LHOKSEUMAWE, KOMPAS -- Ada titik terang terkait jejak Kerajaan Samudra Pasai. Tim peneliti setempat menemukan bukti penting berupa makam kuno dan stempel kerajaan. Temuan baru ini memperkaya bukti jejak kerajaan yang berdiri di pesisir timur Sumatera pada abad ke-13 itu.
"Bukti sejarah Kerajaan Pasai itu terkonsentrasi di empat gampong (desa) di Kecamatan Samudra, Kabupaten Aceh Timur. Sebagian besar dalam kondisi telantar. Oleh karena itu, pemerintah harus melindungi agar tidak hilang," kata Ketua Yayasan Waqaf Nurul Islam Tengku Taqiyudin Muhammad, di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu (21/3).
Taqiyudin menduga empat gampong, yaitu Kuta Krueng, Beuringen, Blang Mee, dan Keude Geudong, di Kecamatan Samudra, merupakan pusat Kerajaan Pasai. Ribuan batu nisan di tempat ini memperkuat dugaan itu.
"Di antara batu nisan yang kami temukan ada yang lebih tua dari batu nisan yang pernah ditulis oleh sumber sejarah," tutur Taqiyudin, alumnus Universitas Al Azhar Cairo.
Di batu nisan, menurut dia, tertulis nama seseorang yang bergelar Mahbub Qulum Al Khaaliq Ibnu Mahmud. Arti gelar itu adalah orang yang dicintai oleh orang banyak dan anak seseorang bernama Mahmud. Taqiyudin belum bisa memastikan siapa dia. Batu nisan itu bertulis tahun 1226. Artinya, lebih tua dari batu nisan Malikus Saleh, Sultan Samudra Pase (1297).
Ribuan batu nisan di sepanjang Sungai Pasai itu sekaligus memperkuat dugaan, kerajaan itu merupakan kerajaan agraris. Di sekitar batu nisan, peneliti menemukan aneka keramik, alat batu, dan lesung dari batu.
Sebaran batu nisan itu tidak hanya berada di pesisir pantai, tetapi sampai sekitar 60 kilometer dari bibir pantai. Temuan itu memperkuat asumsi bahwa kawasan Kecamatan Samudra merupakan pusat kerajaan yang padat penduduk. Taqiyudin menyayangkan kajian tentang jejak sejarah melalui batu nisan belum maksimal dilakukan sejarawan.
Peneliti menemukan stempel kuno bertuliskan Mamlakah Muhammad yang artinya 'Kerajaan Muhammad'. Huruf seperti itu, menurut Taqiyudin, lazim digunakan pada abad ke-1 sampai ke-5 Hijriah untuk menyalin naskah yang memiliki nilai penting seperti mushaf Al Quran. Stempel itu ditemukan seorang warga bernama Erwin (18), warga Kuta Krueng, Kecamatan Samudra.
Anggota tim peneliti, Fauzan, mengatakan, tujuan penelitian itu untuk menyelamatkan jejak sejarah yang telantar. Ia meminta pemerintah turut menyelamatkan kawasan ini. (NDY)
Sumber: Kompas, 22 Maret 2009
Komentar
Posting Komentar