Tubagus Angke adalah bangsawan Banten bergelar pangeran yang kemudian wafat di Batavia. Keberadaan masjid yang dulu disebut Masjid Angke ini juga tak lepas dari keberadaan Tubagus Angke.
Walaupun berukuran kecil--15x15 m2 berdiri di atas lahan 200 m2--masjid ini adalah salah satu masjid bersejarah yang dilindungi oleh UU Monumen (Monumen Ordonantie Stbl) No 238 Tahun 1931, bahkan diperkuat oleh SK Gubernur KDKI Jakarta tanggal 10 Januari 1972. Bangunannya cukup menarik karena memperlihatkan perpaduan dari berbagai gaya dan arsitektur. Ada gaya Banten kuno dan Cina juga pengaruh Hindu.
Atapnya berbentuk cungkup bersusun dua model arsitektur khas Cina, dengan ujung cungkup (nok) berbentuk kuncup melati--tertempel bekas horn sirine kecil. Bentuk jurai/sopi-sopi di masing atapnya membengkok di bagian ujung bawah. Dan di keempat ujung jurainya bercuping seperti bunga terompet. Bentuk list-plang kayunya bermotif ombak dengan bonggol kuncup melati terbalik di setiap sudut. Model kusen pintu berdaun dua, seperti lumpang terbalik bermotif ukir-ukiran di bagian bawah dan atas pintu.
Di halaman belakang masjid ini terdapat beberapa makam. Di antaranya adalah makam dengan nisan bertuliskan Syekh Ja'far--tidak diketahui asal-usulnya. Di sebelahnya terletak juga tiga buah cungkup dengan nisan bertuliskan huruf Cina. Tapi ada satu makam yang cukup jelas menunjukkan seorang yang dikuburkan di situ. Makam itu milik almarhum Syekh Syarif Hamid Al Qadri (di timur masjid), yang dikenal sebagai pangeran dari Kesultanan Pontianak,, Kalimantan Barat. Tahun 1800-an, dia ditangkap dan dibuang oleh Belanda ke Batavia hingga kemudian wafat di Batavia. Tertulis pada nisannya, "Meninggal dalam usia 64 tahun 35 hari pada tahun 1274 H atau 1854 Masehi."
Seorang ahli sejarah berkebangsaan Belanda yang mengadakan penelitian tentang masjid ini, Dr F Dehaan, dalam bukunya "Oud Batavia" menuliskan bahwa Masjid Angke Al Anwar didirikan pada hari Kamis 26 Sya'ban 1174 atau 2 April 1761. Dehaan juga menulis bahwa masjid ini didirikan oleh seorang wanita Cina dari suku Tarta yang menikah dengan seorang pria Banten. Kisah itu didapatkan oleh Dehaan melalui cerita dari mulut ke mulut penduduk sekitar Angke.
Seperti halnya masjid-masjid yang didirikan pada masa perjuangan, masjid ini juga dijadikan basis perjuangan masyarakat sekitar masjid setelah proklamasi kemerdekaan. Aksi perjuangan itu terutama dipelopori oleh para ulama Angke yang mengobarkan semangat kepada para pemuda Angke. Rapat-rapat rahasia yang sering dilakukan di masjid itu tak pernah tercium oleh pihak Belanda. Dalam perkembangannya, bangunan Masjid Angke Al Anwar ini bahkan tidak sedikit pun tergores oleh peluru Belanda.
Tapi, sayang, barangkali karena lebih mengutamakan fungsinya, penambahan-penambahan sarana di pelataran masjid membuat tempat ibadah ini tampak kumuh. Bagian dalam pun demikian, jauh dari kesan bersih. Banyak tukang air yang bertiduran di dalam masjid--di luar pagar adalah hidran PAM untuk umum. Keberadaannya di sekeliling pemukiman padat model MHT, menguatkan kesan seperti tersembunyi di balik hiruk-pikuk aktivitas masyarakat sekitar.
Masjid Angke Al Anwar persisnya terletak di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Gang Masjid I RT 001/05, Kelurahan Angke. Dari Terminal Bus Grogol ada beberapa angkutan yang bisa mengantar ke lokasi. Carilah angkutan ke arah Pluit atau Jembatan Tiga. Lalu turun di Fly-Over Jembatan Dua, Jalan Dr Laumeten. Lebih dekat lagi jika menggunakan KA Jabotabek, turun di Stasiun Angke.
(pesantren.net/M-1)
Sumber: Tidak diketahui, Tanpa tanggal
Komentar
Posting Komentar