Langsung ke konten utama

Masjid Agung Demak Menyimpan Banyak Misteri

Tanggal 4 - 14 Juni 1992, Grebeg Besar-Demak digelar, bersamaan dengan Idul Adha yang jatuh pada Kamis, 11 Juni. Banyak kalangan memanfaatkan kesempatan itu, karena Demak, sebuah kota kecil 26 km sebelah timur Semarang - Jawa Tengah, menyimpan sejarah besar di Indonesia. Di kota inilah pernah berdiri kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Berwisata ke Demak, memang mengasyikkan. Obyek-obyeknya "nglumpuk" dalam kota. Masjid Agung Demak yang kawentar itu nongkrong di sana. Di dalamnya terpampang "Soko Tatal", Tiang Majapahit, Pintu Bledek, "Kentongan" dan tasbih karya Sunan Kalijaga.

Hanya berjarak 2,5 km dari Masjid Demak dapat dijumpai Makam Kadilangu (Sunan Kalijaga). Di komplek ini juga disemayamkan R. Wilotikto (Bupati Tuban), dan Dewi Rasawulan, ayah dan adik Sunan Kalijaga.

Komplek ini ramai saat "Grebeg Besar" bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijah. Makam Sunan Kalijaga hanya dibuka setiap Jumat Pahing, Pon dan Kliwon. Hingga kini komplek itu banyak didatangi peziarah. Diyakini, Sunan Kalijaga yang paling berjasa dalam pembuatan Masjid Agung Demak yang terkenal itu.

Masih Kabur

Masjid Demak, dibangun atas perintah Raden Fatah atau pangeran Djin Bun (1475 - 1518), pendiri Kasultanan Demak, pada 1481 Masehi. Tapi, kebenaran angka pembuatan masjid besar itu hingga kini masih kabur.

Pendapat berbagai ahli pun masih simpang siur. Ada yang menyebut tahun 1466 Masehi, 1478 M, dan ada juga yang menyebut tahun 1481.

Ada lagi yang menyebut masjid besar itu dibangun tahun 1479. Angka ini diambil dari gambar bulus (kura-kura) yang terpajang dalam mihrab. Kepala bulus menunjukkan angka 1, kakinya 4, badannya angka 0 dan ekor angka 1. Rangkaian angka inilah yang dijadikan patokan tahun pembuatan masjid Besar Demak, yaitu pada tahun 1401 Saka atau 1479 Masehi.

Lalu siapa Raden Patah? Raden Patah adalah pendiri Kasultanan Demak Bintoro (semula Bing To Lo) pada 1399 S atau 1479 M dengan candrasengkala "Kori Trus Gunaning Janmi". Dia putra Prabu Kertabumi - Raja Majapahit terakhir dari garwo selir asal "Campa", yang lebih dikenal dengan sebutan "Puteri Cempo".

Dalam dialek "swatow", Campa ditulis "Cam" dan "Pa". Sedangkan dalam dialek Yunan ditulis dengan "Sjan" dan "Pau". Diduga yang terakhir itu menjadi "Sjan Pau Tsa" yang selanjutnya menjadi "Kampuchea" yang sekarang. Itu sebabnya Raden Fatah juga punya nama lain, yaitu "Djin Bun" yang dalam bahasa Cina (dialek Yunnan) artinya "orang kuat". Nama dengan dua suku kata tanpa marga itu, sebagai suatu isyarat bahwa yang bersangkutan adalah hasil persilangan  ibu Cina ayah Jawa.

Tiang Majapahit

Tiang (soko-Jawa) Masjid Agung Demak berjumlah 36 buah. Terdiri atas 12 tiang penanggap, 20 tiang emperan dan empat tiang pokok (soko guru). Soko guru di timur laut diyakini buatan Sunan Kalijaga yang terkenal dengan sebutan "soko tatal". Keempat soko guru itu sekarang sudah tak asli lagi karena dilapisi lagi dengan kayu agar lebih utuh dengan diameter 70 cm.

Berada di sekitar Masjid Demak memang menarik. Karena di sekitar masjid agung itu masih terdapat banyak peninggalan kuno yang hingga kini masih penuh misteri. Sisa-sisa batu umpak peninggalan Majapahit tergolek di sana, termasuk bedug buatan Sunan Kalijaga, kentongan dan kolam tempat wudlu. Sebanyak 65 buah piringan asal Cina dan gentong-gentong peninggalan Putri Cempo juga masih ada. Di belakang masjid ini pula disemayamkan Raden Fatah dan keluarganya, termasuk Pangeran Trenggono.

Yang agak aneh, beberapa makam nampak bernisan panjang. Konon, hal ini sebagai tanda penghormatan yang tinggi bagi yang disemayamkan.

Yang paling menarik, 8 tiang serambi juga berdiri di Masjid Agung Demak. Ke-8 tiang inilah yang disebut "Tiang Majapahit". Disebut demikian, karena kedelapan tiang tersebut peninggalan kerajaan Majapahit. Tiang terbuat dari kayu jati serangkulan orang dewasa itu, beberapa di antaranya berukiran dengan corak Hindu.

Konon kabarnya, setelah Majapahit runtuh diserang Demak pada 1478, Prabu Kertabumi ditawan di Demak. Pusaka-pusaka keraton Majapahit diangkut dengan tujuh gerobak yang ditarik kuda ke Demak. Termasuk 8 tiang pendopo Majapahit untuk membangun Masjid Demak. Penyerangan Demak ke Majapahit (meskipun Prabu Kertabumi ayah kandung Raden Fatah) adalah atas restu Sunan Ngampel guna mengislamkan orang-orang Hindu yang kala itu masih mendominasi tanah Jawa.

Di antara sembilan wali, Sunan Kalijaga yang paling terkenal di kalangan rakyat setempat. Karena sunan yang di kala muda bernama Raden Mas Sahid inilah yang paling banyak terlibat dalam pembuatan masjid tsb. Baru beberapa lama kemudian Sunan Bonang dan Sunan Giri ikut membantu, setelah keduanya pulang dari Mekah.

Masjid Agung Demak mengalami pemugaran sedikitnya sudah tiga kali. Pertama di tahun 1845. Kemudian tahun 1924 yang dilakukan masyarakat setempat, dan pada 1984 oleh Dinas Purbakala - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pintu Bledeg

Di pojok ruangan gedung museum Masjid Demak terdapat sebuah pintu berukiran kuno "semende". Orang menyebutnya sebagai pintu "bledeg", karena pintu yang terbuat dari kayu jati itu berukir sebuah petir (bledeg-Jawa). Semula, pintu berukuran panjang 2,25 meter dengan lebar 85 cm itu dipasang di ruangan utama Masjid Agung Demak. Tapi lantaran usia dan mulai rapuh, maka pintu keramat itu lantas dimuseumkan.

Sebagai gantinya, di tempat yang sama kini dipasang pintu tiruan. Menurut Adenan (69), penjaga museum, banyak pengunjung yang tidak puas dengan pintu duplikat itu. Kemudian mereka disarankan untuk datang ke museum melihat aslinya.

Selain pintu Bledeg, di museum itu juga digelar peninggalan kuno lainnya. Dua buah guci raksasa peninggalan Kasultanan Demak, tasbih para wali, kentongan dan sebagainya komplit ada di sana.

Menurut Adenan, gambar petir yang ada di pintu Bledeg tersebut hanyalah semacam sanepan, yang menggambarkan campuran dua kebudayaan. Petir digambarkan sebagai kepala naga di mana naga adalah lambang kerajaan Tiongkok. Sedang di bawahnya hiasan khas kebudayaan Majapahit.

Hal tersebut menggambarkan, munculnya Kerajaan Demak adalah gabungan Tiongkok dan Majapahit. Tiongkok dari jalur ibunda Raden Fatah dan Majapahit dari Prabu Kertabumi. (Kornel)

 

Sumber: Suara Karya, 16 Juni 1992 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baodeh-pun Berbahasa Arab Prokem

"E nte cari rumah si Ali? Itu dia, shebe  (bapak) dan ajus (ibu)-nya ada di bed  (rumah)," kata seorang pemuda keturunan Cina di Jalan Kejayaan, Kelurahan Krukut, Jakarta Barat kepada wartawan Republika  yang bertanya kepadanya. Baodeh  (keturunan Cina) di sini, khususnya yang telah bergaul dengan jamaah , memang bisa berbahasa Arab sehari-hari. Hal yang sama juga terjadi di Kampung Pekojan, yang juga dikenal sebagai perkampungan Arab. Tapi tidak hanya baodeh  yang terpengaruh. "Kami juga menjadi akrab dengan bahasa Cina sehari-hari," kata beberapa pemuda keturunan Arab yang berhasil ditemui. Dalam buku Kampung Tua di Jakarta  terbitan Pemda DKI Jakarta, disebutkan akibat adanya tiga etnis golongan penduduk Kampung Krukut, yakni Betawi, Arab, dan Cina. Disadari atau tidak, mereka telah terlibat dalam suatu usaha interaksi serta penyesuaian diri dalam lingkungan masyarakat mereka. Kata-kata ane  (saya), ente  (kamu), fulus  (uang), tafran ...

Dr. Danudirjo Setiabudi

Dr. Danudirdjo Setiabudi  adalah nama Indonesia dari Dr. Ernest F. E. Douwes Dekker. Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memberikan gelar kepada Danudirjo sebagai Perintis Perkembangan Pers Indonesia, bersama beberapa orang yang lain yang berjasa. Kalau pemerintah menganggap Danudirjo sebagai perintis perkembangan pers Indonesia, maka sebenarnya jasa beliau lebih besar dari itu. Beliau adalah pendekar perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Suwardi Suryaningrat (K. H. Dewantara) dan Dr. Cipto Mangunkusumo, mereka disebut Tiga Serangkai, karena mereka bertiga bersama-sama memperjuangkan kemerdekaan bangsa lewat wadah Indische Partij. Danudirjo Setiabudi lahir pada tahun 1879 di sebuah kota kecil di Jawa Timur yakni Pasuruan. Setelah berhasil menamatkan sekolah menengahnya dan sekolah lanjutannya di Indonesia, Danurdirjo pergi ke Eropa dan melanjutkan pelajarannya, kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Zurich (Swiss). Sejak bocah, Danudirjo telah memiliki jiwa kemerdekaan yang...

Seni dan Budaya Jadi Medium Awal

Seni dan budaya menjadi medium dakwah para penyebar Islam pertama di Pulau Jawa. Wali sanga menjadikan seni dan budaya sebagai medium penyampai ajaran Islam, saat masyarakat Jawa pada masa itu masih dipengaruhi ajaran Hindu-Buddha. Dakwah seperti ini pun berhasil. D i sejumlah daerah pesisir utara Pulau Jawa, karakter Islam yang pada masa awal kedatangannya di Nusantara membangun harmoni dengan adat dan budaya masyarakat setempat terlihat jelas hingga saat ini. Di Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah, yang pada masa lalu jadi pusat dakwah Sunan Kudus, misalnya, kini masih bisa dilihat bukti arsitektur Jawa-Hindu. Masjid Menara Kudus dengan tinggi sekitar 17 meter itu diperkirakan dibangun pada 19 Rajab 956 Hijriyah atau sekitar tahun 1549. Akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa-Hndu di masjid itu mewujud dalam bentuk bangunan menara. Kaki menaranya menyerupai Candi Jago di Malang, Jawa Timur. Candi itu dibuat pada masa Kerajaan Singasari. Bagian tubuh hingga atap Masjid Menara Kudu...

Cheng Ho dan Tiga Teori Jangkar Raksasa

S EBAGAIMANA catatan sejarah, pelayaran Laksamana Cheng Ho menyimpan berjuta kisah sejarah yang sangat menarik di nusantara. Tidak saja karena kebetulan petinggi kekaisaran Mongol yang menguasai daratan Tiongkok dari abad ke-13 sampai ke-17 itu beragama Islam, tetapi ekspedisi laut pada abad ke-15 Masehi itu membawa pengaruh politik dan budaya sangat besar. Jejak sejarah tinggalan ekspedisi Cheng Ho yang merupakan duta intenasional Kaisar Yongle, generasi ketiga keturunan Kaisar Ming dari Mongol yang menguasai daratan Tiongkok, tersebar di sepanjang Pulau Jawa bagian utara. Hinggi kini, jejak-jejak arkeologis, historis, sosiologis, dan kultur dari ekspedisi laut laksamana yang memiliki nama Islam Haji Mahmud Shams ini, bertebaran di sepanjang pantai utara (pantura) Jawa. Di Cirebon armada kapalnya sempat singgah dan menetap sebelum melanjutkan perjalanan ke arah timur dan mendarat di pelabuhan yang kini masuk wilayah Kota Semarang, Jawa Tengah. Laksamana Cheng Ho datang pada masa akhir...

Manunggaling Ilmu dan Laku

Alkisah ada seorang bocah pribumi yang telaten dan fasih membaca buku-buku tentang kesusastraan dan keagamaan, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, Belanda, Jerman, maupun Latin. Bocah ini sanggup melafalkan dengan apik puisi-puisi Virgilius dalam bahasa Latin. Oleh  BANDUNG MAWARDI K etelatenan belajar mengantarkan bocah ini menjadi sosok yang fenomenal dalam tradisi intelektual di Indonesia dan Eropa. Bocah dari Jawa itu dikenal dengan nama Sosrokartono. Herry A Poeze (1986) mencatat, Sosrokartono pada puncak intelektualitasnya di Eropa menguasai sembilan bahasa Timur dan 17 bahasa Barat. Kompetensi intelektualitasnya itu dibarengi dengan publikasi tulisan dan pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh kunci dalam lingkungan intelektual di Belanda. Sosrokartono pun mendapat julukan "Pangeran Jawa" sebagai ungkapan untuk sosok intelektual-priayi dari Hindia Belanda. Biografi intelektual pribumi pada saat itu memang tak bebas dari bayang-bayang kolonial. Sosrokartono pun tumbuh dalam ...

Hari ini, 36 tahun lalu: Bom atom pertama dicoba di Alamogordo

Jalannya sejarah bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia mungkin akan berbeda kalau tidak ada peristiwa yang terjadi 16 Juli, 36 tahun lalu. Pada hari itu Amerika Serikat membuka babak baru di dalam teknik, yakni berhasil meledakkan bom atom di New Mexico, tepatnya di Alamogordo. Percobaan yang berhasil ini telah memungkinkan Amerika Serikat menghasilkan bom atom lainnya yang dijatuhkan atas Hiroshima dan Nagasaki. Ketakutan akan akibat bom atom ini telah membuat Jepang ketakutan dan menyerah kepada sekutu, pada 14 Agustus 1945. Jauh-jauh hari sebelum bom atom pertama diledakkan di gurun Alamogordo itu, kurang lebih enam tahun sebelumnya Presiden Franklin D. Roosevelt menerima sepucuk surat dari Dr. Albert Einstein yang isinya mengenai kemungkinan pembuatan bom uranium yang kemampuannya sangat besar. Surat itulah yang kemudian melahirkan suatu proyek yang sangat dirahasiakan dan hanya kalangan kecil yang mengenalnya dengan nama Manhattan Engineer District di bawah pimpinan Mayor...

Menjaga Prasyarat Hidup Bersatu

Komitmen persatuan, seperti yang disepakati pada 28 Oktober 1928, hadir dengan sejumlah prasyarat. Setelah 90 tahun berlalu, kini dibutuhkan penanda-penanda baru untuk makin mengeratkan persatuan bangsa Indonesia. P rasasti besar di Gedung Sumpah Pemuda, Jakarta, mengingatkan bahwa selain kesepakatan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa pada 90 tahun silam, para pemuda juga menyepakati lima prasyarat. Ironisnya, lima prasyarat yang menjadi dasar dari persatuan yang saat itu disepakati tersebut kini sering luput dari perhatian. Lima prasyarat itu adalah kemauan, bahasa, hukum adat, serta pendidikan dan kepanduan. Mengapa lima prasyarat itu menjadi konsepsi yang juga dicantumkan secara tegas di dalam naskah putusan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928? Buku 45 Tahun Sumpah Pemuda  mencatat lima hal itu sebagai dasar terjadinya persatuan. "Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan Indonesia. Mengelu...