Langsung ke konten utama

Kalijaga, Jadikan Seni Wayang sebagai Media Dakwah

Sunan Kalijaga bukan hanya mubaligh, melainkan juga dalang piawai. Bahkan kemasyhurannya sebagai dalang tak kalah mencorong ketimbang peran kewaliannya. Justru itu peran mendalang dan berdakwah dalam diri Sunan Kalijaga ini sungguh merupakan dua sisi mata uang alias tak bisa dipisahkan. 

Dalam praktik, memang, Sunan Kalijaga acap membawakan kedua peran itu sekaligus: mendalang dalam rangka berdakwah. "Beliau berhasil menjadikan seni wayang sebagai media dakwah Islam," ujar Prawoto (71), juru kunci Makam Sunan Kalijaga.

Adalah Prof Dr Husein Djajadiningrat, melalui buku "Critische beschouwingen van de sejarah Banten", yang membeberkan bahwa Sunan Kalijaga menimba ilmu keagamaan dari Sunan Bonang. Dia juga berguru pada Syeh Sutabaris, ulama kondang di Palembang.

Usai menimba ilmu keagamaan, Sunan Kalijaga pernah menetap di sebuah desa di Cirebon. Di sana dia sehari-hari berjualan welit (atap rumah berbahan daun rumbia), di samping aktif berdakwah dan mendalang. Di kalangan penduduk desa itu, Sunan Kalijaga dikenal pula sebagai RM Sahid, Syeh Malaya, Lokajaya, dan Pangeran Jayaprana.

Di samping itu, terutama sebagai dalang, Sunan Kalijaga juga menggunakan beberapa nama lain: Ki Dalang Bengkok, Ki Entol, Ki Dalang Kumendung, Kajabur, serta Raka Brangsang. Kiprahnya mendalang ini terbentang luas: di wilayah Kerajaan Pajajaran, juga di daerah yang kini masuk Jateng.

Keterlibatan Sunan Kalijaga dalam seni wayang ini tak sebatas berperan sebagai dalang, melainkan juga bertindak sebagai inovator. Malah, menurut catatan, sosok seni wayang kulit yang saat ini dikenal merupakan hasil inovasinya. Sebelum itu, konon, seni wayang ini hanya tertuang berupa rentetan lukisan di selembar kain--dan karena itu disebut sebagai wayang beber. Nah, Sunan Kalijaga secara revolusioner mengubah seni wayang ini: tiap tokoh dicitrakan dalam potongan-potongan kulit kambing. Dengan demikian, seni wayang (kulit) menjadi lebih atraktif.

Boleh jadi, terobosan itu tak lepas dari semangat Sunan Kalijaga menyebarkan Islam ke tengah masyarakat yang saat itu menganut Hindu atau Budha. Dengan menyodorkan seni pertunjukan wayang (kulit) dalam sosok seperti sekarang, dia lebih mudah menyedot penonton. Itu, pada gilirannya, lebih memudahkan penyampaian syiar Islam. Terlebih kepiawaian Sunan Kalijaga sangat piawai memainkan wayang, juga dalam memesona dalam membeberkan cerita.

Kaerna itu pula, Sunan Kalijaga kerap mendapat penugasan dakwah dari kalangan sesepuh Walisongo, seperti Sunan Ampel, Sunan Bonang, juga dari pihak Kesultanan Demak. Tugas itu terutama merujuk pada kalangan rawan tata-krama dan rawan susila: penjudi, pencuri, pemabuk, juga penjahat. Itulah kelompok sosial yang kemudian lazim disebut sebagai kaum abangan. 

Itu pula yang membuat pihak tertentu mencap Sunan Kalijaga sebagai "wali abangan". Toh nama besar Sunan Kalijaga tak serta-merta luntur. Itu karena merengkuh kaum abangan justru memang merupakan tugas suci yang dititahkan Sunan Ampel dan Sunan Bonang.

Tugas itu sendiri dilakukan Sunan Kalijaga tanpa mengenal lelah. Tak heran jika dalam melakukan dakwah ini dia laiknya penjelajah: keluar-masuk hutan atau pegunungan. Itu dia jalani tanpa mengenal siang dan malam. Justru itu, dia kondang dijuluki sebagai "mubaligh keliling".

Dalam konteks itu, agak berbeda dengan wali-wali lain, Sunan Kalijaga menempuh pendekatan yang efektif. Itu tadi: dia bertabligh sambil mempertunjukkan seni wayang kulit--lengkap dengan gamelan segala. Pada masa itu, bahkan mungkin juga saat ini, langkah tersebut sungguh tergolong berani. Maklum karena tindakan itu seolah melunturkan nilai dakwah. 

Tapi sejarah kemudian mencatat bahwa pendekatan yang ditempuh Sunan Kalijaga ini terbukti efektif dalam merekrut pemeluk Islam. Ini, sekali lagi, tak lain karena Sunan Kalijaga memang menguasai betul dua bidang yang dilakoni sekaligus itu. 

Nah, dalam membeberkan lakon-lakon wayang. Sunan Kalijaga meramu butir-butir tuntunan Islam dengan syair-syair Jawa. Kepiawaian itu pula, agaknya, yang menjadi kunci sukses Sunan Kalijaga dalam menggugah kesadaran banyak orang hingga tergerak menjadi pemeluk Islam. Cerita-cerita yang menyentuh serta dilantunkan penuh syahdu, sungguh membuat orang terpana sekaligus tersentuh dan hanyut dalam kesadaran baru beragama.

Entah berapa lama Sunan Kalijaga melakoni kiprah kewalian ini. Bahkan kapan persisnya dia wafat, tak seorang pun tahu. Tak terkecuali kalangan sejarawan. Yang pasti, masyarakat meyakini bahwa dia berumur panjang. Dia menjalani hidup dalam masa kekuasaan tiga kerajaan besar: Majapahit, Demak, dan Pajang. ***

Oleh Pudyo Saptono



Sumber: Suara Karya, 31 Desember 1999



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengaruh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran ...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Seni dan Budaya Jadi Medium Awal

Seni dan budaya menjadi medium dakwah para penyebar Islam pertama di Pulau Jawa. Wali sanga menjadikan seni dan budaya sebagai medium penyampai ajaran Islam, saat masyarakat Jawa pada masa itu masih dipengaruhi ajaran Hindu-Buddha. Dakwah seperti ini pun berhasil. D i sejumlah daerah pesisir utara Pulau Jawa, karakter Islam yang pada masa awal kedatangannya di Nusantara membangun harmoni dengan adat dan budaya masyarakat setempat terlihat jelas hingga saat ini. Di Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, yang pada masa lalu jadi pusat dakwah Sunan Kudus, misalnya, kini masih bisa dilihat bukti arsitektur Jawa-Hindu. Masjid Menara Kudus dengan tinggi sekitar 17 meter itu diperkirakan dibangun pada 19 Rajab 956 Hijriyah atau sekitar tahun 1549. Akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa-Hndu di masjid itu mewujud dalam bentuk bangunan menara. Kaki menaranya menyerupai Candi Jago di Malang, Jawa Timur. Candi itu dibuat pada masa Kerajaan Singasari. Bagian tubuh hingga atap Masjid Menara Kudu...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Menjaga Prasyarat Hidup Bersatu

Komitmen persatuan, seperti yang disepakati pada 28 Oktober 1928, hadir dengan sejumlah prasyarat. Setelah 90 tahun berlalu, kini dibutuhkan penanda-penanda baru untuk makin mengeratkan persatuan bangsa Indonesia. P rasasti besar di Gedung Sumpah Pemuda, Jakarta, mengingatkan bahwa selain kesepakatan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada 90 tahun silam, para pemuda juga menyepakati lima prasyarat. Ironisnya, lima prasyarat yang menjadi dasar dari persatuan yang saat itu disepakati tersebut kini sering luput dari perhatian. Lima prasyarat itu adalah kemauan, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan. Mengapa lima prasyarat itu menjadi konsepsi yang juga dicantumkan secara tegas di dalam naskah putusan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928? Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda  mencatat lima hal itu sebagai dasar terjadinya persatuan. "Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia. Mengelu...