertindak. Perlu disadari bahwa ia tak dapat diramalkan atau diketahui secara tepat sebelumnya dengan menggunakan bola kristal apa pun.

Masa depan itu sulit diramalkan, mungkin karena masa depan itu tak kita siapkan dengan baik sejak sekarang. Maka, sikap logis yang harus kita ambil menghadapi masa depan bukan meramalkannya, melainkan membangunnya secara metodis dan sistematis melalui rangkaian kebijakan yang dilancarkan berturut-turut, berkesinambungan, demi terciptanya masa depan yang didambakan dan mencegah masa depan yang tidak dikehendaki.

Salah satu kebijakan pokok pemerintah demi membangun masa depan itu adalah kebijakan pendidikan dan kebudayaan, sebab salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan itu berupa kemajuan dan intelegensi manusia, dua unsur yang merupakan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan par excellence untuk mengembangkannya di kalangan warga negara kita. Namun, sudah rahasia umum betapa kementerian ini tak menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu ideal kemerdekaan nasional dan termaktub dalam UUD 1945.

Nyaris semua konsep yang mendasari kebijakan kementerian ini ditolak Mahkamah Konstitusi. Berarti yang diporakporandakan oleh kebijakan pendidikan pemerintah adalah merusak masa depan melalui kebingungan yang ditimbulkannya di kalangan para peserta didik.

Tiga konsep

Pembangunan masa depan melalui kegiatan pendidikan dan kebudayaan tak hanya bertujuan menempa kemampuan anggota masyarakat membangun dirinya secara individual. Pendidikan dan pengembangan kebudayaan harus mampu memantapkan kesatuan sosial terhadap mana kita hendak hubungkan usaha pembangunan itu.

Setiap kali kita melangkah ke masa depan ketika bertekad membangun masa depan, kita tak boleh lupa berpaling sejenak ke masa lalu karena ia dalam dirinya merupakan koordinat yang mengingatkan apakah gerakan kita ke masa depan itu sudah melenceng atau tidak. Berarti kita, terutama para pengambil keputusan, perlu membaca sejarah perjuangan nasional kita yang serba unik.

Jadi, kesadaran yang kita bangkitkan di Hari Kebangkitan Nasional kita pakai untuk membenahi paling sedikit tiga konsep. Pertama, konsep pembangunan pendidikan dan kebudayaan selaku jalur pokok pemerataan dalam proses pembangunan negara-bangsa. Melalui pemerataan pendidikan, kita berupaya agar setiap warga negara, di mana pun dia berada, dapat memiliki kemampuan yang diperlukan guna berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan, tidak hanya sebagai penonton.

Kedua, konsep pembangunan nasional selaku pengukuh tekad berbangsa. Bangsa pada asasnya adalah tekad hidup bersama. Jadi ia bukan menyatakan suatu fakta mapan, tidak pernah in actu, tetapi selalu in potentia. Dengan kata lain, "bangsa" bukan menarasikan keadaan, melainkan suatu kemauan untuk bergerak bersama-sama, suatu usaha kolektif, yang bagi kita berupa "pembangunan nasional".

Ketiga, konsep pembangunan pertahanan dan keamanan nasional, guna menjaga apa-apa yang sudah kita peroleh dari pembangunan dan mempertahankan eksistensi kita selaku negara-bangsa maritim yang berposisi strategis, di antara dua benua dan dua samudra. Kita tidak boleh lenyap dari peta negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat di muka bumi.

Konsep itu diniscayakan karena ketiga jenis pembangunan tadi perlu bersinergi demi wujudnya masa depan yang kita dambakan sejak zaman prakemerdekaan.

DAOED JOESOEF
Alumnus Université Pluridisciplinaires Panthéon-Sorbonne



Sumber: Kompas, 20 Mei 2013



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Dinasti Gowa Ditemukan

JAKARTA, KOMPAS -- Sepucuk surat dalam naskah kuno beraksara Jawi mengungkapkan sejarah penting dinasti Kerajaan Goa. Ahli filologi dan peneliti dari Leiden University, Belanda, Suryadi, menemukan bagian penting yang selama ini belum terungkap dalam buku-buku sejarah di Indonesia. Sejarah penting itu dalam sepucuk surat Sitti Hapipa yang dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, yang ketika itu dijabat Albertus Henricus Wiese (1805-1808). Surat penting Sitti Hapipa dari pengasingannya di Colombo, Ceylon (sekarang Sri Lanka), itu selama ini telah menjadi koleksi Universiteitsbibliotheek Leiden. Suryadi memaparkan temuannya itu dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara 12 di Universitas Padjajaran Bandung. "Meskipun sudah banyak kajian yang dibuat mengenai (per)surat(an) Melayu lama, surat-surat dari tanah pembuangan belum banyak dibicarakan, bahkan terkesan sedikit terlupakan. Padahal, surat-surat tersebut mengandung berbagai informasi yang berharga m

Mengenang Peristiwa 8 Desember 1941 (II - Habis): Pengantar Surat Membawa Petaka

Oleh HARYADI SUADI KETIKA langit di ufuk timur mulai terang yang menandakan matahari akan segera muncul, destroyer "Ward" masih terus melakukan tugasnya. Tiba-tiba di suatu tempat awak kapal patroli ini melihat sebuah tiang kapal selam muncul ke permukaan air. Pada saat itu mereka yakin bahwa mereka tidak "salah lihat" lagi. Di hadapan mereka benar-benar ada sebuah kapal selam tidak dikenal. Tanpa berpikir panjang lagi, awak kapal "Ward" langsung mengejar kapal itu sambil terus memberondongnya dengan tembakan meriam. Sebuah kapal terbang Amerika yang diberi tahu tentang munculnya kapal misterius ini, juga telah turut menyerangnya. Peristiwa penuh ketegangan yang berlangsung hanya beberapa menit itu, kemudian dilaporkan kepada atasannya yang berada di Pearl Harbor. Para pejabat tinggi militer yang memperoleh laporan ini, bukan saja terkejut, tetapi juga merasa heran. Seperti halnya peristiwa "munculnya periskop", hadirnya kapal selam misterius

Melacak Sejarah Islam di Indonesia (2): Datang dari Gujarat, Parsi, Arab

Seperti halnya permasalahan mengenai kapan agama Islam masuk ke Indonesia, suatu permasalahan yang juga sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan para ahli adalah mengenai negara asal Islam di Indonesia. Sebagian ahli menganggap bahwa Islam di Indonesia berasal dari Arab dan Parsi, dan sebagian lagi berpendapat bahwa Islam di Indonesia berasal dari India Selatan (terutama Gujarat dan Malabar). Satu-satunya pendapat yang mengatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari Mesir dikemukakan oleh S. Keyzer (1859).  Pendapat pertama menyatakan bahwa agama Islam di Indonesia berasal dari Arab. Pendapat ini barangkali merupakan suatu opini yang akan dengan begitu saja terlontar, mengingat bahwa agama Islam lahir di tanah Arab dan langsung menarik garis hubungan antara Arab, agama Islam, dan Indonesia. "Orang Arab identik dengan agama Islam," begitulah anggapan kebanyakan orang. Artinya pula bahwa di mana saja orang Arab dijumpai, di situ pula agama Islam berada. Tak heran, bila

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengarh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran  (miskin), zein  (bagus), saw

Proklamasi dan Rahmat Tuhan

Harsudiyono Hartas Mantan Kassospol ABRI/TNI P roklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia 58 tahun lalu, benar-benar merupakan rahmat agung atau luar biasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang dilimpahkan kepada negara dan bangsa Indonesia. Kiranya sudah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa, bahwa penjajahan Belanda harus berakhir, setelah menjajah selama 350 tahun. Jepang yang berupaya menguasai Asia Timur Raya, sempat menjajah Indonesia selama 3,5 tahun. Begitu singkatnya sampai orang Jawa mengatakan: " Mung seumur jagung Jepang njajah Indonesia ". Mengandung makna dalam Pada hari Jumat (legi) tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan. Di mana umat Islam sedang menunaikan ibadah puasa. Hari, bulan, dan tanggal proklamasi kemerdekaan, jika disimak dan diuraikan mengandung makna dalam sekali bagi tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Makna tersebut diambil dari ayat-ayat suci Alquran tidak sekadar rekayasa mengada-ada. Proklamasi kemerdekaan NKRI berl

SEI MAHAKAM (2 - HABIS) Keraton Kutai dan Pergulatan Mawas Diri

Cikal bakal Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dimulai sekitar abad ke-2 di Muara Kaman dengan raja pertama Kudungga, dilanjutkan putranya, Aswawarman, yang melahirkan tiga putra, yaitu Mulawarman (Kutai Kartanegara, Kaltim), Purnawarman (Taruma Negara, Jawa Barat), dan Adityawarman (Pagaruyung, Sumatera Barat). Oleh HARIADI SAPTONO P ada masa pra Islam tersebut, tercatat 25 raja memimpin Kerajaan Kutai Martadipura, dari Kudungga hingga Dermasetia. Berita tentang Kerajaan Kutai kemudian tidak terdengar. Selanjutnya, abad ke-13 berdiri Kerajaan Kutai Kartanegara di Kutai Lama dengan raja pertama Adji Batara Agung Dewa Sakti hingga raja kelima Pangeran Tumenggung Baya-Baya, sebelum kemudian pada abad ke-16 Kerajaan Kutai Kartanegara memeluk Islam dan abad ke-17 Pangeran Sinum Pandji Mendapa menyerang serta menghancurkan Kerajaan Kutai Martadipura dan kedua kerajaan dipersatukan menjadi Kutai Kartanegara Ing Martadipura sampai sekarang. Pada 1945, keraton bergabung dengan Repub

Surosowan, Istana Banten yang Dua Kali Dibakar

N ama istana ini diambil dari nama Sultan Banten pertama yaitu Maulana Hasanuddin. Sultan yang naik tahta tahun 1552 ini bergelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan. Tercatat 21 sultan Banten bertahta dan tinggal di dalamnya. Tercatat banyak renovasi yang dilakukan para sultan terhadap istana ini. Tercatat dua kali dibumihanguskan. Ya, itulah Istana Surosowan. Istana kebanggaan Kesultanan Banten (berdiri tahun 1522 dan berakhir tahun 1820). Istana ini berdiri di atas tanah seluas 4 ha. Di sekelilingnya dibangun tembok kokoh dan parit yang bersambung dengan Sungai Cibanten. Dahulu, rakyat berkegiatan di alun-alun di muka istana. Pasar, kesenian rakyat, dan segala kegiatan digelar di alun-alun. Bahkan Sultan secara rutin menjumpai rakyatnya di pekarangan istana. DIBANGUN, DIBAKAR, DIBANGUN LAGI, DIBAKAR LAGI Istana Surosowan merupakan saksi kemegahan dan kehancuran Kesultanan Banten. Tercatat dua kali istana ini dibumihanguskan. Pembumihangusan yang pertama terjadi tahun 1680. Ketik