Langsung ke konten utama

Gedung Kebangkitan Nasional Lebih Dikenal Kalangan Pelajar

Ruang "Anatomi" hanyalah sebuah ruangan kecil yang terletak di salah satu sudut gedung. Tapi dibanding dengan ruangan lain yang ada di komplek Gedung Kebangkitan Nasional, ruang "Anatomi" merupakan ruang yang paling bersejarah. Di ruang berukuran 16,7 x 7,8 meter itulah lahir perkumpulan Budi Oetomo.

Budi Oetomo yang dilahirkan 20 Mei 1908 oleh para pelajar sekolah kedokteran Stovia adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang merintis jalan ke arah pergerakan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Jadi tepat sekali kalau gedung eks-Stovia itu dinamakan Gedung Kebangkitan Nasional (GKN).

Di dalam gedung tersebut terdapat Museum Kebangkitan Nasional yang bertugas menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penerbitan, pemberian bimbingan edukatif kultural, perpustakaan, dokumentasi, dan penyajian benda-benda bernilai budaya dan ilmiah yang berhubungan dengan sejarah kebangkitan nasional.

Peranan Museum Kebangkitan Nasional dalam memperkenalkan dan menyebarluaskan pengertian perjuangan bangsa memang besar. Tapi sayang nama "Gedung Kebangkitan Nasional" sendiri belum banyak dikenal oleh masyarakat. Maka tidak jarang orang-orang di Jakarta khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya, agak sulit mencari gedung tersebut.

Masyarakat sekitar GKN, yakni masyarakat yang berdiam di wilayah Senen, lebih mengenal "Gedung Stovia" ketimbang Gedung atau Museum Kebangkitan Nasional.

Lokasi GKN sebenarnya tidak sulit dijangkau, karena berdekatan dengan tempat-tempat terkenal seperti Monas, Proyek Senen, Patung Tani, Lapangan Banteng, yang kesemuanya mempunyai hubungan urat nadi menuju GKN. Tepatnya letak GKN sebelah menyebelah dengan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RS Gatot Subroto), di tepi Jl dr. Abdul Rahman Saleh 26 Jakarta Pusat. 

Komplek GK yang mempunyai luas 15.742 m2 terdiri dari 20 bagian ruangan--4 di antaranya merupakan ruangan koleksi sejarah Budi Oetomo, sejarah Kesehatan Nasional, sejarah Pers Nasional, dan sejarah Pergerakan Wanita Indonesia.

Di antara sekian banyak ruangan, yang paling dibanggakan dan paling bersejarah adalah ruang "Anatomi". Di ruang inilah pelajar-pelajar Stovia di bawah pimpinan R. Soetomo mencetuskan berdirinya Budi Oetomo, 78 tahun lalu. Kendati tidak begitu luas, ruang ini cukup artistik. Letaknya cukup terlindung dan tenang, sehingga wajarlah bila ruang ini sering digunakan rapat atau pertemuan yang sangat bermanfaat bagi perjuangan bangsa.

Ruang di kiri-kanan dan bagian belakang yang berbentuk panjang pada masa Stovia hanya merupakan asrama dan ruangan tidur, sehingga dari segi sejarah kurang begitu banyak berperanan. Ruangan kiri-kanan tesebut sekarang digunakan untuk koleksi sejarah kesehatan, koleksi sejarah pers nasional, dan ruang koleks sejarah pergerakan wanita Indonesia. Sedangkan ruangan di bagian belakang untuk Perpustakaan Yayasan Idayu.

Di tengah-tengah komplek GKN terdapat bangunan yang agak besar, yang dipergunakan untuk aula, kamar kecil, gudang, dan dapur. Pada masa Stovia ruang pertemuan itu digunakan untuk latihan-latihan maupun pentas kesenian para siswa. Kini tempat itu digunakan untuk tempat pertemuan, penataran, lokakarya, ceramah-ceramah, dsb yang berhubungan dengan perjuangan, kebudayaan, sosial, dan pendidikan.

Agak ke belakang dari gedung pertemuan--di sebelah kanan--terdapat dua bangunan. Di masa Stovia salah satu ruang itu digunakan untuk dapur dan ruang makan. Sekarang digunakan untuk ruang Masyarakat Sejarahwan Indonesia cabang Jakarta. Sementara ruang yang satu lagi sebelumnya merupakan ruang terbuka yang digunakan untuk lapangan bulutangkis. Ruang ini bernama ruang "Patriot".

Patriot

Ruang "Patriot" kendati tidak begitu luas tapi sangat berwibawa. Ruang ini memang tidak terbuka untuk umum, dan hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk. Di ruang ini disimpan buku-buku tentang orang-orang besar dan yang pernah berjasa terhadap negara.

Tertutup untuk umum karena di ruang ini tidak membeda-bedakan masalah politik manapun, sehingga sangat dikhawatirkan bila terbuka untuk umum dapat mempengaruhi jalan pikiran masyarakat. Dibanding dengan ruangan lain, ruang "Patriot" ini praktis sepi dan kelihatan angker.

Di sebelah kiri gedung pertemuan ada sebuah ruang kecil yang pada masa Stovia digunakan untuk kantin. Kini ruang tersebut digunakan untuk tempat penataran, rapat dinas, dan juga kursus-kursus yang sifatnya insidentil.

Perkantoran permuseuman sebagian besar menempati ruang-ruang di bagian depan komplek, yang meliputi ruang pimpinan museum, serta staf lainnya. Selain itu juga terdapat salah satu ruang paling ujung sebelah kanan yang digunakan untuk pekantoran Koperasi Perintis Kemerdekaan Indonesia DKI Jakarta yang berdampingan dengan perkantoran Yayasan Pembela Tanah Air (PETA). 

Laris

Di antara sekian banyak ruangan dalam komplek GKN, yang paling banyak menarik pengunjung agaknya adalah perpustakaan Yayasan Idayu yang terletak di bagian belakang gedung. Setiap hari sekitar 300 pelajar dan mahasiswa datang berkunjung untuk memanfaatkan buku-buku yang ada di sana.

Yang membuat "laris" perpustakaan tersebut, selain karena koleksi bukunya yang banyak, juga disebabkan pelayanan dari petugas yang memuaskan. Selain itu tempat membacanya pun enak, karena dapat membaca dalam tempat tertutup atau di taman terbuka. Teras yang terbentang di sekeliling bagian dalam gedung tersebut juga cocok untuk situasi belajar kelompok atau perorangan.

Di kompleks GKN ini juga disediakan secara khusus ruang pameran temporer. Ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan menampilkan pameran secara insidentil tentang koleksi-koleksi terpilih dan yang dipandang perlu, untuk dipamerkan secara tersendiri.

Ruang pameran temporer ini menempati 4 ruang bekas tempat belajar pada masa Stovia. Dulu ruang ini terbuka, tapi sekarang diberi teralis agar seragam dengan ruang di sebelahnya.

Adalah wajar kalau GKN dikelola secara baik, mengingat fungsi dan peranan gedung tersebut sangat besar dalam masa perjuangan mencapai kemerdekaan. Paling tidak GKN harus diusahakan agar tetap menjadi arena pembangkit semangat dalam pembinaan bangsa. (S-14/BPMKN).---


Sumber: Suara Karya, Tanpa tanggal 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengaruh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran ...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Seni dan Budaya Jadi Medium Awal

Seni dan budaya menjadi medium dakwah para penyebar Islam pertama di Pulau Jawa. Wali sanga menjadikan seni dan budaya sebagai medium penyampai ajaran Islam, saat masyarakat Jawa pada masa itu masih dipengaruhi ajaran Hindu-Buddha. Dakwah seperti ini pun berhasil. D i sejumlah daerah pesisir utara Pulau Jawa, karakter Islam yang pada masa awal kedatangannya di Nusantara membangun harmoni dengan adat dan budaya masyarakat setempat terlihat jelas hingga saat ini. Di Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, yang pada masa lalu jadi pusat dakwah Sunan Kudus, misalnya, kini masih bisa dilihat bukti arsitektur Jawa-Hindu. Masjid Menara Kudus dengan tinggi sekitar 17 meter itu diperkirakan dibangun pada 19 Rajab 956 Hijriyah atau sekitar tahun 1549. Akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa-Hndu di masjid itu mewujud dalam bentuk bangunan menara. Kaki menaranya menyerupai Candi Jago di Malang, Jawa Timur. Candi itu dibuat pada masa Kerajaan Singasari. Bagian tubuh hingga atap Masjid Menara Kudu...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Menjaga Prasyarat Hidup Bersatu

Komitmen persatuan, seperti yang disepakati pada 28 Oktober 1928, hadir dengan sejumlah prasyarat. Setelah 90 tahun berlalu, kini dibutuhkan penanda-penanda baru untuk makin mengeratkan persatuan bangsa Indonesia. P rasasti besar di Gedung Sumpah Pemuda, Jakarta, mengingatkan bahwa selain kesepakatan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada 90 tahun silam, para pemuda juga menyepakati lima prasyarat. Ironisnya, lima prasyarat yang menjadi dasar dari persatuan yang saat itu disepakati tersebut kini sering luput dari perhatian. Lima prasyarat itu adalah kemauan, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan. Mengapa lima prasyarat itu menjadi konsepsi yang juga dicantumkan secara tegas di dalam naskah putusan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928? Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda  mencatat lima hal itu sebagai dasar terjadinya persatuan. "Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia. Mengelu...