Langsung ke konten utama

Masjid-masjid Tua di Pecinan

Oleh Alwi Shahab

Glodok atawa Pecinan bukan hanya jadi kawasan dagang, tapi di antara bangunan bersejarah dan berusia ratusan tahun juga terdapat area agamis. Kawasan Jakarta yang menjadi pusat perdagangan dan bisnis di pecinan yang konon pada 1960-an menjadi tempat perputaran sekitar 70 persen uang di Indonesia ini juga memiliki belasan masjid yang usinya tidak kalah dengan kota tua itu sendiri. Berdekatan dengan pusat bisnis yang hiruk pikuk di China Town itu, di belakang Pasar Pagi terdapat masjid kecil. Masjid bernama Al-Anshor ini, menurut salah seorang pengurusnya, dibangun 355 tahun lalu (1648).

Menurut keterangan masjid ini didirikan para pendatang India dari Malabar. Sebagaimana masjid-masjid tua di DKI, setelah mengalami renovasi biasanya gaya lamanya menghilang atau agak hilang. Untungnya empat buah tiang penyangga masjid Al-Anshor ini masih utuh, sekalipun telah berusia 3 1/2 abad. Masjid yang dulu di sekitarnya terdapat pemakaman umum itu kini menyatu dengan rumah-rumah penduduk. Padahal dulu masjid ini berpekarangan sangat luas. Di sekitarnya terdapat pemakaman umum yang kini sudah berubah jadi rumah-rumah kumuh.

Tidak diketahui berapa lama masjid ini digunakan para imigran India. Karena mereka yang datang belakangan kemudian mendirikan sebuah masjid baru tak jauh dari Masjid Al-Anshor. Masjid baru di Jalan Bandengan Selatan 34 yang didirikan pada 1748 dinamakan Masjid Kampung Baru.

Tak berjauhan dengan kedua masjid tersebut, di tepi Kali Angke di Jl Pekojan, terdapat sebuah masjid atau boleh dikatakan surau (langgar) yang diberi nama Langgar Tinggi karena berlantai dua. Lantai pertamanya menjadi tempat tinggal pengurus langgar. Masjid ini didirikan pada 1249 Hijriah atau 1829 Masehi. Warga Muslim India juga ikut berperan membangun masjid ini.

Pekojan yang pernah menjadi pusat kegiatan Islam sampai awal abad ke-20 ini konon berasal dari kata koja yang merupakan sebutan orang India Muslim yang datang dari Malabar. Kini hanya beberapa orang keturunan India yang masih tersisa di sini. Mereka telah pindah ke berbagai tempat, khususnya Pasar Baru. Penduduk Pekojan kemudian digantikan keturunan Arab, ketika para imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) pada abad ke-19 banyak berdatangan ke Jakarta.

Di Jl Pekojan, satu arah dengan masjid Langgar Tinggi terdapat sebuah masjid tua lainnya yang dibangun para imigran Hadramaut. Masjid An-Nawier yang dibangun abad ke-18 itu, menurut keterangan dari Dinas Museum Sejarah DKI, sangat erat hubungannya dengan masjid kuno di Kraton Surakarta dan Kraton Banten. Kala itu, setiap ada keluarga sultan atau para ulama yang meninggal di Solo, beritanya disampaikan ke masjid Pekojan agar dilakukan shalat gaib. Hal semacam ini juga dilakukan di masjid Kraton Solo bila ada tokoh ulama Jakarta meninggal dunia.

Masjid Pekojan yang terletak sedikit di luar kawasan bisnis Glodok merupakan masjid terbesar di kawasan ini dan dapat menampung dua ribu jamaah. Bukan saja di masjid, tapi sejumlah ulama di Pekojan sangat berperan dalam menyebarkan Islam. Seperti gerakan Pan Islamnya Sayid Djamaluddin Al-Afgani, Syekh Muhammad Abduh, dan Sayid Rasyid Ridha. Keturunan Arab yang pernah jadi mayoritas di Pekojan kini menjadi minoritas karena sebagian besar penghuninya berganti keturunan Cina. Masjid Pekojan yang diberi nama An-Nawier terdapat sebuah mimbar yang sangat unik. Sekalipun sudah berusia ratusan tahun masih terawat baik. Mimbar ini hadiah salah seorang sultan di Pontianak, Kalimantan Barat, pada abad ke-18.

Masih di kawasan China Town, di tepi kali Blandongan (anak kali Ciliwung) terdapat Masjid Tambora yang dibangun para bekas tawanan Belanda sekitar dua abad lalu. Tambora berasal dari nama daerah sekelompok orang dari kaki pegunungan Tambora di Sumbawa. Mereka dibuang ke Batavia untuk melakukan kerja paksa (rodi). Selama dalam status tahanan, mereka melakukan berbagai macam pekerjaan, seperti membuat saluran got, dan mengeruk sungai. Setelah bebas mereka tidak pulang kembali ke kampung halamannya, tapi memilih untuk menetap. Pada 1181 H (1762 M), di bawah pimpinan K Mustadjib, mereka mendirikan masjid. Untuk mengenang kampung halaman, masjid itu dinamakan Tambora. Di depan masjid masih terdapat makam pendirinya. Selain itu, terdapat pula makam K Daeng, sobat K Mustadjib yang berasal dari Makassar, dan ikut pula berperan membangun masjid ini.

Hanya beberapa ratus meter dari sini, terdapat Masjid Al Mansyur. Masjid ini didirikan sekitar permulaan abad ke-18 oleh Abdul Mihat, putera dari Pangeran Tjakrajaya, sepupu Tumenggung Mataram. Keberangkatannya ke Jakarta dari Mataram dalam rangka membangun rakyat Jayakarta menentang penjajahan. Karena strategi secara fisik tak berhasil, Abdul Mihat mengambil jalan lain untuk menentang penjajahan dengan mendirikan masjid pada 1717. Di masjid inilah diadakan ceramah-ceramah tentang pembinaan agama terhadap rakyat Jakarta dengan penekanan pada semangat menentang penjajahan.

Pada 1947 masjid ini ditembaki pasukan NICA. Pasalnya, KH Moh Mansyur pimpinan masjid ini dengan beraninya memasang bendera merah putih di menaranya. KH Moh Mansyur sendiri kemudian ditangkap Belanda. Setelah ia wafat pada 12 Mei 1967, masjid itu pun dinamakan masjid KH Moh Mansyur sekaligus menjadi nama jalan utama di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta Barat. Kalau ditelusuri masih banyak lagi masjid bersejarah di sekitar Glodok ini. []

 

Sumber: Republika, 2 November 2003 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Harun Nasution: Ajarah Syiah Tidak Akan Berkembang di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): Ajarah Syiah yang kini berkembang di Iran tidak akan berkembang di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam aqidah dengan ajaran Sunni. Hal itu dikatakan oleh Prof Dr Harun Nasution, Dekan pasca Sarjana IAIN Jakarta kepada Suara Karya  pekan lalu. Menurut Harun, ajaran Syiah Duabelas di dalam rukun Islamnya selain mengakui syahadat, shalat, puasa, haji, dan zakat juga menambahkan imamah . Imamah artinya keimanan sebagai suatu jabatan yang mempunyai sifat Ilahi, sehingga Imam dianggap bebas dari perbuatan salah. Dengan kata lain Imam adalah Ma'sum . Sedangkan dalam ajaran Sunni, yang dianut oleh sebagian besar umat Islam Indonesia berkeyakinan bahwa hanya Nabi Muhammad saja yang Ma'sum. Imam hanyalah orang biasa yang dapat berbuat salah. Oleh karena Imam bebas dari perbuatan salah itulah maka Imam Khomeini di Iran mempunyai karisma sehingga dapat menguasai umat Syiah di Iran. Apapun yang diperintahkan oleh Imam Khomeini selalu diturut oleh umatnya....

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Hari Pahlawan: MENGENANG 10 NOPEMBER 1945

Majalah Inggeris "Army Quarterly" yang terbit pada tanggal 30 Januari 1948 telah memuat tulisan seorang Mayor Inggeris bernama R. B. Houston dari kesatuan "10 th Gurkha Raffles", yang ikut serta dalam pertempuran di Indonesia sekitar tahun 1945/1946. Selain tentang bentrokan senjata antara kita dengan pihak Tentara Inggeris, Jepang dan Belanda di sekitar kota Jakarta, di Semarang, Ambarawa, Magelang dan lain-lain lagi. Maka Mayor R. B. Houston menulis juga tentang pertempuran-pertempuran yang telah berlangsung di Surabaya. Perlu kita ingatkan kembali, maka perlu dikemukakan di sini, bahwa telah terjadi dua kali pertempuran antara Tentara Inggeris dan Rakyat Surabaya. Yang pertama selama 3 malam dan dua hari, yaitu kurang lebih 60 jam lamanya dimulai pada tanggal 28 Oktober 1945 sore, dan dihentikan pada tanggal 30 Oktober 1945 jauh di tengah malam. Dan yang kedua dimulai pada tanggal 10 Nopember 1945 pagi sampai permulaan bulan Desember 1945, jadi lebih dari 21 har...

TRAGEDI HIROSHIMA: Maaf Itu Tidak Pernah Terucapkan ....

Di mata rakyat Jepang, nama Paul Warfield Tibbet Jr menyisakan kenangan pedih. Dialah orang yang meluluhlantakkan Kota Hiroshima dalam sekejap pada 6 Agustus 1945 lalu. Yang lebih pedih lagi, Tibbets, seperti juga pemerintah Amerika Serikat, tidak pernah mau meminta maaf atas perbuatannya itu. Akibat bom atom 'Little Boy' berbobot 9.000 pon (4 ton lebih) yang dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 bernama Enola Gay, 140 ribu warga Hiroshima harus meregang nyawa seketika dan 80 ribu lainnya menyusul kemudian dengan penderitaan luar biasa. Sebuah kejadian yang menjadi catatan tersendiri dalam sejarah perang yang pernah ada di muka bumi. Hingga kini seluruh rakyat Jepang masih menanti kata 'maaf' dari pemerintah AS atas perbuatan mereka 62 tahun silam itu. Paling tidak, Tibbets secara pribadi mau menyampaikan penyesalannya. "Tapi ia tidak pernah meminta maaf. Seperti juga pemerintah AS, ia justru beralasan bom itu telah menyelamatkan jutaan orang Amerika dan Jepa...

Jiwa Bandung Lautan Api

Ingan Djaja Barus Staf Khusus di Dinas Sejarah Angkatan Darat Ingat anak-anakku  sekalian. Temanmu,  saudaramu malahan ada  pula keluargamu yang mati  sebagai pahlawan yang tidak  dapat kita lupakan selama- lamanya. Jasa pahlawan kita  telah tertulis dalam buku  sejarah Indonesia. Kamu  sekalian sebagai putra  Indonesia wajib turut mengisi  buku sejarah itu - Pak Dirman, 9 April 1946 T ANGGAL  24 Maret 1946, terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kita, yaitu Bandung Lautan Api. Suatu peristiwa patriotik yang gemanya abadi di setiap hati. Tak hanya bagi mereka yang pernah hidup dalam masa berlangsungnya peristiwa itu, tetapi juga bagi mereka yang lahir lebih kemudian. Pada hakikatnya peristiwa "Bandung Lautan Api" merupakan manifestasi kebulatan tekad berjuang dan prinsip "Merdeka atau Mati" TNI AD (Tentara Republik Indonesia/-TRI waktu itu) bersama para pemuda pejuang dan rakyat Jawa Barat. Mereka bergerak melawan...

Sejarah Lupakan Etnik Tionghoa

Informasi peran kelompok etnik Tinghoa di Indonesia sangat minim. Termasuk dalam penulisan sejarah. Cornelius Eko Susanto S EJARAH Indonesia tidak banyak menulis atau mengungkap peran etnik Tionghoa dalam membantu terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Padahal bila diselisik lebih jauh, peran mereka cukup besar dan menjadi bagian integral bangsa Indonesia. "Ini bukti sumbangsih etnik Tionghoa dalam masa revolusi. Peran mereka tidak kalah pentingnya dengan kelompok masyarakat lainnya, dalam proses pembentukan negara Indonesia," sebut Bondan Kanumoyoso, pengajar dari Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI dalam seminar bertema Etnik Tionghoa dalam Pergolakan Revolusi Indonesia , yang digagas Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Tiongkok (PPIT) di Depok, akhir pekan lalu. Menurut Bondan, kesadaran berpolitik kalangan Tionghoa di Jawa mulai tumbuh pada awal abad ke-20. Dikatakan, sebelum kedatangan Jepang pada 1942, ada tiga golongan kelompok Tionghoa yang bero...