Oleh YUDHISTIRA ANM MASSARDI M ari kita renungkan kembali jati diri kita sebagai sebuah bangsa yang belum selesai. Dari masa silam, kita selalu membanggakan Kerajaan Sriwijaya yang berjaya di sekitar Palembang pada 600-1400. Kita juga membanggakan Majapahit di sekitar Surabaya pada kurun 1293-1519. Kita pun membanggakan kemegahan Borobudur dan Prambanan di sekitar Yogyakarta. Terhadap tonggak-tonggak masa silam itu, kita (ingin) menyatakan diri sebagai bagian darinya: sebagai generasi pemilik dan penerus. Namun, pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa itu adalah hasil karya "mereka" dan tak ada hubungannya dengan "kita". Lalu, muncullah pertanyaan eksistensial itu: "Jadi, sebenarnya, siapakah kita?" "Simsalabim" Dari sejarah Indonesia modern, kita belajar tentang sekelompok priayi di "Sekolah Dokter Jawa" (STOVIA) di Jakarta yang--pada 20 Mei 1908--mendirikan perkumpulan Boedi Oetomo. Para pemuda itu tercerahkan dan menyadari ba...