Langsung ke konten utama

Sumbangan Berharga untuk Mencapai Kemerdekaan: Bandung Lautan Api 24 Maret 1946

Oleh MASHUDI

BANDUNG Lautan Api 24 Maret 1946 merupakan peristiwa kepahlawanan yang dibarengi dengan kesadaran patriotisme dan pengorbanan rakyat demi membeli kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Semangat Bandung Lautan Api yang telah menjadi aset nasional perlu dilestarikan, dengan amal perbuatan yang setimpal.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menggerakkan seluruh pemuda Bandung untuk secara serentak menggerakkan masyarakat menyongsong proklamasi dengan penurunan bendera Nipon Hinumaru dan menaikkan bendera Sang Saka Merah Putih di atas Gedung Denis, sekarang Bank Pembangunan Daerah, dan disusul dengan mencopot semua pimpinan Jepang dan digantikan dengan pimpinan bangsa Indonesia di semua kantor-kantor pemerintahan dan semua gedung-gedung yang dikuasai oleh Jepang dijadikan milik Republik Indonesia.

Sang Merah Putih berkibar secara terus menerus sampai di pelosok-pelosok, pertanda rakyat "sakumna" menyambut kemerdekaan bangsa dan negara.

Tentara Jepang dan orang-orang Jepang ada dalam keadaan "shock" akibat tanpa diduga rajanya mengumandangkan penyerahan negaranya.

Di balik sambutan gegap gempita terhadap kemerdekaan, di beberapa kalangan pimpinan masih ada keraguan terhadap kemungkinan ada tuntutan dari pihak Sekutu kepada mereka karena bekerja sama dengan pihak Jepang dan ada juga beberapa "gelintir" yang mengharapkan kembalinya zaman "normal" di mana Belanda akan kembali berkuasa.

Gerakan ambil alih kekuasaan maupun perebutan senjata ternyata tidak begitu mulus, karena memang ada tiga elemen yang masing-masing mempunyai tujuan yang sangat berlainan.

1. Belanda ingin kembali menjajah Indonesia melalui NICA-nya yang sudah dipersiapkan baik di London maupun di Australia.

2. Sekutu mempunyai tugas melucuti dan mengembalikan tentara Jepang dan membebaskan tawanan dan sedikit banyak membantu Belanda menguasai Indonesia.

3. Akhirnya bangsa Indonesia yang sudah dan ingin mempertahankan kemerdekaan.

Maka benturan-benturan terjadi di lapangan berupa pertempuran-pertempuran besar dan kecil dan perebutan kekuasaan dan kewenangan baik secara yuridis maupun secara fisik.

Kota Bandung yang cukup menderita selama kekuasaan Jepang menjadi ajang bentrokan-bentrokan tersebut. Karena tidak ada ketegasan dalam kepemimpinan perjuangan dan pemerintahan yang belum mapan Komite Nasional di pusat, daerah sampai ke cabang-cabang de "facto" memegang kekuasaan.

Pembelaan bangsa dan negara dilakukan oleh BKR dan laskar-laskar dan masing-masing mulai menyusun kekuatan dan adakalanya terjadi pula benturan-benturan antara para pejuang. Namun satu hal yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun bahwa menghadapi Jepang, Inggris, maupun Belanda semua bersatu.

**

SEBAGAI akibat berbagai pertempuran akhirnya pada akhir tahun 1945 Kota Bandung dibagi dua yaitu Bandung Utara dan Bandung Selatan yang dibatasi oleh jalan kereta api di mana di Utara bercokol Sekutu, Jepang, dan Belanda dan kita ada di Selatan.

Namun hari demi hari pertempuran berjalan terus dan blokade terhadap daerah Utara berupa blokade makanan dan pekerja secara ketat diperlakukan oleh kita bahwa infiltrasi pasukan bersenjata ke Utara pun dilakukan. Pihak Sekutu yang harus menjamin tentaranya maupun penduduk bangsa Belanda yang berjumlah lebih kurang 30.000 dan sisa tentara Jepang yang berada di Utara keadaannya sangat terjepit.

Pertengahan bulan Maret 1946 mereka mengeluarkan ultimatum yang berisikan:

Semua tentara dan anggota bersenjata termasuk polisinya harus meninggalkan kota dengan radius 11 km.

Kita berusaha untuk mempertahankan status quo melalui pemerintah pusat, namun akhirnya pemerintah pusat pun menyerahkan keputusan kepada pemerintah daerah dan pada tentara dan para pejuang di Bandung.

Semua berusaha untuk ikut memecahkannya, namun akhirnya hukum revolusilah yang menentukan.

Perdana Menteri Syahrir pun akhirnya menyerahkan keputusannya kepada para pejuang dan Pemerintah Bandung.

Menjelang siang hari tanggal 24 Maret dalam rapat di Pendopo Kabupaten, diputuskan bahwa kita semua keluar dan kita bumi hanguskan Kota Bandung. Lahirlah Semangat Bandung Lautan Api pada tanggal 24 Maret 1946.

Melalui pemberitaan beranting dan radio keputusan tersebut disampaikan kepada seluruh rakyat dan badan-badan perjuangan dan pemerintahan. Dapat dibayangkan persiapan penduduk kota meninggalkan Kota Bandung yang berjumlah 200.000 warga kurang dari 12 jam.

Seluruh penduduk Kota Bandung terkecuali keturunan asing secara tergesa-gesa mengumpulkan harta kekayaannya dalam waktu yang sangat singkat tanpa ada dukungan transportasi yang memadai hingga apa yang terbawa sangat terbatas. Harta kekayaan yang terkumpul dari satu generasi ke generasi lain begitu saja ditinggalkan, bahkan tidak sedikit yang membakar rumahnya sendiri.

Karena Kota Bandung sudah terbagi dua dan rakyat tinggal di Selatan maka pengungsian hanya terjadi ke arah Selatan dan ke arah Timur. Menjelang Magrib, penduduk berduyun-duyun meninggalkan Kota Bandung dan hampir seluruhnya tidak tahu ke mana yang mau "dijugjug".

Heroisme Bandung Lautan Api menjalar sampai ke setiap keluarga dan kampung di sekitar Bandung. Tanpa banyak bicara semua ikhlas menampung para pengungsi dari Kota Bandung. Kota Garut, Sumedang, Tasikmalaya, Cirebon, Subang, Purwakarta sampai kota-kota kecamatan di seluruh Priangan menjadi kota-kota pengungsi.

Perkebunan-perkebunan pun bukan saja dijadikan tempat pengungsian, bahkan di Perkebunan Kertasari dibuka sekolah agar para pelajar dapat meneruskan pelajarannya.

**

PARA pejuang terus ada di sekitar Bandung, baik di Utara, Selatan, Barat, maupun Timur, bahkan bantuan pasukan pun ditambah dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan terjadilah pertempuran-pertempuran perbatasan antara para pejuang dengan Belanda. Pemerintah Karesidenan dan Kota Bandung berdomisili di Garut, dan Gubernuran di Tasikmalaya. Markas Divisi Siliwangi berkedudukan di Tasikmalaya, dan sekarang ada monumen hidup Universitas Siliwangi sebagai tanda terima kasih kepada rakyat Jawa Barat yang telah mempertahankan jiwa semangat kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Para pegawai berbagai jawatan terus berkarya di daerah pengungsian seperti seluruh pimpinan jawatan kereta api di bawah kepemimpinan pahlawan nasional kita Bapak Ir. H. Juanda memilih domisili di Cisurupan dan telah menyelamatkan seluruh kereta api di Jawa Barat dan terus berfungsi.

Juga jawatan-jawatan lain memilih domisili di tempat-tempat tertentu dan RRI berkumandang terus di Tasikmalaya, sampai pernah ditembaki oleh pesawat-pesawat Belanda.

Bayangkan, para pegawai yang telah meninggalkan rumahnya dan gajinya sangat terbatas masih terus bekerja dan mengabdikan diri karena cinta kepada kemerdekaan.

Selama pengungsian beraneka ragam yang di"makan" oleh para pengungsi antara lain, baju, sarung, celana, arloji, dan akhirnya perhiasan termakan pula.

Para pejuang semua tetap ada di garis depan sedangkan bahan makanan jadi maupun yang mentah mengalir terus, bahkan pasukan-pasukan pun termasuk tenaga Laswi dan Palang Merah bergantian datang dari garis belakang.

Semangat Bandung Lautan Api juga telah menciptakan berbagai lagu perjuangan dan sebagai hasil sayembara di garis depan terciptalah lagu perjuangan yang sekarang selalu dikumandangkan baik secara nasional maupun internasional lagu "Halo-halo Bandung".

**

KEJUJURAN bangsa Indonesia melalui diplomasi mendapatkan pengakuan kedaulatan akhirnya dikhianati oleh Belanda dengan melakukan aksi pertama dan seluruh kekuatannya diarahkan untuk menguasai Jawa Barat pada tanggal 21 Juni 1947.

Dalam waktu singkat mereka dapat menduduki seluruh ibukota kabupaten, namun dengan pengalaman Bandung Lautan Api, seluruh kota-kota dikosongkan, sehingga tentara Belanda terkucil di kantong-kantong, dan tentara, para pejuang dan rakyat berada di pedesaan-pedesaan dan langsung menyusun strategi perang gerilya yang baru dialaminya.

Nasib penduduk kota-kota di Jawa Barat sama dengan penduduk Kota Bandung dan hampir seluruh daerah Jawa Barat menjadi ajang perjuangan pertempuran.

Dapat dibayangkan 200 ribu penduduk Bandung yang sudah mengungsi ditambah lagi oleh setiap pengungsi dari kota-kota kabupaten/kecamatan sehingga rakyat Jawa Barat yang ada di daerah pengungsian meliputi jutaan manusia.

Namun semuanya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan. Pada posisi pasukan-pasukan sudah kembali ke daerah basis maka terjadilah perjanjian "Renville" yang sangat merugikan rakyat Jawa Barat.

Siliwangi dan para pejuang harus meninggalkan Jawa Barat. Rakyat Jawa Barat terkecuali para pegawai Republik Indonesia kembali ke kota-kota yang sudah ditinggalkannya dan adakalanya tidak memiliki rumah tinggal lagi atau rumahnya sudah diisi oleh orang lain dengan VB resmi dari pihak Belanda.

Sungguh sangat menyedihkan dan kampung-kampung "diranjah" oleh tentara Belanda yang mencari sisa-sisa para pejuang.

Siliwangi dan para pejuang diterima sebagai tamu di Jawa Tengah yang keadaannya sudah cukup rawan baik di bidang politik sosial maupun pertahanan dan keamanan.

Akhirnya Divisi Siliwangi ditugaskan menghadapi pemberontakan PKI Muso di Madiun, dan kita bersyukur bahwa putra-putra Siliwangi dapat menumpas pemberontakan tersebut baik menghancurkan pasukan-pasukan PKI maupun telah menangkap pimpinannya.

Hubungan Indonesia-Belanda semakin runcing dan akhirnya pada tanggal 19 Desember 1948 Yogya diserbu dari udara dan darat. Pengalaman terjadinya Bandung Lautan Api dan manunggalnya tentara/pejuang dan rakyat untuk menyusun Wehrkreise dan perang gerilya selama aksi pertama telah dipakai dasar bila Belanda menyerang.

Divisi Siliwangi jauh-jauh sudah diperintahkan untuk kembali ke Jawa Barat, bila Belanda menyerang Yogyakarta. Maka begitu Yogya diduduki, Siliwangi mulai dengan "Long Mars"-nya dan "gupay" rakyat Jawa Barat terlaksana.

Selama rakyat Jawa Barat ditinggalkan oleh Siliwangi dan diduduki oleh Belanda, Belanda telah mencoba mendirikan "Negara Pasundan" namun rakyat Jawa Barat tetap rakyat "kiblik" baik di kota-kota maupun di pedesaan.

Namun terjadi pula suatu tragedi bagi rakyat Jawa Barat yaitu setelah para pejuang yang dipelori oleh pejuang-pejuang Hisbulloh di bawah kepemimpinan Bapak Kartosuwiryo yang tadinya seorang anggota Dewan Pertahanan Daerah Priangan setelah melakukan perlawanan terhadap Belanda mencari jalan sendiri dengan mendirikan NII.

Umumnya secara mudah semua kesatuan kembali ke kantong-kantong yang sebelum hijrah ditinggalkannya dan disambut sebagai pejuang-pejuang yang sudah manunggal dengan rakyat. Kesemua ini di luar dugaan pihak Belanda baik secara politis maupun secara militer.

Tahun 1949 sesudah Roem Rooyen Agreement kita kembali memasuki Kota Bandung dan terlaksanalah jiwa daN semangat yang telah dikumandangkan 3 tahun sebelumnya melalui lagu Halo-halo Bandung.

Negara Pasundan tumbang dan akhirnya keamanan di Jawa Barat sepenuhnya tercapai pada tahun 1962.

Perjalanan sangat panjang dengan semua duka dan sukanya baik bagi setiap warga Jawa Barat dan juga bagi seluruh bangsa untuk mencapai kemerdekaan.

Bandung Lautan Api 24 Maret 1946 telah menyalakan:

1. Perlawanan semesta rakyat Bandung dan rakyat Jawa Barat terhadap agresi Belanda merupakan sumbangan berharga untuk mencapai kemerdekaan.

2. Semangat pengorbanan yang tidak terhingga baik jiwa, raga, maupun materiil, yang diberikan oleh setiap warga Jawa Barat tanpa kecuali.

3. Menciptakan terjadinya perang wilayah, dan menjadi strategi dasar bagi TNI-AD dan bangsa Indonesia, selama aksi pertama.

4. Menunjukkan daya tahan yang luar biasa sewaktu rakyat Jawa Barat ditinggalkan oleh Divisi SIliwangi, untuk tetap memperjuangkan UUD 45 dan Pancasila.

5. Menjiwai Divisi Siliwangi sewaktu hijrah maupun sewaktu melaksanakan "Long Mars" dan menyelesaikan keamanan di Jawa Barat melalui "pager betis" pada tahun 1962.

Semoga untuk masa depan, api Bandung Lautan Api tetap menyala untuk membela kepetingan rakyat terutama yang hidup di bawah garis kemiskinan dan dapat menciptakan masyarakat yang dinamis untuk melaksanakan UUD dan Pancasila secara murni.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu bersama kita.

Bandung, Maret 1992



Sumber: Pikiran Rakyat, 24 Maret 1992



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengaruh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran ...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Seni dan Budaya Jadi Medium Awal

Seni dan budaya menjadi medium dakwah para penyebar Islam pertama di Pulau Jawa. Wali sanga menjadikan seni dan budaya sebagai medium penyampai ajaran Islam, saat masyarakat Jawa pada masa itu masih dipengaruhi ajaran Hindu-Buddha. Dakwah seperti ini pun berhasil. D i sejumlah daerah pesisir utara Pulau Jawa, karakter Islam yang pada masa awal kedatangannya di Nusantara membangun harmoni dengan adat dan budaya masyarakat setempat terlihat jelas hingga saat ini. Di Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, yang pada masa lalu jadi pusat dakwah Sunan Kudus, misalnya, kini masih bisa dilihat bukti arsitektur Jawa-Hindu. Masjid Menara Kudus dengan tinggi sekitar 17 meter itu diperkirakan dibangun pada 19 Rajab 956 Hijriyah atau sekitar tahun 1549. Akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa-Hndu di masjid itu mewujud dalam bentuk bangunan menara. Kaki menaranya menyerupai Candi Jago di Malang, Jawa Timur. Candi itu dibuat pada masa Kerajaan Singasari. Bagian tubuh hingga atap Masjid Menara Kudu...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Menjaga Prasyarat Hidup Bersatu

Komitmen persatuan, seperti yang disepakati pada 28 Oktober 1928, hadir dengan sejumlah prasyarat. Setelah 90 tahun berlalu, kini dibutuhkan penanda-penanda baru untuk makin mengeratkan persatuan bangsa Indonesia. P rasasti besar di Gedung Sumpah Pemuda, Jakarta, mengingatkan bahwa selain kesepakatan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada 90 tahun silam, para pemuda juga menyepakati lima prasyarat. Ironisnya, lima prasyarat yang menjadi dasar dari persatuan yang saat itu disepakati tersebut kini sering luput dari perhatian. Lima prasyarat itu adalah kemauan, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan. Mengapa lima prasyarat itu menjadi konsepsi yang juga dicantumkan secara tegas di dalam naskah putusan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928? Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda  mencatat lima hal itu sebagai dasar terjadinya persatuan. "Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia. Mengelu...