Langsung ke konten utama

Mengenang Armada Laksamana Cheng Ho

Oleh ALEX ACHLISH

PADA bulan Juli 600 tahun yang silam, armada raksasa Dinasti Ming meninggalkan Ibu Kota Nanjing, untuk melakukan pelayaran pertama dari tujuh pelayaran besar yang mencapai kawasan terjauh termasuk Jawa dan Sumatra dan beberapa tempat persinggahan. Pelayaran besar-besaran ini dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho. Dia bukanlah seorang Cina melainkan Muslim dari Asia Tengah yang lahir dengan nama Ma He.

Peristiwa ini tentu saja merupakan peristiwa besar dan oleh sebab itu akan dirayakan secara besar-besaran pula di berbagai negara. Di Indonesia, perayaan dipusatkan di Kota Semarang pada 2-8 Agustus 2005 dengan berbagai acara yang denyutnya sudah mulai terasa mulai awal bulan Juli.

Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip dalam keterangannya seusai meresmikan ribuan lampion di Kelenteng Tay Kak Sie Semarang Minggu lalu (25/7) mengharapkan warga Semarang bisa menjadi tuan rumah yang baik pada acara yang menyedot wisatawan mancanegara. Karena peringatan 600 tahun pendaratan Laksamana Cheng Ho kali ini berkelas internasional, maka persiapannya harus dilakukan secara cermat. Terutama yang berhubungan dengan kebutuhan wisatawan.

"Saya minta warga bersikap ramah, menghormati dan menciptakan rasa sejuk dan ketenangan pada semua wisatawan yang hadir," kata Sukawi.

Sementara itu Ketua Panitia Perayaan 600 Tahun Pelayaran Cheng Ho, Sindu Dharmali, mengatakan rentetan acara perayaan sudah dimulai minggu lalu dengan peresmian "Waroeng Semawis" yang menjual makanan, jajanan dan suvenir khas Cina. Untuk keperluan pembangunan "Waroeng Semawis" ini Pemerintah Kota Semarang telah membantu dana sebesar Rp 620 juta. 

Ini belum termasuk sistem drainase. Selanjutnya akan dilakukan revitalisasi kawasan Pecinan yang akan dilakukan Agustus- September yang telah dikuatkan dengan Surat Keputusan Wali Kota Semarang Nomor 650/157 tentang revitalisasi kawasan Pecinan. Kemudian diteruskan acara doa bersama yang dipimpin oleh rohaniwan dari Majelis Agama Kong Hu Chu Indonesia, pentas seni di atas replika kapal Cheng Ho berukuran 15 X 25 meter di atas Kali Semarang.

Perayaan yang dipusatkan di sekitar kelenteng Tay Kak Sie Gang Warung ini, kata Sindu Dharmali, untuk menjadikan perayaan ini sebagai brand market bagi Kota Semarang. Selama ini dunia tahu bahwa pelayaran Columbus dengan satu kapal menemukan benua Amerika. Tapi orang tidak tahu jauh sebelumnya Cheng Ho berlayar dengan 100 kapal besar berpenumpang 30.000 lebih telah menyinggahi beberapa tempat di Asia Tenggara termasuk di Tuban, Surabaya, Mojokerto, dan Semarang. Di antara penumpangnya terdapat 7 orang kasim berpangkat tinggi dan ratusan pejabat Ming, 180 tabib, 5 ahli nujum, sejumlah pakar feng shui, pakar tumbuhan, pandai besi, tukang kayu, penjahat, koki, akuntan, saudagar dan penerjemah.

Misinya juga bukan untuk menjajah seperti halnya Belanda. Padahal saat itu Kerajaan Ming sudah sangat besar sehingga sangat mudah kalau mau menjajah. Misi utama pelayaran Cheng Ho adalah untuk perdagangan, teknologi dan pertukaran budaya.

Anehnya Cheng Ho adalah orang Asia Tengah (Mongolia) yang beragama tapi menjadi laksamana Kerajaan Ming yang sedang bermusuhan dengan Mongolia. Demi kesetiaan pada rajanya, maka ia rela untuk dikebiri. Di antara armada yang mengikuti pelayaran di samping banyak yang Islam, banyak juga yang beragama Tao dan Budha. Ini bisa disaksikan peninggalan pada setiap tempat yang disinggahi.

Jejak Cheng Ho

Pada puncak perayaan awal Agustus 2005 di Semarang akan dipamerkan pula beberapa dokumentasi dan catatan perjalanan Frank Viviano dan juru foto Michael Yamashita yang berhasil melacak kembali jejak Cheng Ho. Diceritakan bahwa selama tujuh kali pelayarannya, Cheng Ho beberapa kali mengalami pertempuran dengan bajak laut. Terakhir pada tahun 1407 di Selat Malaka ketika berpapasan dengan bajak laut asal Canton bernama Chen Zuyi yang bermarkas di Palembang. Pada waktu itu sang bajak laut diminta untuk menyerah. Bajak laut pun menyetujuinya, tapi diam-diam mereka melakukan persiapan serangan mendadak. Namun oleh seorang informan lokal rincian serangan itu telah dibocorkan kepada Cheng Ho.

Akhirnya dalam pertempuran sengit itu armada bajak laut dihancurkan dan 5.000 anggotanya dibunuh. Chen Zuyi ditangkap, ditawan dan akhirnya dieksekusi di hadapan masyarakat Nanjing. Sedang mata-mata itu diangkat menjadi penguasa baru Palembang. Ia mengakui supremasi Ming dengan imbalan pengakuan diplomatik, perlindungan militer dan hak-hak perdagangan.

Semua kisah ini tertuang dalam buku The Averall Survey of the Ocean's Shores yang dipublikasikan tahun 1451 oleh Ma Huan, seorang Cina Muslim dari Zhejiang yang bisa berbahasa Arab dan menjadi penerjemah dalam pelayaran Cheng Ho. Ma Huan juga mencatat tentang ritual pemakaman dan pernikahan, arsitektur, kepercayaan keagamaan, bahasa dan dialek, praktik perdagangan, satuan ukuran dan berat, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kekuatan dan kelemahan pemerintahan.

Pihak Asita (Asosiasi Pariwisata) dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) telah mengemas acara ini dengan membuat paket-paket wisata yang relatif murah tapi menarik. Dan kesemuanya di bawah koordinasi Dinas Pariwisata Jawa Tengah.

Kepala Dinas Pariwisata Jateng, Agus Suryono, mengatakan prinsip acara ini terbuka untuk umum yang bertujuan untuk mengangkat industri pariwisata di Jateng khususnya Semarang. Sedangkan sasaran utamanya wisatawan nusantara dan mancanegara. Acara ini dari masyarakat yang dicoba difasilitasi oleh pemerintah provinsi. "Kegiatan semacam ini sangat baik karena berasal dari masyarakat," katanya.

Berkaitan dengan upaya menggaet wisatawan asal Cina, Wakil Gubernur Jateng Ali Mufiz, menagtakan, sebetulnya di Jateng banyak Chinese Heritage (Pusaka Budaya Cina) di sejumlah kota yang kesemuanya dapat memikat wisatawan Cina. Tapi nyatanya sampai saat ini jumlah turis Cina ke Indonesia tahun 2000 hanya sekira 47.000 orang. Padahal pada tahun yang sama turis Cina yang ke luar negeri tercatat 10,5 juta orang, dan 43% di antaranya ke Asia Tenggara.

Memang untuk menggaet turis Cina masih banyak kendalanya, antara lain soal keamanan dan persepsi seakan turis asing mudah diperas seperti harga barang yang mahal di bandara. Dan yang lebih penting lagi belum ada penerbangan langsung (direct flight) dari Cina ke Bandara A. Yani Semarang. ***

Penulis, wartawan senior.



Sumber: Pikiran Rakyat, 3 Agustus 2005



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengaruh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran ...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Seni dan Budaya Jadi Medium Awal

Seni dan budaya menjadi medium dakwah para penyebar Islam pertama di Pulau Jawa. Wali sanga menjadikan seni dan budaya sebagai medium penyampai ajaran Islam, saat masyarakat Jawa pada masa itu masih dipengaruhi ajaran Hindu-Buddha. Dakwah seperti ini pun berhasil. D i sejumlah daerah pesisir utara Pulau Jawa, karakter Islam yang pada masa awal kedatangannya di Nusantara membangun harmoni dengan adat dan budaya masyarakat setempat terlihat jelas hingga saat ini. Di Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, yang pada masa lalu jadi pusat dakwah Sunan Kudus, misalnya, kini masih bisa dilihat bukti arsitektur Jawa-Hindu. Masjid Menara Kudus dengan tinggi sekitar 17 meter itu diperkirakan dibangun pada 19 Rajab 956 Hijriyah atau sekitar tahun 1549. Akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa-Hndu di masjid itu mewujud dalam bentuk bangunan menara. Kaki menaranya menyerupai Candi Jago di Malang, Jawa Timur. Candi itu dibuat pada masa Kerajaan Singasari. Bagian tubuh hingga atap Masjid Menara Kudu...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Menjaga Prasyarat Hidup Bersatu

Komitmen persatuan, seperti yang disepakati pada 28 Oktober 1928, hadir dengan sejumlah prasyarat. Setelah 90 tahun berlalu, kini dibutuhkan penanda-penanda baru untuk makin mengeratkan persatuan bangsa Indonesia. P rasasti besar di Gedung Sumpah Pemuda, Jakarta, mengingatkan bahwa selain kesepakatan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada 90 tahun silam, para pemuda juga menyepakati lima prasyarat. Ironisnya, lima prasyarat yang menjadi dasar dari persatuan yang saat itu disepakati tersebut kini sering luput dari perhatian. Lima prasyarat itu adalah kemauan, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan. Mengapa lima prasyarat itu menjadi konsepsi yang juga dicantumkan secara tegas di dalam naskah putusan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928? Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda  mencatat lima hal itu sebagai dasar terjadinya persatuan. "Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia. Mengelu...