Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2002

Unit 731, "Setan Penebar Maut" Dai Nippon: Jejak-jejak Kotor dan Kekejian Jepang di Cina

PADA Perang Dunia II, Jepang memanfaatkan Cina bagi program penyelidikan senjata kimia dan biologi. Setelah bertahun-tahun menyangkal, mereka lambat laun memperlihatkan penyesalannya. Lembaran fakta kembali terkuak dan menyajikan, kumpulan serangga yang mulai mengigiti Huang Yuefeng saat ia membungkus mayat rekannya sebelum penguburan. Petani muda ini tidak menyadari bahwa serangga-serangga tersebut disebarkan oleh pesawat Jepang ataupun bahwa desanya yang terletak di Provinsi Hunan, Cina Tengah, telah menjadi korban serangan senjata racun biologi terdahsyat di dalam Perang Dunia II. Ia hanya mengetahui bahwa pertama-tama tikus-tikus mati, kemudian orang-orang selalu dipenuhi bintik keunguan serta berkubang muntahnya sendiri. Penduduk menyebutnya "hama tikus". Sebenarnya itu adalah hama bubonik  yang pernah memakan korban sepertiga penduduk Eropa di abad ke-14 dan kini dijangkitkan kembali dan disebarkan oleh tentara Jepang (Dai Nippon). Huang yang kini berusia 79 ta...

Kutai Kartanegara Dipimpin 22 Orang Sultan

K UKAR (Kutai Kartanegara) yang beribukota Tenggarong, Kalimantan Timur (Kaltim) mulai 22 hingga 30 September 2002 akan menggelar Pesta Adat Erau dan Festival Keraton Nusantara (FKN) III, ternyata pernah mempunyai 22 orang Sultan (Raja) yang menjadi pimpinannya. Keterangan yang dihimpun dari berbagai sumber di Kukar menyebutkan, Sultan pertama yang memimpin Kerajaan Kutai Kartanegara yang sebelumnya mempunyai nama Kutai Martadipura adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti pada tahun 1300 M - 1325 M. Menyusul dari tahun 1325 M hingga 1360 M Kutai dipimpin oleh Aji Batara Agung Paduka Nira, tahun 1360 - 1420 naik tahta Aji Maharaja Sultan, kemudian Aji Raja Mandarsyah berkuasa mulai 1420 hingga 1475. Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya naik tahta mulai 1475 hingga 1554, menyusul Aji Raja Mahkota Mulia Alam pada tahun 1545 hingga 1610, setelah itu naik Aji Dilanggar menggantikannya dengan masa kekuasaan sejak 1610 hingga 1635. Pada tahun 1635 sampai 1650, Kutai dipimpin oleh Aji Pangeran Sinum Pan...

Karena Kasih Sepanjang Jalan

Betawi mempertemukan Mohammad Hatta dengan Mak Etek Ayub Rais, anak sahabat kakeknya. Saudagar perantau Minang ini mengabaikan rasa takutnya sendiri untuk Hatta. T AHUN baru 1908. Mohammad Hatta datang dari sekolah dengan menimang sebuah kapal-kapalan dari kaleng bekas--hadiah tahun baru dari Sinterklas di sekolahnya. Sepulang sekolah, ia mengajak sahabatnya, Rasjid Manggis, melayarkan kapal kecil itu di tebat kecil sembari menunggu jam mengaji di surau Inyiak Djambek tiba. Di hari yang lain, waktu lowong Hatta diisi dengan menyepak bola rotan. Kapal-kapalan dan bola rotan adalah mainan yang membuat Hatta begitu riang di masa kecil. Selebihnya, hari-hari Hatta adalah belajar. Sejak berumur lima tahun, siang hari ia belajar di Sekolah Melayu Paripat dan les bahasa Belanda pada Tuan Ledeboer di waktu petang. Alhasil, Hatta tak menemukan kesulitan ketika ia akhirnya bersekolah di Europeesche Lagere School, sekolah dasar khusus untuk anak-anak Belanda, di Bukit Tinggi. Orang-orang tua di B...

Kami

Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet, adakah rakyat Sovyet sudah cerdas?  (Bung Karno, 1 Juni 1945) S EBUAH negara tak pernah didirikan di atas kecerdasan. Uni Soviet, sebuah percobaan pertama untuk menerapkan "sosialisme ilmiah", dimulai dengan sebuah pemerintahan yang bekerja di atas 170 juta petani, yang, seperti kata Bung Karno, umumnya buta huruf. Begitu juga Amerika Serikat. Thomas Jefferson dan para pendiri republik itu memang pintar, dan negara yang mereka rancang berdasarkan ide-ide filsafat yang mutakhir, tapi ada benarnya kalimat lucu penulis Inggris Malcolm Bradbury: "Sejarah Amerika seluruhnya adalah cerita tentang orang yang membenci ayah mereka dan mencoba membakar tiap hal yang dilakukan ayah itu." Sebuah kemerdekaan lahir lebih karena kemarahan, bukan karena kedahsyatan pikiran. Perasaan dizalimi, perasaan tertindas, bukan datang dari otak, tapi dari seluruh pengalaman, termasuk tubuh yang tertekan. Itu juga yang dapat dikatakan tentang Indonesi...

Kontroversi 27 Juli Versi Kediri

Hari jadi Kota Kediri diperdebatkan. Bagaimana sebetulnya menentukan usia sebuah kota secara arkeologis? U MBUL-umbul bertaburan di jalan-jalan Kota Kediri, Jawa Timur. Bila malam tiba, neon-neon dan lampu jalanan menyala terang. Tak kurang, sebuah pertunjukan musik digelar di Sungai Brantas, yang membelah kota, selama 30 jam nonstop dengan biduan dari Jakarta. Kediri memang sedang merayakan hari jadinya yang ke-1123, 27 Juli lalu. Selama sebulan penuh kota itu berdandan habis-habisan. Namun, di balik gemerlapnya peringatan ulang tahun yang menghabiskan dana sekitar Rp 2 miliar itu, terselip kontroversi menyangkut kapan tepatnya hari jadi dan usia kota tersebut. Sebagian anggota tim penelusuran hari jadi Kota Kediri, yang terdiri dari para sejarawan dan arkeolog, berpendapat bahwa hari jadi Kediri jatuh pada 27 Juli, sesuai dengan prasasti Kwak yang ditemukan di Desa Ngabean, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti bertanggal 27 Juli 879 Masehi ini menyebut kata "Kwak", yang kebetula...

Tidak Mudah Mengungkap Fakta Sejarah

SAREKAT Islam tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu organisasi kebangsaan yang turut mewarnai pergerakan kebangsaan. Jika kemudian muncul Sarekat Islam Merah (SI Merah) dan Sarekat Islam Putih (SI Putih) maka keduanya juga bagian sejarah perjalanan organisasi tersebut. Namun, apakah juga tercatat dalam sejarah di masa Orde Baru bahwa SI Merah turut serta melawan penjajahan Belanda di Bumi Indonesia ini? Itulah yang hendak diungkapkan oleh Soe Hok Gie dalam buku Di Bawah Lentera Merah, Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920 , diterbitkan tahun 1990 oleh Frantz Fanon Foundation, Jakarta.  Judul: Di Bawah Lentera Marah Penulis: Soe Hok Gie Penerbit: Frantz Fanon Foundation (1990), Penerbit Bentang (1999) Tebal: x + 108 halaman B AGI Agus Edi Sartono, Direktur Frantz Fanon Foundation, buku itu seperti menyambung benang merah yang hilang, yaitu pergerakan Islam progresif atau yang lebih dikenal dengan SI Merah yang dilupakan oleh sejarah. Sebegitu besarnya keinginan pene...

Kebangkitan Nasional dan Kemandirian Bangsa

Nur Mahmudi Isma'il Pakar Agroindustri BPPT, Mantan Menhutbun T anggal 20 Mei punya arti tersendiri bagi bangsa Indonesia. Pertama, hari itu biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada tanggal 20 Mei 1908 didirikan sebuah organisasi Budi Utomo. Kedua, hari itu mengingatkan kita akan "Hari Ketegangan Nasional" karena pada tanggal 20 Mei 1998 terjadi ketegangan luar biasa akibat tentara Indonesia mengerahkan pasukannya bak akan terjadi "perang dunia" hanya untuk mengantisipasi rencana demonstrasi besar-besaran di lapangan Monas Jakarta. Peristiwa ini menandai awal sebuah proses reformasi di Indonesia karena esok harinya Soeharto yang telah berkuasa sejak 1966 mengundurkan diri dari jabatan presidennya. Semangat 20 Mei harus dijaga bukan dalam pengertian tanggalnya, tetapi misi yang terkandung di dalam peristiwa-peristiwa yang terkait dengannya. Budi Utomo sering disorot sebagai perkumpulan yang tidak bersifat keindonesiaan, tapi kejawaan. Sampa...

Luruhnya Sebuah Imperium: Mengenang Berakhirnya Penjajahan Belanda di Indonesia

Oleh Bambang Hidayat GEMA pidato Ratu Wilhelmina (6 Desember 1942) itu bagaikan setetes embun di lautan ketidakpercayaan bangsa Indonesia (yakni penduduk Ned. Indie) kepada Belanda karena lambat dan terlalu encer makna. Rangkaian kejadian sebelumnya memperlihatkan sikap paternalistik Belanda yang hanya ingin membesarkan Indonesia (Ned. Indie berparlemen) dalam rangkuman Belanda. Ini menyebabkan evolusi ketatanegaraan Ned. Indie tak pernah terlaksana. Pidato itu sebenarnya sudah memudar akibat sumbar Gub. Jendral De Jonge (1931 - 1936) yang mencengangkan, "Belanda telah memerintah Ned. Indie selama 300 tahun, dan masih siap untuk memerintah 300 tahun lagi. Setelah itu barulah orang berbicara tentang nasionalisme (Indonesia)." Ungkapan ini menghancurkan wawasan kaum "ethici" dan golongan "de Stuw", dan dengan tak disadari, menghanyutkan "Janji November (1918)". "The Roaring Twenties" mencatat dengan hangat kelahiran Perhimpun...

Mengenang 60 Tahun Masa Penjajahan Dai Nippon (5): Testamen Tanaka: "Dai Nippon Harus Menguasai Dunia"

UNTUK menjelesaikan kesulitan-kesulitan di Asia Timur, Djepang harus mendjalankan politik darah dan badja. Untuk menguasai dunia, Djepang mesti menguasai Eropah dan Asia. Untuk menguasai Eropah dan Asia, Djepang lebih dulu mesti menguasai Tiongkok. Dan untuk menguasai Tiongkok, Djepang mesti mulai dengan menaklukkan Manchuria, dan Mongolia. Djepang ingin menjelesaikan program ini dalam 10 tahun. ("Testamen Tanaka" yang ditulis tahun 1927, dikutip dari "Nasionalisme" oleh Ruslan Abdulgani). Oleh HARYADI SUADI "INDONESIA merdeka di kemudian hari" telah disambut rakyat dengan gegap gempita dan kegembiraan yang meluap-luap. Dalam waktu cepat di seluruh rumah penduduk, gedung perkantoran, hotel, toko, sekolah, dan sebagainya, dari kota sampai ke pelosok di Pulau Jawa, dikibarkan sang Dwi Warna. Dan sesuai dengan bunyi maklumat Saiko Shikikan (Panglima Tertinggi), bendera kita harus selalu didampingi bendera Matahari Terbit sebagai lambang sehidup semati de...